Infovet 2007
ZAT AKTIF, GENERIK, PATEN, OBAT HEWAN DAN MANUSIA
Beredarnya zat aktif antibiotik di kalangan peternakan untuk mengobati penyakit bakterial ternak, sungguhlah berbahaya. Hal itu menyalahi kaidah pembuatan obat yang baik dan benar sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Takut terjadi penyalahgunaan,” tegas Anggota Komisi Obat Hewan Departemen Pertanian Drh Abadi Soetisna MSc.
Soal pembuatan obat yang benar itu di antaranya menyangkut takaran, juga kemasan. Kesemuanya jelas berpengaruh pada mutu obat. Bagaimanapun obat merupakan suatu racun yang membahayakan jiwa makhluk hidup bila takaran dan pemberiannya tidak tepat sehingga pembuatannya harus sesuai kaidah yang ketat.
Generik vs Paten
Bagaimana dengan obat generik dan obat paten? Keduanya zat aktifnya sama, namun obat paten lebih mahal.
Mahalnya obat paten ini karena kemasannya lebih bagus, faktor iklan, dan faktor-faktor lain seperti kepercayaan (mitos) bahwa obat paten lebih bagus daripada obat generik. Demikian Abadi Soetisna.
Sudah tentu faktor mitos itu hanya berdasar citra dan anggapan orang, padahal kandungan dan khasiatnya sama saja!
Sedangkan dari segi harga, obat generik memang lebih murah daripada obat paten. Bahkan untuk faktor penghematan dan kekuatan ekonomi, pemerintah menganjurkan masyarakat lebih memilih obat generik daripada obat paten.
Harga obat generik cuma 15 persen dari harga sesungguhnya. Sedangkan sejumlah 85 persen merupakan bantuan pemerintah. Itu yang terjadi pada obat generik manusia.
Adapun, mengapa di dunia kesehatan hewan kita tidak mengenal obat generik? Dengan penjelasan bahwa untuk obat generik dibutuhkan subsidi yang begitu besar dari pemerintah, pertanyaannya: Apakah pemerintah puya dana untuk subsidi obat generik untuk peternakan?
Rinciannya, harga obat (generik) murah, kesehatan hewan lebih baik, produksi peternakan lebih tinggi, masyarakat lebih terbantu; sejauh ini belum ada usulan untuk pengadaan obat generik pada peternakan/kesehatan hewan.
“Yang usul mestinya kalangan peternakan sendiri, juga inisiatif pemerintah cq Dirjen Peternakan,” Drh Abadi menimpali.
Biaya produksi yang relatif tinggi itu perlu dicarikan jalan keluar. Drh Abadi menganjurkan berupa: bantuan pemerintah untuk menurunkan pajak impor obat hewan, bantuan pemerintah menurunkan pajak bahan baku pakan hewan, dan bantuan penurunan insentif produk hewan dengan memberikan subsidi.
Guna munculnya obat generik untuk hewan, jelas dibutuhkan subsidi. Subsidi bukan dalam arti dalam bentuk uang, namun bisa dalam wujud sapronak (sarana produksi peternakan).
Setelah subsidi di bidang sapronak, lalu subsidi alat kandang, alat sanitasi, pakan, dan obat! Dan bagaimanapun pemenuhan penunjang untuk produksi ternak yang murah itu sangat penting untuk penyediaan protein hewani yang sangat penting untuk kecerdasan bangsa.
Obat Manusia vs Hewan
Penggunaan obat manusia untuk mengobati hewan terutama hewan kesayangan semisal anjing, kucing, kera dan lainnya, sah-sah saja asalkan dalam penggunaanya tepat sasaran, demikian disampaikan Yusmaini Ssi, Apt alumni Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Menurut Ibu satu putra ini, penggunaan obat manusia untuk hewan trennya hanya sebatas penghobies hewan kesayangan. Mengapa harus obat manusia ? “Ini tergantung pada pilihan dan pada dasarnya obat manusia itu lebih variatif, baik dalam dosis maupun kemasannya,” jelas pemilik apotik Pratama Kabupaten Kampar.
Di lain sisi, drh Jully Handoko Akademisi Fakultas Peternakan UIN Suska Riau lebih menekankan pada faktor mudah didapat dengan harga yang cukup terjangkau. Di samping itu, tidak ada masalah krusial yang perlu diperdebatkan terkait aman atau tidaknya obat manusia untuk hewan, yang terpenting adalah ketepatan dalam penggunaannya.
Namun Jully menyarankan agar tetap berkoordinasi dengan orang yang mengerti dengan obat, dalam hal ini adalah apoteker, dengan harapan agar obat yang diberikan ke hewan kesayangan tersebut tidak menimbulkan efek di kemudian hari.
Sementara itu, drh Djaelani praktisi dokter hewan yang tinggal di Rumbai kota Pekanbaru menyatakan, sejauh ini belum ada owner hewan kesayangan yang mengeluhkan kesehatan hewan peliharaannya pasca pengobatan dengan obat manusia. “Selama masih berpegang pada prinsif penggunaan antibiotika yang benar maka hasil yang didapat pasti lebih memuaskan,” jelas alumnus FKH Unsyiah Nangroe Aceh Darusslam ini dengan mantap.
Artinya, kaidah takaran dan lain-lain prosedur penggunaan tetap menjadi prioritas utama dalam pengambilan sikap. Sebab bagaimana pun antara hewan dan manusia ada perbedaan-perbedaan prinsip baik dari segi faali tubuh maupun segi biologi yang akan sangat dipengaruhi dengan kaidah pengobatan yang tepat. (Daman Suska/YR)
ZAT AKTIF, GENERIK, PATEN, OBAT HEWAN DAN MANUSIA
Beredarnya zat aktif antibiotik di kalangan peternakan untuk mengobati penyakit bakterial ternak, sungguhlah berbahaya. Hal itu menyalahi kaidah pembuatan obat yang baik dan benar sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Takut terjadi penyalahgunaan,” tegas Anggota Komisi Obat Hewan Departemen Pertanian Drh Abadi Soetisna MSc.
Soal pembuatan obat yang benar itu di antaranya menyangkut takaran, juga kemasan. Kesemuanya jelas berpengaruh pada mutu obat. Bagaimanapun obat merupakan suatu racun yang membahayakan jiwa makhluk hidup bila takaran dan pemberiannya tidak tepat sehingga pembuatannya harus sesuai kaidah yang ketat.
Generik vs Paten
Bagaimana dengan obat generik dan obat paten? Keduanya zat aktifnya sama, namun obat paten lebih mahal.
Mahalnya obat paten ini karena kemasannya lebih bagus, faktor iklan, dan faktor-faktor lain seperti kepercayaan (mitos) bahwa obat paten lebih bagus daripada obat generik. Demikian Abadi Soetisna.
Sudah tentu faktor mitos itu hanya berdasar citra dan anggapan orang, padahal kandungan dan khasiatnya sama saja!
Sedangkan dari segi harga, obat generik memang lebih murah daripada obat paten. Bahkan untuk faktor penghematan dan kekuatan ekonomi, pemerintah menganjurkan masyarakat lebih memilih obat generik daripada obat paten.
Harga obat generik cuma 15 persen dari harga sesungguhnya. Sedangkan sejumlah 85 persen merupakan bantuan pemerintah. Itu yang terjadi pada obat generik manusia.
Adapun, mengapa di dunia kesehatan hewan kita tidak mengenal obat generik? Dengan penjelasan bahwa untuk obat generik dibutuhkan subsidi yang begitu besar dari pemerintah, pertanyaannya: Apakah pemerintah puya dana untuk subsidi obat generik untuk peternakan?
Rinciannya, harga obat (generik) murah, kesehatan hewan lebih baik, produksi peternakan lebih tinggi, masyarakat lebih terbantu; sejauh ini belum ada usulan untuk pengadaan obat generik pada peternakan/kesehatan hewan.
“Yang usul mestinya kalangan peternakan sendiri, juga inisiatif pemerintah cq Dirjen Peternakan,” Drh Abadi menimpali.
Biaya produksi yang relatif tinggi itu perlu dicarikan jalan keluar. Drh Abadi menganjurkan berupa: bantuan pemerintah untuk menurunkan pajak impor obat hewan, bantuan pemerintah menurunkan pajak bahan baku pakan hewan, dan bantuan penurunan insentif produk hewan dengan memberikan subsidi.
Guna munculnya obat generik untuk hewan, jelas dibutuhkan subsidi. Subsidi bukan dalam arti dalam bentuk uang, namun bisa dalam wujud sapronak (sarana produksi peternakan).
Setelah subsidi di bidang sapronak, lalu subsidi alat kandang, alat sanitasi, pakan, dan obat! Dan bagaimanapun pemenuhan penunjang untuk produksi ternak yang murah itu sangat penting untuk penyediaan protein hewani yang sangat penting untuk kecerdasan bangsa.
Obat Manusia vs Hewan
Penggunaan obat manusia untuk mengobati hewan terutama hewan kesayangan semisal anjing, kucing, kera dan lainnya, sah-sah saja asalkan dalam penggunaanya tepat sasaran, demikian disampaikan Yusmaini Ssi, Apt alumni Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Menurut Ibu satu putra ini, penggunaan obat manusia untuk hewan trennya hanya sebatas penghobies hewan kesayangan. Mengapa harus obat manusia ? “Ini tergantung pada pilihan dan pada dasarnya obat manusia itu lebih variatif, baik dalam dosis maupun kemasannya,” jelas pemilik apotik Pratama Kabupaten Kampar.
Di lain sisi, drh Jully Handoko Akademisi Fakultas Peternakan UIN Suska Riau lebih menekankan pada faktor mudah didapat dengan harga yang cukup terjangkau. Di samping itu, tidak ada masalah krusial yang perlu diperdebatkan terkait aman atau tidaknya obat manusia untuk hewan, yang terpenting adalah ketepatan dalam penggunaannya.
Namun Jully menyarankan agar tetap berkoordinasi dengan orang yang mengerti dengan obat, dalam hal ini adalah apoteker, dengan harapan agar obat yang diberikan ke hewan kesayangan tersebut tidak menimbulkan efek di kemudian hari.
Sementara itu, drh Djaelani praktisi dokter hewan yang tinggal di Rumbai kota Pekanbaru menyatakan, sejauh ini belum ada owner hewan kesayangan yang mengeluhkan kesehatan hewan peliharaannya pasca pengobatan dengan obat manusia. “Selama masih berpegang pada prinsif penggunaan antibiotika yang benar maka hasil yang didapat pasti lebih memuaskan,” jelas alumnus FKH Unsyiah Nangroe Aceh Darusslam ini dengan mantap.
Artinya, kaidah takaran dan lain-lain prosedur penggunaan tetap menjadi prioritas utama dalam pengambilan sikap. Sebab bagaimana pun antara hewan dan manusia ada perbedaan-perbedaan prinsip baik dari segi faali tubuh maupun segi biologi yang akan sangat dipengaruhi dengan kaidah pengobatan yang tepat. (Daman Suska/YR)