Infovet
BALI BEBAS RABIES TINGGAL KENANGAN(( Bali yang merupakan kawasan pariwisata berkelas dunia yang sejak zaman penjajahan kolonial Belanda dinyatakan sebagai daerah bebas rabies sekarang tinggal kenangan. Kini kita hanya dapat membaca catatan sejarah berdasar Hondsdolhed Ordonantie (staatblad 1926, No. 451 yunto Stbl 1926 No. 452) yang menyatakan bahwa beberapa wilayah karesidenan dan pulau di Hindia Belanda (Indonesia) pada masa itu bebas rabies termasuk di antaranya wilayah Karesidenan Bali. ))
Semula Banjar Giri Darma, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali gempar. Ungasan dinyatakan status siaga menyusul temuan dua warga yang dikategorikan sebagai suspect rabies. Pasalnya, hingga saat itu Bali belum pernah dinyatakan sebagai daerah tertular rabies.
Dinas Kesehatan Pusat sudah terjun ke Bali. Didapati, ada empat warga yang tergigit anjing kampung, Mohamad Oktav Rahmana Putra (3 tahun), Linda (4), Ketut Wirata, Kadek Artana (21), semua tewas. Tetapi, jarak gigitan dengan tewas masih simpangsiur. Hanya saja, Ketut Wirata digigit bulan September dan meninggal 23 Nopember 2008. Apakah kasus ini akibat rabies?
Dari hasil pemeriksaan medis saat itu, ada dugaan sementara Wirata terkena radang otak. Saat itu menunggu hasil pemeriksaan PCR. Masih dalam pemeriksaan lebih lanjut dan masih menyamakan persepsi. Yang pasti 27 Nopember mulai dilakukan depopulasi anjing tak bertuan di daerah Ungasan. Bahkan, anjing milik Made Cawi, Banjar Sari Karya, Ungasan yang habis menggigit sudah diisolasi dalam kandang.
Menurut Drh. I Dewa Ngurah Dharma, M.Sc, Ph.D, 26 Nopember sore Balai Besar Veteriner Denpasar mendapat spesimen anjing yang baru mati dan dari hasil pemeriksaan jaringan melalui pengecatan Seller untuk melihat Negri bodies hasilnya negatip. Spesimen lain telah dikirimkan ke Maros yang sudah sering memeriksa spesimen rabies.
Begitu juga menurut pendapat Drh Soegiarto, M.Sc., Ph.D Kepala BB Veteriner Denpasar yang ditemui di rumah dinasnya, menyatakan BB Veteriner Denpasar telah mendapatkan spesimen dari Dinas Peternakan Badung berupa otak segar dua ekor anjing yang sudah mati maupun yang sudah pernah menggigit dan saat ini sedang dikerjakan di laboratorium. Hasil pemeriksaan dikirim ke Dinas Peternakan Badung.
Dari hasil informasi berbagai sumber, beberapa tahun ini ada sekitar 60-70 kasus orang digigit anjing, tetapi jarang yang mau berobat ke Puskesmas maupun dokter.
Akhirnya...
Dari hasil pemeriksaan PCR, FAT maupun imunohistokimia pada kasus-kasus di atas, akhirnya Bali pun benar-benar dinyatakan positip sebagai daerah tertular rabies. “Pulau Bali dinyatakan berstatus wabah rabies,” pernyataan status wabah itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1637/2008, yang ditandatangani Menteri Pertanian Anton Apriyantono pada 1 Desember 2008.
Direktur Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Tjeppy D Soedjana pada 5/12 di Jakarta, mengungkapkan, wabah rabies di Pulau Bali ini yang pertama dalam sejarah. Selama ini Pulau Dewata bebas penyakit rabies. Penetapan wabah rabies tersebut dikeluarkan setelah melalui kajian gejala klinis, yang tampak pada anjing sebagai hewan penular rabies (HPR) ataupun manusia sebagai korban gigitan.
Dituturkan Tjeppy, penetapan wabah mengacu pada epidemiologi penyakit dan hasil pengujian laboratorium terhadap spesimen otak anjing liar ataupun anjing piaraan yang menggigit masyarakat. Uji laboratorium spesimen dilakukan di Balai Besar Veteriner (BB-Vet) Denpasar, Bali dan dikonfirmasi pada BB-Vet Maros, Sulawesi Selatan 28 November 2008.
Penyakit rabies di Bali terungkap setelah ada empat orang dari tiga desa di Bali digigit anjing dalam periode September-November 2008. Dari empat orang itu, dua positif tertular rabies, sedangkan dua orang lain memiliki riwayat digigit anjing. Tiga desa yang dimaksud adalah Desa Ungasan di Kecamatan Kuta Selatan serta Desa Kedonganan dan Jimbaran di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali.
Tjeppy menyatakan, karena Kabupaten Badung tak memiliki batas alam bagi terisolasinya anjing rabies dan agar penyakit rabies tidak menyebar ke wilayah di luar Pulau Bali, status wabah rabies ditetapkan di seluruh Pulau Bali.
Tertutup
Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pertanian, Gubernur Bali mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 88/2008 tentang Penutupan Sementara Pemasukan atau Pengeluaran Anjing, Kucing, Kera, atau Hewan Sebangsanya dari dan ke Provinsi Bali per 1 Desember 2008. Pulau Bali juga dinyatakan sebagai kawasan karantina.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Turni Rusli menambahkan, berdasarkan standar operasional prosedur (SOP), apabila ditemukan ada satu kasus penyakit hewan menular pada daerah yang sebelumnya berstatus bebas, wabah harus segera dinyatakan. ”Pemerintah berharap dalam waktu tiga bulan wabah rabies dapat dikendalikan,” katanya.
Tjeppy menyatakan, hingga 4 Desember tercatat 110 ekor anjing divaksinasi untuk mengantisipasi penularan rabies dan 196 ekor anjing yang tertular rabies, anjing liar, atau yang diliarkan dieliminasi atau dimusnahkan.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, Depkes sudah menyediakan vaksin rabies sebanyak 400 dosis untuk masyarakat di Kabupaten Badung, Bali. Hingga 27 November tercatat telah ditemukan 74 kasus gigitan. Rabies, lanjut Menkes, merupakan penyakit menular yang berbahaya dan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu, Depkes telah menerjunkan tim kesehatan khusus.
Bebaskan dalam Tiga Bulan
Departemen Pertanian (Deptan) pun mengharapkan dalam tiga bulan wabah rabies yang menyerang provinsi Bali bisa dikendalikan setelah dilakukan berbagai upaya penanggulangan. Dirjen Peternakan Deptan Tjeppy D Soedjana mengatakan, berbagai langkah yang telah dilakukan untuk mengantisipasi wabah rabies yang saat ini tengah merebak di Bali yakni vaksinasi massal terhadap anjing peliharaan dan melakukan pendataan terhadap populasi dan pemilik anjing serta memberikan sosialisasi kepada masyarakat.
Bagi anjing-anjing liar yang berkeliaran tidak ada yang memelihara akan di musnahkan dengan cara memberikan vaksin yang mematikan (racun) dengan melalui pembiusan. "Untuk itu, Deptan menyiapkan vaksin rabies sebanyak 50 ribu dosis untuk menanggulangi merebaknya wabah penyakit tersebut di provinsi Bali," kata Tjeppy.
Dari jumlah tersebut sebanyak 20 ribu dosis diantara telah dikirimkan sedangkan 30 ribu sisanya sebagai cadangan. "Pengiriman vaksin tersebut sebagai langkah awal pemerintah untuk penanggulangan rabies di propinsi Bali," tambah Dirjen.
Selain itu Deptan telah membentuk Tim Penyidik yang terdiri dari unsur Ditjen Peternakan, Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar, Dinas Peternakan Provinsi Bali dan Kabupaten Badung untuk mengetahui asal usul wabah rabies tersebut mengingat Pulau Bali sebelumnya merupakan daerah bebas rabies.
"Dengan dilaksanakannya tindakan-tindakan tersebut diharapkan dalam tiga bulan wabah rabies ini dapat terkendali," ucap Dirjen Peternakan seraya menambahkan, akan dilakukan kegiatan surveilans serologis dan epidemiologis untuk meraih status bebas kembali Pulau Dewata dari Rabies.
Menurut dia, sebanyak delapan desa di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung, Bali dinyatakan telah terjadi wabah rabies yang menyerang hewan anjing. Penetapan tersebut, tambahnya, berdasarkan gejala klinis yang tampak, baik pada hewan penular rabies khususnya anjing maupun pada korban manusia, epidemiologi penyakit serta hasil pengujian secara laboratories pada Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar.
Selain itu juga dari dikonfirmasi ulang pada BBVet Maros tanggal 28 November 2008 terhadap warga masyarakat di Desa Ungasan, Kadonganan dan Jimbaran Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung. Tjeppy mengungkapkan, dari 20 ribu ekor populasi anjing di Bali hingga saat ini sebanyak 110 ekor anjing telah menjalani vaksinasi rabies sementara 196 ekor telah dimusnahkan.
Liputan Khusus
Begitulah, di tengah upaya pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2010, penanganan penyakit, terutama penyakit pada hewan yang dapat menular ke manusia (zoonosis) ternyata masih banyak menemui kendala.
Adanya penyakit Rabies di Bali yang semuala daerah bebas Rabies adalah salah satu bukti nyata lemahnya sistem kesehatan di Indonesia. Khususnya sistem kesehatan hewan nasional (siskeswannas).
Bali yang merupakan kawasan pariwisata berkelas dunia yang sejak zaman penjajahan kolonial Belanda dinyatakan sebagai daerah bebas rabies sekarang tinggal kenangan. Kini kita hanya dapat membaca catatan sejarah berdasar Hondsdolhed Ordonantie (staatblad 1926, No. 451 yunto Stbl 1926 No. 452) yang menyatakan bahwa beberapa wilayah karesidenan dan pulau di Hindia Belanda (Indonesia) pada masa itu bebas rabies termasuk di antaranya wilayah Karesidenan Bali.
Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yaitu Lyssa virus dari famili Rhabdo viridae yang bersifat zoonosis dengan angka kematian (case fatality rate) mencapai 100%, sehingga rabies dikenal sebagai penyakit yang hampir selalu mematikan (almost always fatal) bila telah timbul gejala klinis, baik pada hewan maupun manusia.
Lebih jauh tentang seluk-beluk Rabies di Bali ini dapat Anda baca pada Liputan Khusus Infovet Januari 2009 sebagai langkah berikut sekaligus langkah awal kewaspadaan kita di tahun 2009. (Mas Djoko R/Dps/Kps/Ant/YR)