Fokus Infovet
OBAT, VAKSIN DAN PUSLIT FLU BURUNG UNAIR
Seampuh apapun suatu obat, bagaimanapun tindakan pengobatan bukanlah hal utama yang harus menjadi perhatian dalam kesatuan manajemen kesehatan hewan.
Pengobatan memang penting , namun sebatas sebagai tindakan setelah suatu penyakit menyerang. Atau, pada suatu peternakan telah begitu jelek kondisi biosecurity-nya, sehingga diasumsikan bibit penyakit sudah ada dan masuk dalam tubuh ternak.
Sedangkan sebagai suatu kesatuan manajemen kesehatan hewan, yang paling utama dan pertama harus diperhatikan adalah biosecurity sebagai tindakan pencegahan. Sementara vaksinasi sebagai pencegahan secara biologis pun hanya dapat membantu dari dalam tubuh ternak.
Itulah mengapa dalam Rapat Koordinasi Nasional II ASOHI di Jakarta belum lama ini, dr drh Mangkoe Sitepu mengatakan, “Ternak sudah divaksin, mengapa bisa tetap sakit? Sebab, vaksin itu mencegah penyakit, bukan mengobati.”
Adapun terkait penyakit flu burung yang masih jadi isu utama sejauh ini, vaksin flu burung yang selama ini digunakan sebagai pencegahan pun belum dapat diandalkan seratus persen. Jika para peneliti mampu menemukan model penularan, model pencegahan terhadap virus mematikan tersebut juga dapat disusun.
Demikian Dr Drh Choirul Anwar Nidom MS dari Universitas Airlangga yang mendasari langkah strategis Unair Surabaya ini bersiap menjadi pusat penelitian flu burung tingkat internasional.
Proyek itu merupakan salah satu tindak lanjut kesepahaman antara Unair dengan Kobe University, Jepang, pada Mei lalu. Unair akan menerima bantuan dari pemerintah Jepang senilai Rp 100 miliar untuk pembangunan fasilitas penelitian. Salah satunya berupa peralatan laboratorium Biosafety Level-3 (BSL-3) senilai Rp 15 miliar.
“Sekarang, kami sedang menyiapkan peresmian yang dijadwalkan pada akhir bulan depan. Peralatannya dikirim langsung dari Jepang,” kata Dr Choirul Anwar Nidom selaku Ketua Proyek kerja sama dari Unair belum lama ini.
Selain BSL-3, Unair akan mendapat mesin pengurai data DNA virus flu burung dan mesin penentu jumlah virus yang menginfeksi korban. Piranti itu, akan memberikan tingkat keamanan bagi para peneliti maupun lingkungannya. Selain bantuan alat, para peneliti Jepang dari Kobe University dan Tokyo University akan membantu para peneliti Unair.
Dua peneliti dari Negeri Sakura tersebut sudah datang ke Unair untuk mempersiapkan penelitian. Kedua belah pihak berharap, pusat penelitian itu mampu menemukan model penularan flu burung.
Pusat penelitian yang terfokus pada flu burung itu merupakan yang pertama di Indonesia. Unair berniat membagikan pengetahuan tersebut kepada mereka yang membutuhkan. “Siapa pun boleh menjadikan pusat penelitian ini sebagai rujukan. Tapi, kami akan berkonsentrasi pada south to south collaboration dahulu,” kata Nidom.
Negara-negara selatan yang dimaksud Nidom adalah negara-negara Afrika hingga Amerika Latin. Unair bersama Jepang akan berkonsentrasi memecahkan masalah atau penelitian mengenai flu burung di negara-negara tersebut. (YR/ berbagai sumber)
OBAT, VAKSIN DAN PUSLIT FLU BURUNG UNAIR
Seampuh apapun suatu obat, bagaimanapun tindakan pengobatan bukanlah hal utama yang harus menjadi perhatian dalam kesatuan manajemen kesehatan hewan.
Pengobatan memang penting , namun sebatas sebagai tindakan setelah suatu penyakit menyerang. Atau, pada suatu peternakan telah begitu jelek kondisi biosecurity-nya, sehingga diasumsikan bibit penyakit sudah ada dan masuk dalam tubuh ternak.
Sedangkan sebagai suatu kesatuan manajemen kesehatan hewan, yang paling utama dan pertama harus diperhatikan adalah biosecurity sebagai tindakan pencegahan. Sementara vaksinasi sebagai pencegahan secara biologis pun hanya dapat membantu dari dalam tubuh ternak.
Itulah mengapa dalam Rapat Koordinasi Nasional II ASOHI di Jakarta belum lama ini, dr drh Mangkoe Sitepu mengatakan, “Ternak sudah divaksin, mengapa bisa tetap sakit? Sebab, vaksin itu mencegah penyakit, bukan mengobati.”
Adapun terkait penyakit flu burung yang masih jadi isu utama sejauh ini, vaksin flu burung yang selama ini digunakan sebagai pencegahan pun belum dapat diandalkan seratus persen. Jika para peneliti mampu menemukan model penularan, model pencegahan terhadap virus mematikan tersebut juga dapat disusun.
Demikian Dr Drh Choirul Anwar Nidom MS dari Universitas Airlangga yang mendasari langkah strategis Unair Surabaya ini bersiap menjadi pusat penelitian flu burung tingkat internasional.
Proyek itu merupakan salah satu tindak lanjut kesepahaman antara Unair dengan Kobe University, Jepang, pada Mei lalu. Unair akan menerima bantuan dari pemerintah Jepang senilai Rp 100 miliar untuk pembangunan fasilitas penelitian. Salah satunya berupa peralatan laboratorium Biosafety Level-3 (BSL-3) senilai Rp 15 miliar.
“Sekarang, kami sedang menyiapkan peresmian yang dijadwalkan pada akhir bulan depan. Peralatannya dikirim langsung dari Jepang,” kata Dr Choirul Anwar Nidom selaku Ketua Proyek kerja sama dari Unair belum lama ini.
Selain BSL-3, Unair akan mendapat mesin pengurai data DNA virus flu burung dan mesin penentu jumlah virus yang menginfeksi korban. Piranti itu, akan memberikan tingkat keamanan bagi para peneliti maupun lingkungannya. Selain bantuan alat, para peneliti Jepang dari Kobe University dan Tokyo University akan membantu para peneliti Unair.
Dua peneliti dari Negeri Sakura tersebut sudah datang ke Unair untuk mempersiapkan penelitian. Kedua belah pihak berharap, pusat penelitian itu mampu menemukan model penularan flu burung.
Pusat penelitian yang terfokus pada flu burung itu merupakan yang pertama di Indonesia. Unair berniat membagikan pengetahuan tersebut kepada mereka yang membutuhkan. “Siapa pun boleh menjadikan pusat penelitian ini sebagai rujukan. Tapi, kami akan berkonsentrasi pada south to south collaboration dahulu,” kata Nidom.
Negara-negara selatan yang dimaksud Nidom adalah negara-negara Afrika hingga Amerika Latin. Unair bersama Jepang akan berkonsentrasi memecahkan masalah atau penelitian mengenai flu burung di negara-negara tersebut. (YR/ berbagai sumber)