Sekali Lagi: DIAGNOSA YANG TEPAT

Infovet

Sekali Lagi: DIAGNOSA YANG TEPAT


Narasumber Infovet bersaksi, masalah kemunculan flu burung di mana-mana, secara diagnostik tidaklah lagi sama seperti gejala-gejala flu burung di awal kasus ini pada tahun 2003-2004. Maka, ketrampilan dan keahlian mendiagnosa dengan diagnosa perbandingan dengan penyakit lain sangatlah penting.

Demikian terungkap pada diskusi Infovet, ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia) dan UPPAI (Unit Pengendalian Penyakit Avian Influenza) di Ruang Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian baru-baru ini.

"Penyakit baru menjadi masalah buat peternak kalau menimbulkan kerugian ekonomi. Kalau tidak, bisa diatasi sendiri diam-diam tidak usah ribut," kata Dr Drh Lies Parede dari BBalitvet Bogor dan Drh Hernomoadi Huminto MS dari Laboratorium Patologi FKH IPB.

Langkah-langkah bila ada flok wabah ayam, menurut Dr Lies dan Drh Hernomoadi adalah:

1) Secara diagnosa harus dilihat bedah bangkai yang mengarahkan apakah organ yang dominan terserang.
2) Ditambah dengan pemeriksaan histopatologi, kerusakan menunjukan agen primer penyebab.
3) Ditambah serologi atau isolasi, mengarah pengobatan atau pencegahan.
4) Pencegahan diarahkan untuk ayam periode (siklus) berikut: misalnya biosekuriti, program vaksinasi, monitoring.


Gumboro dan ND

Kasus Gumboro kadang dapat disamarkan oleh ND, namun menurut Drh Brigitta Etik W Technical Service PT Medion, pada kejadian ND yang berlanjut terjadi diare putih kehijauan dan adanya gejala syaraf.


AI dan ND

Menurut narasumber Infovet dalam diskusi dengan UPPAI tersebut, kalau dulu tortikolis selalu identik dengan ND, sekarang Avian Influenza pun bisa mempunyai gejala ini.

Namun menurut ahli penyakit viral dan patolog Dr Lies Parede dan Drh Hernomoadi MS, gejala ND berbeda dengan AI menurut kacamata patolog maupun virolog. Tortikolis milik ND ganas, Pial biru ungu milik AI ganas.

Nah, "Kalau infeksi campuran: ikuti langkah-langkah tadi," saran mereka.


AI dan Gumboro

Kembali menurut narasumber Infovet dalam diskusi dengan UPPAI, bila ada penyakit gumboro yang menyerang, kasus Avian Influenza pun lebih berbahaya!

Dr Drh Rahaju Ernawati dari Laboratorium Virologi FKH Unair Surabaya mengungkap bahwa Gumboro menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar karena angka morbiditas mendekati 100% dan angka mortalitas 20 - 30%.

"Penyakit IBD pada dasa warga terakhir menular hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 1991 penyakit mewabah hampir melumpuhkan seluruh peternakan ayam di Indonesia," katanya.

Masalah diagnosa yang sangat terkait dengan pengetahuan kondisi tubuh ayam yang kekebalannya bisa turun ini tentu saja sangat perlu dipahami. Penyakit infeksius bursal (IBD) atau penyakit Gumboro merupakan penyakit viral akut pada ayam yang menyerang organ sistem kekebalan terutama bursa fabrisius sehingga bersifat imunosupresif.

Dalam mendiagnosa penyakit Gumboro, Drh Brigitta Etik W Technical Service PT Medion menjelaskan dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang sederhana sampai ke tingkat yang lebih tinggi akurasinya, di antaranya adalah pendekatan epidemiologis, klinis patologis, isolasi dan identifikasi.

Secara epidemiologis, penyakit ini susah dibedakan dengan jenis penyakit viral lainnya, karena penampakan dari penyakit ini hampir sama yakni kecenderungan mewabah dan menyerang berbagai jenis ayam terutama ayam dari golongan muda.

Untuk membantu peneguhannya, alumni FKH UGM 1986 ini menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan gejala klinis, sehingga diagnosa penyakit dapat diarahkan.

Kemudian ditambahkan Etik, untuk tindakan isolasi dapat dilakukan secara in vitro dan in vivo dengan menggunakan media biakan sel dan biakan pada telur ayam yang berembrio.

Sementara itu, untuk identifikasi virus Gumboro dapat dilakukan dengan berbagai uji dengan menggunakan mikroskop elektron (EM), diantara uji tersebut adalah Agar Gel Precipitation (AGP), Flourescence Antibody Technique (FAT), Immunopetoxidase, ELISA dan banyak lagi uji lainnya yang dapat membantu peneguhan kasus Gumboro dimaksud.

Masih jelas dalam ingatan kejadian tahun 2006, sedikitnya 500 ekor ayam mati secara mendadak di Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa. Kematian unggas di lokasi peternakan rakyat itu, diduga terkena penyakit gumboro atau flu burung. Akibatnya, puluhan peternak menjadi panik dalam dua hari terakhir, karena sebelumnya ayam mereka masih sehat, namun tiba-tiba mati.

”Ayam yang mati itu terpaksa dikuburkan massal dalam satu lubang sementara yang masih sehat, ada yang segera disembelih,” ungkap salah seorang warga Bontomarannu Rusli Kadir kepada wartawan, Juni 2006 itu.

Menurutnya, ayam yang mati tersebut umumnya ayam bukan ras (buras) alias ayam kampung. Karena itu, banyak peternak meyakini kalau ayamnya itu mati bukan karena flu burung, melainkan hanya penyakit unggas biasa yang menyerang ayamnya pada saat memasuki musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya.

Untuk memastikan hal tersebut, lanjut Rusli, pihaknya bersama Dinas Peternakan setempat sudah mengirim sampel ayam yang mati ke laboratorium peternakan yang ada di Kabupaten Maros dan ternyata hasilnya memang Gumboro, bukan Flu Burung.

”Kami sangat khawatir jangan sampai flu burung menyerang unggas di Bontomarannu. Tetapi bila diperhatikan gejalanya, kelihatannya sama dengan peristiwa di Bontonompo beberapa waktu lalu dan hasil laboratoriumnya ternyata positif penyakit gumboro,’’ ujar alumnus Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin itu.


Diagnosa yang Tepat

Dengan diagnosa yang tepat maka terbuktikan penyakit apa yang menyerang.

Pengalaman serupa juga dialami Dinas Peternakan Kabupaten Blitar mengindikasikan, puluhan ayam yang mati mendadak di Kelurahan Dandong Srengat pada 2006, akibat serangan penyakit gangguan pernafasan pada unggas yang hampir mirip Flu Burung.

Pada saat itu diungkapkan Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Blitar, Drh. Hermanto Zubaidi, MM, puluhan ayam yang mati mendadak di Kelurahan Dandong Srengat, sementara diindikasikan akibat serangan penyakit gangguan pernafasan pada unggas antara lain Snot atau Coriza, Infectious Laryngo Tracheitis, dan Chronic Respiratory Disease (CRD).

Ciri-ciri yang ditunjukan serupa dengan tanda-tanda yang muncul pada Flu Burung, yakni kepala membiru dan bengkak atau disebut Sianosis. Dugaan ini muncul setelah Dinas Peternakan beberapa kali melakukan uji laboratorium.

Dari hasil sample darah ayam yang diduga terjangkit Flu Burung, tidak menunjukkan adanya titer antibodi. Dengan gamblang Hermanto menjelaskan, ketika unggas terinfeksi Avian Influensa secara alami dalam darahnya akan membentuk antibodi (kekebalan tubuh), jika antibodi tidak ditemukan maka unggas tidak terinfeksi Flu Burung. (YR, Daman Suska, berbagai sumber)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls