Fokus Infovet
OBAT HEWAN DAN KARANTINA
Masuknya telur ilegal dari Malaysia ke Pulau Batam sangat mengkuatirkan para peternak di Sumatera Utara mengingat pada priode Mei-Juni negara tetangga Malaysia kembali mengalami Out Break sehingga dikuatirkan membawa dampak yang sangat serius bagi provinsi Sumatera Utara. Masyarakat peternakan dan kesehatan hewan Sumut pun melaksanakan kunjungan ke Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) bekerja sama dengan Karantina (Desember 2006) setempat.
Sementara itu disampaikan oleh Ismaeni Pengurus ASOHI Daerah Sumatera Selatan belum lama ini, dalam menghadapi penularan virus Avian Influenza pada unggas, masyarakat peternakan dan kesehatan hewan di antaranya ASOHI Sumsel bekerjasama dengan Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Selatan melakukan sosialisasi penanganan AI. Dilakukan kunjungan ke peternakan rakyat disertai penyuluhan/informasi bagaimana beternak yang baik.
Informasi yang disampaikan lebih fokus kepada management kesehatan ternak unggas, termasuk himbauan kepada peternak unggas agar memberikan laporan secara rutin mengenai kondisi kesehatan ternak. Penularan AI tersebut pun sangat terkait dengan lalu lintas ternak dan karantinanya.
Seminar “Lalulintas Ternak dan Sediaan Biologik” pun diselenggarakan pada 2006 oleh Balai Karantina Hewan dengan mengundang ASOHI Sumsel sebagai pembicara. Adapun vaksinasi ND pun dilakukan untuk peternak rakyat (buras) di desa Talang Ilir Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Kegiatan dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan diakhiri dengan pelaksanaan vaksinasi ayam buras milik peternak rakyat.
Tindakan Karantina
Begitulah, tindakan karantina sangat penting terkait lalu lintas biologik produk terkait hewan. Drh Agus Sunanto dari Pusat Karantina Hewan Badan Karantina Pertanian pun menyampaikan dasar-dasar hukum dari tindakan karantina hewan di Indonesia pada Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan yang diselenggarakan ASOHI di Jakarta 5-6 September 2007.
Dasar Hukum itu antara lain Undang-undang RI Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Karantina Ikan, Karantina Tumbuhan, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan, PP 49/ 2002 juncto PP 7/ 2003 tentang perubahan atas tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Lalu, Permentan No. 62/Permentan/ 0T.140/12/2006 tentang pengawasan dan tindakan karantina terhadap pemasukan bahan patogen dan atau obat hewan golongan sediaan biologik dan ketentuan lain terkait lalu lintas hewan.
Indonesia sendiri mempunyai Unit Pelaksana Teknis Karantina Hewan antara lain 2 Balai Besar Karantina Hewan (Soekarno Hatta dan Tanjung Perak, 8 BKH Kelas I, 4 BKH Kelas Ii, 5 Stasiun Kelas I, 20 Stasiun Kelas Ii, 1 Karantina Hewan Otorita Batam, 265 Wilker di Seluruh Indonesia, dan 595 Exit/Entri Point Di Indonesia
Menurut perundangan tersebut, untuk pengawasan, bahan patogen dan/atau bahan biologik dari luar negeri dapat dilakukan oleh badan usaha. Pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik hanya dapat dilakukan apabila penyakitnya telah ada di Indonesia.
Badan usaha yang akan memasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik dari luar negeri harus memiliki Surat Persetujuan Pemasukan (SPP) yang diterbitkan oleh Menteri.
Untuk pemasukan bahan biologik selain memiliki SPP juga harus memiliki nomor pendaftaran obat hewan. Badan usaha yang akan memasukan bahan biologik untuk kepentingan penelitian, pengujian diagnostik atau pendidikan terlebih dahulu harus mendapat izin dari Menteri.
Tindakan Karantina yang diberlakukan adalah, Bahan patogen dan/atau bahan biologik yang dimasukkan harus dilengkapi surat keterangan asal yang diterbitkan oleh produsen, tempat pengumpulan atau pengolahan dari negara asalnya; dilengkapi SPP; melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan; dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina ditempat pemasukan; dilakukan metode pengamanan untuk menjamin bahan patogen dan/atau bahan biologik tidak menyebarkan HPHK serta mencegah terjadinya kerusakan, kebocoran dan kontaminasi.
Tempat-tempat pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik dari luar negeri yaitu: Bandar Udara Soekarno-Hatta Cengkareng, Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Bandar Udara Juanda, Pelabuhan Tajung Perak, Surabaya.
Setiap pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik dilakukan tindakan karantina berupa pemeriksaan yaitu pemeriksaan keabsahan, kebenaran dan kecocokan antara dokumen yang menyertainya dengan kemasan bahan patogen dan/atau bahan biologik yang tercantum dalam Air Way Bill atau Bill of Lading.
Hasil pemeriksaan yang telah memenuhi syarat dan tidak meragukan, diterbitkan sertifikat pelepasan karantina oleh petugas karantina setempat. Apabila hasil pemeriksaan ditemukan adanya ketidaksesuaian atau diragukan kebenaran dan keabsahannya atau terdapat kerusakan kemasan, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik isi kemasan koli atau palet secara sampling.
Apabila hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan penyimpangan, diterbitkan sertifikat pelepasan. Apabila hasil pemeriksaan fisik ditemukan penyimpangan, dilakukan penolakan atau pemusnahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila hasil pemeriksaan dokumen ditemukan adanya ketidaksesuaian atau diragukan kebenaran dan keabsahannya atau penyimpangan petugas karantina paling lambat dalam jangka waktu 2 x 24 jam harus melaporkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian melalui Kepala Unit Pelaksana Teknis Karantina Hewan setempat.
Untuk memperoleh sertifikat pelepasan atau surat keterangan pengeluaran pemilik/kuasa pemilik wajib membayar jasa tindakan karantina berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Pertanian, juncto Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2004.
Pemasukan obat hewan dalam bentuk sediaan farmasetik dan premiks sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat Hewan tidak dikenakan tindakan karantina, karena tidak termasuk sebagai media pembawa HPHK
ASOHI dan Karantina
Tindakan Karantina terhadap obat hewan hanya dilakukan pada Sediaan Biologik. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No 62 tahun 2006 yang merupakan hasil diskusi yang berkesinambungan antara ASOHI dengan Pusat Karantina Hewan dan Direktur Kesehatan Hewan.
Untuk mengawal pelaksanaan Permentan ini ASOHI membentuk team karantina ASOHI yang dipimpin oleh Ir Teddy Candinegara. Team karantina ASOHI melakukan sosialisasi pada anggota melalui Program Temu Anggota ASOHI. Kerja team terus berlanjut bersama Pusat Karantina Hewan untuk menyiapkan rancangan Petunjuk Pelaksanaan teknis yang sejiwa dengan Permentan tersebut.
Kegiatan penting mengenai tindakan karantina di antaranya yang dilakukan oleh ASOHI antara lain Sosialisasi Permentan Tindak Karantina, 18 Desember 2006. Pertemuan ini diadakan dalam sosialisasi permentan tersebut kepada pihak yang berkepentingan khususnya ASOHI. Pertemuan menghasilkan kesepakatan bahwa ASOHI dan karantina akan membentuk tim pamantau berlakunya Permentan ini agar berjalan lancar sesuai dengan aturan yang berlaku.
Yang lainnya antara lain Pembentukan Tim Pemantau Pelaksanaan Permentan, Pertemuan Forum Komunikasi Pengguna Jasa Karantina Hewan, Surat ASOHI Perihal Implementasi Permentan, 10 April 2007.
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian No. 62/Permentan/OT.140/12/2006 tentang Pengawasan dan Tindakan Karantina terhadap Pemasukan Bahan Patogen dan/atau Obat Hewan Golongan Sediaan Biologik serta Penyusunan Juklak Tindakan Karantina Hewan terhadap Sediaan Biologik dan Bahan Patologik, 23 Juni 2007 diselenggarakan rapat penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) tindakan karantina terhadap sediaan biologik dan bahan patogen
Ketua Tim Karantina ASOHI Ir. Teddy Candinegara hadir pada acara yang dihadiri Kepala Pusat Karantina Hewan, Kepala Balai Besar Karantina Hewan, BBPMSOH, Eselon III Karantina Hewan, UPT Karantina Hewan dan Undangan lain. (ASOHI/YR)
OBAT HEWAN DAN KARANTINA
Masuknya telur ilegal dari Malaysia ke Pulau Batam sangat mengkuatirkan para peternak di Sumatera Utara mengingat pada priode Mei-Juni negara tetangga Malaysia kembali mengalami Out Break sehingga dikuatirkan membawa dampak yang sangat serius bagi provinsi Sumatera Utara. Masyarakat peternakan dan kesehatan hewan Sumut pun melaksanakan kunjungan ke Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) bekerja sama dengan Karantina (Desember 2006) setempat.
Sementara itu disampaikan oleh Ismaeni Pengurus ASOHI Daerah Sumatera Selatan belum lama ini, dalam menghadapi penularan virus Avian Influenza pada unggas, masyarakat peternakan dan kesehatan hewan di antaranya ASOHI Sumsel bekerjasama dengan Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Selatan melakukan sosialisasi penanganan AI. Dilakukan kunjungan ke peternakan rakyat disertai penyuluhan/informasi bagaimana beternak yang baik.
Informasi yang disampaikan lebih fokus kepada management kesehatan ternak unggas, termasuk himbauan kepada peternak unggas agar memberikan laporan secara rutin mengenai kondisi kesehatan ternak. Penularan AI tersebut pun sangat terkait dengan lalu lintas ternak dan karantinanya.
Seminar “Lalulintas Ternak dan Sediaan Biologik” pun diselenggarakan pada 2006 oleh Balai Karantina Hewan dengan mengundang ASOHI Sumsel sebagai pembicara. Adapun vaksinasi ND pun dilakukan untuk peternak rakyat (buras) di desa Talang Ilir Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Kegiatan dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan diakhiri dengan pelaksanaan vaksinasi ayam buras milik peternak rakyat.
Tindakan Karantina
Begitulah, tindakan karantina sangat penting terkait lalu lintas biologik produk terkait hewan. Drh Agus Sunanto dari Pusat Karantina Hewan Badan Karantina Pertanian pun menyampaikan dasar-dasar hukum dari tindakan karantina hewan di Indonesia pada Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan yang diselenggarakan ASOHI di Jakarta 5-6 September 2007.
Dasar Hukum itu antara lain Undang-undang RI Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Karantina Ikan, Karantina Tumbuhan, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan, PP 49/ 2002 juncto PP 7/ 2003 tentang perubahan atas tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Lalu, Permentan No. 62/Permentan/ 0T.140/12/2006 tentang pengawasan dan tindakan karantina terhadap pemasukan bahan patogen dan atau obat hewan golongan sediaan biologik dan ketentuan lain terkait lalu lintas hewan.
Indonesia sendiri mempunyai Unit Pelaksana Teknis Karantina Hewan antara lain 2 Balai Besar Karantina Hewan (Soekarno Hatta dan Tanjung Perak, 8 BKH Kelas I, 4 BKH Kelas Ii, 5 Stasiun Kelas I, 20 Stasiun Kelas Ii, 1 Karantina Hewan Otorita Batam, 265 Wilker di Seluruh Indonesia, dan 595 Exit/Entri Point Di Indonesia
Menurut perundangan tersebut, untuk pengawasan, bahan patogen dan/atau bahan biologik dari luar negeri dapat dilakukan oleh badan usaha. Pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik hanya dapat dilakukan apabila penyakitnya telah ada di Indonesia.
Badan usaha yang akan memasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik dari luar negeri harus memiliki Surat Persetujuan Pemasukan (SPP) yang diterbitkan oleh Menteri.
Untuk pemasukan bahan biologik selain memiliki SPP juga harus memiliki nomor pendaftaran obat hewan. Badan usaha yang akan memasukan bahan biologik untuk kepentingan penelitian, pengujian diagnostik atau pendidikan terlebih dahulu harus mendapat izin dari Menteri.
Tindakan Karantina yang diberlakukan adalah, Bahan patogen dan/atau bahan biologik yang dimasukkan harus dilengkapi surat keterangan asal yang diterbitkan oleh produsen, tempat pengumpulan atau pengolahan dari negara asalnya; dilengkapi SPP; melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan; dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina ditempat pemasukan; dilakukan metode pengamanan untuk menjamin bahan patogen dan/atau bahan biologik tidak menyebarkan HPHK serta mencegah terjadinya kerusakan, kebocoran dan kontaminasi.
Tempat-tempat pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik dari luar negeri yaitu: Bandar Udara Soekarno-Hatta Cengkareng, Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Bandar Udara Juanda, Pelabuhan Tajung Perak, Surabaya.
Setiap pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik dilakukan tindakan karantina berupa pemeriksaan yaitu pemeriksaan keabsahan, kebenaran dan kecocokan antara dokumen yang menyertainya dengan kemasan bahan patogen dan/atau bahan biologik yang tercantum dalam Air Way Bill atau Bill of Lading.
Hasil pemeriksaan yang telah memenuhi syarat dan tidak meragukan, diterbitkan sertifikat pelepasan karantina oleh petugas karantina setempat. Apabila hasil pemeriksaan ditemukan adanya ketidaksesuaian atau diragukan kebenaran dan keabsahannya atau terdapat kerusakan kemasan, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik isi kemasan koli atau palet secara sampling.
Apabila hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan penyimpangan, diterbitkan sertifikat pelepasan. Apabila hasil pemeriksaan fisik ditemukan penyimpangan, dilakukan penolakan atau pemusnahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila hasil pemeriksaan dokumen ditemukan adanya ketidaksesuaian atau diragukan kebenaran dan keabsahannya atau penyimpangan petugas karantina paling lambat dalam jangka waktu 2 x 24 jam harus melaporkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian melalui Kepala Unit Pelaksana Teknis Karantina Hewan setempat.
Untuk memperoleh sertifikat pelepasan atau surat keterangan pengeluaran pemilik/kuasa pemilik wajib membayar jasa tindakan karantina berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Pertanian, juncto Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2004.
Pemasukan obat hewan dalam bentuk sediaan farmasetik dan premiks sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat Hewan tidak dikenakan tindakan karantina, karena tidak termasuk sebagai media pembawa HPHK
ASOHI dan Karantina
Tindakan Karantina terhadap obat hewan hanya dilakukan pada Sediaan Biologik. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No 62 tahun 2006 yang merupakan hasil diskusi yang berkesinambungan antara ASOHI dengan Pusat Karantina Hewan dan Direktur Kesehatan Hewan.
Untuk mengawal pelaksanaan Permentan ini ASOHI membentuk team karantina ASOHI yang dipimpin oleh Ir Teddy Candinegara. Team karantina ASOHI melakukan sosialisasi pada anggota melalui Program Temu Anggota ASOHI. Kerja team terus berlanjut bersama Pusat Karantina Hewan untuk menyiapkan rancangan Petunjuk Pelaksanaan teknis yang sejiwa dengan Permentan tersebut.
Kegiatan penting mengenai tindakan karantina di antaranya yang dilakukan oleh ASOHI antara lain Sosialisasi Permentan Tindak Karantina, 18 Desember 2006. Pertemuan ini diadakan dalam sosialisasi permentan tersebut kepada pihak yang berkepentingan khususnya ASOHI. Pertemuan menghasilkan kesepakatan bahwa ASOHI dan karantina akan membentuk tim pamantau berlakunya Permentan ini agar berjalan lancar sesuai dengan aturan yang berlaku.
Yang lainnya antara lain Pembentukan Tim Pemantau Pelaksanaan Permentan, Pertemuan Forum Komunikasi Pengguna Jasa Karantina Hewan, Surat ASOHI Perihal Implementasi Permentan, 10 April 2007.
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian No. 62/Permentan/OT.140/12/2006 tentang Pengawasan dan Tindakan Karantina terhadap Pemasukan Bahan Patogen dan/atau Obat Hewan Golongan Sediaan Biologik serta Penyusunan Juklak Tindakan Karantina Hewan terhadap Sediaan Biologik dan Bahan Patologik, 23 Juni 2007 diselenggarakan rapat penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) tindakan karantina terhadap sediaan biologik dan bahan patogen
Ketua Tim Karantina ASOHI Ir. Teddy Candinegara hadir pada acara yang dihadiri Kepala Pusat Karantina Hewan, Kepala Balai Besar Karantina Hewan, BBPMSOH, Eselon III Karantina Hewan, UPT Karantina Hewan dan Undangan lain. (ASOHI/YR)