Today's theme is peace...


Peace along La Seine.


In the Hamptons, absolute serenity.

When things don't go smoothly...

Yesterday was a day that many would call a nightmare. I was scheduled on surgery from 8 AM to about 1 PM. I had three surgeries scheduled: one cystotomy (opening bladder to remove bladder stones) and two cats for dentistry.
I started with the cystotomy. The patient: a Yorkie that weighs less than my pinky finger. He was not the best anesthetic patient.... Thank goodness we have excellent monitoring equipment. While at no time was this little guy in danger, we kept having to adjust his anesthetic gas concentrations, fluid rates, etc, all to maintain a good plane of anesthesia while preventing a dangerous drop in blood pressure. Ok, so that took effort but certainly manageable. After removing one large stone and dozens of tiny ones from this guy's bladder, I stitched his bladder up, brought him to radiology to snap an X-ray, to ensure that no stones remain. Shoot. The processor just died. Tried three times. X-rays aren't being developed properly. Shoot, damn, and insert more swearing here. So I stitch up the rest (abdominal wall and skin), and call the owner to let him know that quality medicine has just been thrown out the window, but what could I do? It was certainly not anybody's fault that the processor had decided to die at that moment.
About a half hour after the dog wakes up from surgery, in come the service guys for the processor. Shoot. Great timing.
I get one of my dentistries under general anesthesia and start working on that big job. In comes my tech with two X-rays he had just taken, which would have been much more useful had they been taken just 30 minutes before. They showed a single beautiful stone remaining in the bladder. I was tempted to send the stool on which I was sitting straight into orbit! Ok, not the end of the world. It sucks big time but all I have to do is remove the stitches, no new incisions, and find that single stone.
I finished the first dentistry during which I had to make a flap over three lower teeth, extract all of them, and sew the flap up again (usually looks great when healed). Ok, that surgery went well.
I put the other cat under general. Started on that big job.... My techs meanwhile had to take the first cat out of his cage, as the cat started profusely bleeding from its mouth. Vets and doctors hate nothing less: hemorrhage. Funny, the cat bled minimally little DURING the surgery and likely banged its face on the cage wall while waking up (they do that sometimes when they wake up). So that cat had to be RE-anesthetized and the pressure had to be applied to the area for about 20 minutes. Bleeding stopped. My heart rate and pressure already sky-high.... Woke the kittie up.
So I finish THAT surgery. Went well, nothing interesting to report. This cat wakes up fine.
The first cat, dysphoric (stoned) from the pain drugs, smacks its face yet again against the cage wall (after adding more comforters and pillows than a bed at the Ritz) - a warm, bright-red liquid starts flowing... A third time, we put the cat out, I remove several stitches, pack the extraction sites with a packing material, and close up. Now we're good.
-sigh-

Back to the Yorkie. Unfortunately the dog had to be put under general again... Thank goodness the owner was a total sweetheart. I explained everything to him, was completely honest about what happened, and apologized to him most obsequiously.
Repeated the surgery, removed the single remaining stone easily (where was that little bugger the first time that it couldn't be flushed out like the others?) and woke the dog up. Time: 6:30 PM.

I sat down in my office at my computer to type out my notes for the day. It took much for me not to break down and cry.



Addendum (August 31, 2007): all patients discussed above are doing fabulously, as if nothing had happened.

Fokus Majalah Infovet

Makalah Sebagai Pembicara

FKH Se Indonesia Menjadi 8

Peristiwa Infovet Edisi 170 September 2008

FKH Se Indonesia Menjadi 8


Salah satu perkembangan yang sangat terasa bagi peserta KIVNAS X (Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional X PDHI 2008) dengan AZWMC 2008 dan Pertemuan Internasional Asia Zoo/Wildlife Medicine and Conservation (AZWMC) yang dilaksanakan di IPB International Convention Center (IICC) di Bogor pada 19 Agustus sampai dengan 22 Agustus 2008 adalah bertambahnya Fakultas Kedokteran Hewan se Indonesia yang semula 5 menjadi 8.

Tambahan 3 FKH itu adalah di Universitas Brawijaya Malang, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, dan Universitas Nusa Tenggara Barat.

5 FKH terbaru adalah di Universitas Syahkuala Banda Aceh, Institut Pertanian Bogor di Bogor, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Universitas Airlangga Surabaya, dan Universitas Udayana Denpasar.

Infovet menganggap alamat 8 FKH dari 8 universitas tersebut penting untuk diketahui pembaca sebagai berikut:

Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syahkuala
Banda Aceh- NAD 23111 Telp : 0651 - 51977 Fax:0651 - 54208

Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
. Agatis, Kampus IPB Darmaga, Bogor. Telp : 0251 - 629469, 629470, 629471 Fax:0251 - 629459, 629460
Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Gajah Mada
Jl. Olah Raga, Karang Malang
Yogyakarta 55281
Telp :0274 - 7480307
Fax:0274 - 560861

Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga

Kampus C, Unair
Mulyorejo - Surabaya 60155
Telp : 031 - 5993016, 5992785
Fax:031 - 5993015

Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana
Jl. Kampus Bukit Jimbaran
Denpasar-Bali 80364
Telp : 0361 - 701808
Fax:0361 - 701808

Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Jl. Veteran - Malang 65145 Jawa Timur

Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya

Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Nusa Tenggara Barat
Kampus FKH - Universitas Nusa Tenggara Barat Jl. Tawak-tawak - Karang Sukun Kota Mataram NTB

Kiranya dengan bertambahnya FKH se Indonesia tersebut, dunia kedokteran hewan di Indonesia semakin maju. (YR)

Penyakit Pernafasan Ternak Ada Apa?


Penyakit Pernafasan Ternak Ada Apa?


AI masih merajalela? Menyilih bentuk menjadi berbagai model? Ada apa sebenarnya? Bagaimana dengan penyakit pernafasan? Bukankah AI juga penyakit pernafasan?

Peternak punya beberapa sikap yang tampak dari investigasi di lapangan. Ada yang tenang-tenang saja karena tahu perbedaan jelas antara AI dengan penyakit-penyakit pernafasan yang lain. Ada yang khawatir itu benar-benarAI!
Yance Peternak ayam petelur di Krian Sidoarjo berpendapat sebetulnya mungkin sudah sedari dulu penyakit AI itu ada, namun karena terbatasnya pengetahuan, maka baru ketahuan keberadaannya.

Ia pun mengaku peternakannya tidak pernah dijamah AI ini. Keyakinannya bahwa itu bukan AI sangat mudah dipahami, ternyata peternak ini mempunyai pengalaman panjang semenjak ia beternak sejak 1970-an yang merupakan bisnis melanjutkan yang telah dikerjakan orang tuanya yang semula adalah slep padi pada tahun 1963.

Sejalan dengan pengetahuannya akan berbagai penyakit ternak yang tentu sebagian besar didapat dari para petugas teknis kesehatan hewan yang melayani peternakannya, ia tetap waspada terhadap penyakit AI dengan melakukan vaksinasi secara teratur. Hal ini merupakan kewaspadaan yang sama terhadap penyakit-penyakit lain.

Untuk menyatakan bahwa penyakitnya merupakan penyakit pernafasan, bila penyebabnya karena virus, Yance mengatakan tidak ada tanda yang khas seperti ngiler atau ngorok.

Namun bila penyebabnya bakteri, ia mengatakan ada tanda hidung meler, juga bisa ada darah.
Pada saat pergantian musim seperti sekarang, ketrampilan mengamati kelainan penyakit pada ayam sangat penting. Umumnya ayam menderita ngorok. Kebanyakan penyakit tanda pertama kali memang mengorok ini.

Selanjutnya, manifestasi dari gangguan pada tubuh ayam dengan gejala ngorok itu, bila gangguannya pada pernafasan, muncul penyakit karena bakteri seperti CRD, pada pencernaan muncul Kolera juga karena bakteri.

Karena air yang tidak sesuai kaidah kesehatan, bisa memunculkan penyakit bakteri Kolibasilosis yang selanjutnya bisa mengarah kalau pencernaan terjadi Kolera, kalau manifestasinya pernafasan timbul CRD tadi.

Deret Ukur dan Deret Hitung
Mengamati tipe kematian ayam juga sangat penting. Menurut Yance, bila kematiannya merupakan deret ukur, dengan kematian cepat dan sangat banyak, itu pertanda penyebab penyakitnya adalah virus.

Sedangkan bila penyebabnya bakteri, tipe kematian merupakan deret hitung, tidak sebanyak dan secepat kematian karena virus!

Sesudah itu, untuk memastikan penyakit yang menyerang, perlu dilakukan bedah bangkai.
Misalnya setelah tahu kematian karena virus ND ganas yang sangat cepat sekali kematiannya, yang hampir sama dengan kematian karena AI, keduanya dapat dibedakan dengan mengamati kelainan pada ayam.

Berdasar pengalaman Yance, kelainan tubuh ayam karena AI sangat spesifik, yaitu kulit bercak-bercak kebiruan, kaki ada perdarahan seperti orang kerikan karena masuk angin. Badannya gosong kebiru-biruan, sedangkan tulang kering seperti tergores.

Yance mengungkap perbandingan, "Pada beberapa penyakit ada perdarahan dada."

Dengan pengalamannya, begitu tubuh ayam dibuka, Yance mengaku peternak bisa langsung melihat keainan penyakitnya. Bila dengan bedah bangkai ini masih membingungkan, baru diperiksa di laboratorium.

Dari Gumboro ke AI

Sementara itu H Asikin SH MH dari PT Paeco Agung Surabaya mempunyai pengalaman di daerah Jawa Timur, ia menjumpai peternakan-peternakan di Blitar dan Tulungagung, yang semula ayamnya terserang Gumboro dan Coriza, selanjutnya terjadi komplikasi dan mengakibatkan kematian bertambah.

Semula peternak beranggapan itu adalah penyakit Gumboro dengan kematian 50 persen. "Sebetulnya bukan Gumboro saja, tapi juga disertai dengan masuknya Coriza, dan selanjutnya juga muncul gejala-gejala AI," katanya.

Yang diserang adalah ayam petelur umur 28-35 hari. Saat itu peternak bingung, program yang baik di satu peternakan dilanjutkan dengan program-program yang terus berkembang ternyata tidak dapat menghambat kasus yang sering muncul.

Pada saat itulah ditanyakan vaksinasi Gumboro tiga kali atau lebih? Menggunakan vaksin strain hot/ ganas? Menurut Asikin, selama ini ada pakar yang menyatakan strain hot cukup beresiko diberikan, tapi distributor vaksin menegaskan selama cara vaksinasi benar, menggunakan vaksin hot tidaklah menjadi masalah dan tidak bermasalah.
Diceritakan, umumnya yang terserang Gumboro masih menggunakan dua kali vaksinasi. "Kasus-kasus baru yang ditemui di beberapa tempat seperti itu," tegas Asikin. Dengan demikian terdapat gambaran antara berbagai penyakit yang ada dan penyakit pernafasan yang menjadi sorotan kali ini. (Yonathan Rahardjo)

KEMBALI KE... BIOSECURITY!

Infovet

KEMBALI KE... BIOSECURITY!


Sebagaimana umumnya, masyarakat peternakan berpendapat biosecurity sangatlah penting. Lebih-lebih saat merebaknya kasus Avian Influenza yang luar biasa, biosecurity menjadi primadona dan di mana-mana menjadi sangat diperhatikan secara ketat.
Namun sayangnya, sesal Drh Roeslan Isdiyanto dari PT Agro Makmur, “Bangsa ini merupakan bangsa pelupa, melakukan biosecurity yang bagus pada saat ada ancaman. Namun begitu ancaman berlalu, perilakunya kembali seperti semula.”
Padahal, menurutnya, sarana dan prasarana menjadi efektif atau tidak tergantung tingkat biosecurity. “Efektivitasnya tergantung tantangan di lapangan dan dipengaruhi kualitas biosecurity,” tegas Drh Roeslan.
Berbicara tentang biosecurity, Drh Ratriastuti dari PT Primatama Karya Persada Divisi Layer mengatakan, ingatan kita biasanya langsung lari kepada desinfeksi, sanitasi di kandang/farm dan ragam jenis desinfektan. Seringkali kita terpaku dan terjebak hanya pada tataran ini saja, yaitu proses semprot menyemprot desinfektan, pemusnahan rodensia dan vektor lain. Sesungguhnya masih ada hal pokok lain yg harus kita pikirkan. Desinfeksi dan sanitasi hanya merupakan salah satu bagian saja dari konsep biosecurity.

3 Tingkatan Biosecurity
Lebih jauh, lanjut Drh Ratri, biosecurity/keamanan biologik merupakan sebuah program komprehensif, meliputi sebuah hierarki yang terdiri dari 3 tingkatan penting yang tidak bisa dipisahkan, yang harus dilakukan untuk mencegah masuknya agen patogen dan penyebaran penyakit di kandang/peternakan.
Untuk pelaksanaannya di lapangan, proses ini memerlukan pendekatan yang terstruktur, yaitu perencanaan usaha, pemilihan lokasi sumber daya, pelaksanaan di lapangan, pengendalian serta pengawasannya.
Pada dasarnya, tuturnya, konsep biosecurity berbagai macam peternakan sama, yaitu terdiri dari 3 tingkatan itu, yaitu:

1. Tingkat I (Biosecurity Konseptual)
Ini merupakan dasar dari biosecurity. Pada tataran ini meliputi aspek pemilihan lokasi usaha petrenakan di suatu daerah yang bertujuan untuk memisahkan jenis atau umur unggas yang sama, sehingga akan menghindari kontak hewan yang kita piara dengan hewan liar/hewan lain.
Selain itu penempatan lokasi peternakan yang tidak jauh dari jalan umum dan fasilitas pelayanan lain seperti kalau peternakan ayam, dekat dengan penetasan telur, pabrik pakan, dan RPA (Rumah Potong Ayam). Lokasi sebaiknya jauh dari danau atau saluran air dan juga perlintasan migrasi burung-burung liar.
Dalam pemilihannya kita juga harus memikirkan implikasi pemeliharaan hewan yang umurnya tidak sama. Ini untuk menghindari rolling infection dari hewan tua ke hewan muda atau sebaliknya.

2. Tingkat II (Biosecurity Struktural)
Pada tingkatan ini berhubungan dengan tata letak peternakan. Ini menyangkut beberapa hal, di antaranya:
- Pemagaran kawasan peternakan agar tidak dilintasi oleh orang dari luar.
- Pemagaran areal kandang dengan pintu pengaman untuk meminimalisir masuknya hewan lain dan berpindahnya/melintasnya operator ke kandang lain.
- Ketersediaan air bersih dan bebas agen patogen, dan adanya treatment terhadap air yang akan dikonsumsi (dengan klorin, peroksida atau lainnya)
- Adanya fasilitas pelayanan perusahaan yang memadai seperti kantor, gudang (pakan, obat, dan peralatan), kamar ganti pakaian dan kamar mandi.
- Adanya supali air dan listrik yang cukup dan tempat yang representatif untuk desinfeksi kendaraan yang keluar masuk lokasi farm. (adanya car dip dan sprayer di pintu gerbang masuk farm)
- Adanya jalan yg baik, aman dan dipagari untuk memudahkan pembersihan dan pencegahan penyebaran penyakit.
- Adanya tempat khusus untukpemusnahan bangkai (disposal pit)
- Lokasi yang aman untuk tempat pakan, peralatan, litter di tempat yang terpisah dari kandang untuk mencegah kontaminasi.

3. Tingkat III (Biosecurity Operasional)
Tataran ini merupakan prosedur manajemen dan kegiatan/rutinitas untuk mencegah kejadian dan penyebaran penyakit di suatu farm (termasuk di antaranya proses pembersihan, desinfeksi dan sanitasi kandang/farm).
Dari ketiga tingkatan level ini yang paling fleksibel dan bisa diubah sewaktu-waktu disesuaikan dengan kondisi pada saat itu. Pada tingkatan ini harus ada petunjuk operasional yang jelas tentang:
- Prosedur rutin yang harus dilakukan dan disertai perencanaan jika ada hal-hal tak terduga seperti wabah penyakit, dan lain-lain dan disiapkan untuk setiap jenjang manajemen dari manajer, supervisor, operator dan tamu.
- Prosedur standar harus diarahkan untuk pelaksnaan dekontaminasi, desinfeksi setelah kandang kosong; juga penyimpanan, pencampuran dan aplikasi pemberian vaksin dengan berbagai cara pemberian yang berbeda.
- Prosedur khusus yang diterapkan pada saat memasuki dan meninggalkan farm untuk setiap karyawan dan tamu.
- Pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah kontak dengan hewan lain (unggas eksotik, ayam kampung) untuk farm ayam.
Dengan menerapkan 3 tingkatan biosecurity tersebut secara baik dan benar diharapkan akan mencegah dan meinimalisir masuknya agen patogen dan penyebaran penyakit dari luar lokasi usaha ke ternak kita.

Biosecurity Sektor 1, 2, 3 dan 4
Drh Wahyu Suhadji Direktur PT Rajawali Utama Biosecurity mengungkapkan peternakan sektor 1 (peternakan besar/pembibitan), 2 (peternakan skala menengah), 3 (peternakan skala kecil), mempunyai biosecurity yang relatif mantap. Sebab, hidupnya peternakan sektor ini memang dari keamanan hayati ini. “Ibaratnya, biosecurity ini memang piring dari peternakan dan kehidupannya, sehingga kalangan ini bersikap lebih all out (habis-habisan) dalam menerapkan biosecurity,” tuturnya.
Namun sebaliknya, pemeliharaan ternak di sektor 4 (di belakang/pekarangan rumah) jadi biang keladi penyebaran penyakit, dengan perilaku biosecurity asal-asalan. Bahkan menurutnya, kandungan zat-zat yang dipakai untuk tindakan biosecurity tidak diketahui dan tidak jelas kualitasnya.
Sehingga: “Pelaksanaan biosecurity di sektor 4 tidak bisa diandalkan, karena pelaksananya lebih mengejar proyek,” kritik Wahyu Suhadji seraya menambahkan dari paradigma dokter hewan, tindakan biosecurity mereka tidak memenuhi syarat.
Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perunggasan Sulawesi Selatan ini mengungkapkan dengan adanya kasus AI, semua ada hikmahnya, terutama untuk meningkatkan kebersihan dan kewaspadaan.
Namun menurut Wahyu Suhadji biosecurity dipengaruhi oleh keadaan produksi. “Bagaimana biosecurity bisa optimal bila hasil produksinya rugi,” katanya seraya memberikan contoh kondisi di Sulawesi Selatan yang harga produksi peternakan terpuruk.
Ceritanya, harga telur nasional yang mencapai lebih dari Rp 10.000 per kilogram tidak mencerminkan harga baik bagi Sulawesi Selatan yang hanya mencapai 9300 per kilogram.
Sementara di tingkat pemasok, harga tempat lain menyentuh Rp 8500 per kilogram, di Sulawesi Selatan masih Rp 8000 per kilogram. “Padahal titik impas balik modal di Sulawesi Selatan lebih tinggi dibanding daerah lain,” resah Wahyu Suhadji.
Menurutnya, pengelolaan biosecurity pada peternakan sektor 3 pun terkesan asal-asalan dan dipengaruhi harga. Bilamana harga turun sehingga pemasukan pun turun, maka pemberian biosecurity pun melemah.
Apalagi sektor 4, pelaksanaan biosecurity lebih tidak fokus. Juga dalam hal vaksinasi yang menurutnya relatif menyalahi prinsip-prinsip kesehatan hewan.
Tergantung jumlah ayam yang sedikit di sektor 4, vaksinasi yang menggunaan sediaan vaksin yang mestinya digunakan untuk kurang lebih 200 dosis, pemilik ternak hanya membutuhkan menerapkan 10, 5, bahkan 2 dosis saja. Oleh karena tingkat mobilitas vaksinator, pelaksanaan vaksinasi pun menjadi tidak steril.
Lanjutnya, pelaksanaan biosecurity pada sektor 1, 2 dan 3 cenderung sama. Terkendalinya apapun dan siapapun yang masuk dan keluar kandang dan lokasi peternakan tergantung pada tingkat biosecurity yang lebih ketat.
Dilihat dari derajadnya, penerapan biosecurity pada peternakan 1 dan 2 hampir sama. Pernah berkunjung ke peternakan sektor 1 dan 2 bersama dokter ahli paru, dokter manusia itu terkesan dengan ketatnya perlakuan biosecuritynya yang lebih ketat dibanding biosecurity di rumah sakit.
Kalau di rumah sakit untuk manusia, pemakaian baju laboratorium hanya dilakukan saat operasi. Sedangkan pada peternakan sektor 1 dan 2 baju laboratorium pun dikenakan dengan terlebih dulu mandi dengan desinfektan, pencelupan berdesinfektan, sepatu kandang yang steril dan lain-lain. Pengambilan kebijakan superketat semacam ini sangat baik.
Sektor 3 masih sudah melibatkan peternakan sektor kemitraan. Sedangkan sektor 4 melibatkan perkampungan dengan kandang ayam di dalam kampung. Masalah burung liar sangat mempengaruhi kondisi biosecurity-nya.
Peternakan sektor 1, 2 dan 3 umumnya adalah peternakan kemitraan atau terintegrasi. Kebutuhan obat dipenuhi oleh korporasi atau perusahaan integrasi masing-masing. Sehingga menurut Drh Wahyu Suhadji, di luar kemitraan obat hewan relatif sulit masuk.
Sementara di luar, pada pasar perdagangan obat hewan di kalangan peternak, banyak beredar obat-obat liar tanpa registrasi dan lain-lain syarat yang tidak dipenuhi. Pelakunya kebanyakan bukan anggota ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia).
Dengan situasi yang mengkhawatirkan ini, Drh Wahyu Suhadji yang juga Pengurus ASOHI Daerah Sulawesi Selatan memberi masukan kepada ASOHI Nasional supaya lebih intensif dalam membantu dan mempedulikan permasalahan yang muncul di lapangan ini.
Dalam kaca matanya, saat ini peternak sudah jadi buruh di kandang semdiri. Sedangkan peternakan sistem kemitraan bagi sebagian peternak lebih berkonotasi berbagi resiko.

Sektor 1, 2, 3 dan 4 Agak Beda
Drh Suhardi, Manajer Produk PT Sanbe Farma Bandung mengungkapkan penekanan biosecurity pada peternakan sektor 1, 2, 3 dan 4 agak beda. Menurutnya pada sektor 1, pihak luar termasuk petugas pelaksana teknis dari perusahaan obat hewan tak bisa ikut campur. Karena, ke dalam peternakan, penanganannya lebih baik, siapapun yang masuk selalu harus disemprot dan seterusnya.
Pada sektor 2, biosecurity yang ketat masih dijalankan peternak-peternak besar. Peternak kecil hingga menengah ada yang menjalankan ada yang tidak. Menurun berbeda dengan kondisi tahun 2004 saat ada wabah AI.
Apalagi sektor 3, peternakan kecil dengan populasi ayam 1000-2000 ekor, tidak menjalankan biosecurity sebagaimana lazimnya di mana orang yang masuk peternakan disemprot dan lain-lain.
Biosecurity pada peternakan sektor 4 tergantung tindakan penduduk dan publik awam yang mengetahui dan sadar biosecurity.
Dalam rangka pendidikan berkesinambungan Drh Suhardi mengaku perusahaannya aktif melakukan penyuluhan peternakan tentang pentingnya biosecurity terhadap semua penyakit bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain. Baginya, biosecurity bukan hanya antisipasi, namun merupakan ujung pangkal dari semua.
Dengan biosecurity, di kandang/area peternakan dicegah jangan sampai ada banyak kutu, sebab kutu dapat mengundang burung. Termasuki untuk itulah, kita menjaga kebersihan kandang.

Berkiblatlah pada Biosecurity Sektor I
Menurut Drh Andi Wijanarko dari PT Pimaimas Citra, pada peternakan sektor 1, peternakan pembibitan/skala besar, biosecurity diterapkan sungguh luar biasa ketat. Siapa yang masuk kandang harus mandi dulu. Masuk lebih ke dalam, mandi lagi.
Namun begitu, meskipun sudah diterapkan sistem closed house, dilakukan desinfeksi,dan berbagai tindakan biosecurity lain, bibit penyakit masih bisa tembus, hal ini menimbulkan pertanyaan letak kesalahannya di mana.
Untuk mengetahui jawabnya, bukan hal yang mudah, apakah karena faktor desinfektan kurang kuat atau terdapatnya celah yang bolong.
Untuk manajemen yang baik, harus konsisten bila ada orang masuk harus disemprot. Jangan kendorkan sanitasi dan biosecurity, minimal pola pada sektor-sektor 2, 3, dan 4 mengikuti pola sektor 1. Syukur-syukur ada pakaian ganti. Dan, teknisi obat hewan merupakan salah satu sumber penularan.Intinya, kuncinya tetap di manajemen. Di dalamnya termasuk mencegah orang kandang keluar masuk tanpa desinfeksi. Harus diingat, pemberian pakan pun jangan sampai tumpah. Sanitasi dan desinfeksi pada sektor 2, 3 dan 4 mesti berkiblat pada sektor 1.
Soal biosecurity terkait ini, bagi Drh Andi merupakan hal sangat penting. Menurutnya, banyak kasus AI yang pihak-pihak tidak mau mengungkap. Pertimbangannya kompleks, dan untuk kesahihan pelaporan membutuhkan ahli dan alat uji. Sehingga kalangan peternakan jelas dalam menyikapi pencampuran virus yang mungkin sudah berubah dan lain-lain kondisi dimana banyak terjadi penyelundupan misal penyelundupan ayam dan bebek dari Malaysia, Brasil yang sudah terbongkar. Supaya, kondisi peternakan ada vaksinasi dan sanitasi peternak membaik.
Kini, angka kematian unggas memang tidak sederas tahun 2003. Namun dengan gejala-gejala yang terungkap oleh beberapa praktisi di artikel terdahulu peternak tetap merasa itu AI. Bahkan Madiun yang dulu kasusnya sepi, sekarang AI-nya positif dengan gejala yang tidak jelas. Jangan dimusnahkan.
Dengan demikian makin jelas benang merah antara Biosecurity dengan AI. Kita pun mesti gagah menghadapi. (YR)

PROYEK MONITOR AI UNTUK KEBIJAKAN TEPAT

Fokus Edisi 169 Agustus 2008

PROYEK MONITOR AI UNTUK KEBIJAKAN TEPAT


(( Sangat terasa betapa tidak main-mainnya proyek ini. Keberhasilan dari proyek ini jelas didambakan oleh segenap masyarakat dan bangsa Indonesia. ))

Dalam rangka memonitor perkembangan dinamika virus Avian Influenza di Indonesia untuk menentukan kebijakan pengendalian yang tepat, Pemerintah Indonesia telah bekerjasama dengan FAO/OIE.

Program yang dijalankan sejak Oktober 2007 sampai September 2008 itu bernama ‘Monitoring AI Virus Variants in Indonesia Poultry and Defining an Effective and Sustainable Vaccination Strategy’ yang dapat diartikan Monitor Varian-varian Virus AI di Indonesia pada unggas dan menentukan strategi vaksinasi yang efektif dan berkelanjutan.

Hasil perkembangan dari program yang dikenal sebagai Proyek OFFLU tersebut telah dipaparkan pada 19 Juni 2008 di Ruang rapat Dirjennak di Jakarta melibatkan mitra dari Proyek OFFLU (OIE/FAO Animal Influenza Network), kontributor Proyek OFFLU, dan partisipan lain pertemuan terbuka Proyek OFFLU.

Acara dipimpin oleh Dr Elly Sawitri Siregar Koodinator Control Monitoring Unit (CMU) atau Unit Pengendalian Penyakit AI Direktorat Jenderal Peternakan, dan Gwen Dauphin. Lalu pendahuluan dan perkembangan Proyek OFFLU disampaikan oleh Gwenaelle Dauphin dari FAO focal point Roma.

Kemudian masuk pada review proyek meliputi hasil utama dan hasil dari tiap bagian proyek. Saat itulah Frank Wonk seorang ahli biologi molekular dari AAHL (Australian Animal Health Laboratory) menyampaikan keseluruhan hasil dari karakterisasi virus.

Dilanjutkan dengan materi perkembangan di AAHL oleh Peter Daniels dari AAHL, Deputy Director CSIRO Livestock Industries. Lantas perkembangan di SEPRL/ kartografi antigenik di Erasmus oleh David Swayne dari SEPRL (SouthEast Poultry Research Laboratory) USDA alias Kementrian Pertanian Amerika Serikat.

Selanjutnya materi koleksi isolat di Indonesia dan pengiriman ke AAHL oleh Dr Ronald N Thornton seorang ahli epidemiologi FAO di Jakarta. Selantasnya materi akselerasi koleksi isolat lapangan menueur sistem PDSR disampaikan oleh Eric Brum kepala advisor teknik PDSR juga dari FAO di Jakarta.

Hasil terkini dari penilitian di Bbalitvet (Balai Besar Penelitian Penyakit Veteriner) Bogor diampaikan oleh Drh Indi Dharmayanti MS.

Adapun materi tentang metodologi berupa biaya vaksinasi dan efektivitas biaya disampaikan disampaikan oleh Jonathan Rush seorang ahli ekonomi sosial dari FAO di Roma. Sedangkan materi tentang metodologi yang dianjurkan dan diskusi database disampaikan oleh Mia Kim seorang ahli informasi matematik biologi OFFLU dari FAO Roma.

Selanjutnya materi tentang metodologi mengapa vaksin reverse genetik digunakan di Indonesia disampaikan oleh David Swayne dari SEPRL, USD dan Gwenaelle Dauphin seorang focal point OFFLU dari FAO Roma tadi.

Inti dari diskusi meliputi hasil diskusi, koleksi isolat, berbagi pengalaman, persoaln-persoalan vaksin baru berupa starin, subtipe, paten, registrasi, produksi vaksin baru, pengembangan kapasitas, kolaborasi privat/publik, dan perspektif proyek ini.

Di situ tampak betapa permasalahan AI di Indonesia telah menjadi kepedulian dunia Internasional melibatkan berbagai ahli dari berbagai disiplin ilmu. Juga melibatkan lembaga-lembaga dari dalam dan luar negeri yang berkompetan serta punya legitimasi keilmuan maupun politis. Dengan dana-dana yang juga tidak sedikit agar proyek ini berjalan lancar.

Tampak pula bahwa kekayaan isolat virus AI Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi seluruh institusi dari berbagai lembaga dari berbagai negara dan lembaga internasional seperti FAO yang merupakan lembaga pangan PBB. Dengan demikian terjadi berbagai kemungkinan penggunaan isolat virus AI yang bila tidak dikelola secara adil dapat menyebabkan berbagai masalah politis, ekonomi maupun ilmiah.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh pejabat-pejabat berbagai lembaga pemerintahan dan berbagai institusi non pemerintahan. Tampak di antara daftar undangan pejabat itu adalah pejabat yang bermasalah melanggar hukum yang menyebabkan negara kehilangan uang 19 Milyar Rupiah untuk pengadaan Rapid Test AI yang tidak bisa digunakan.

Dengan mengamati berbagai pembicaraan dan diskusi yang berkembangan serta pemaparan materi oleh semua narasumber, sangat terasa betapa tidak main-mainnya proyek ini. Keberhasilan dari proyek ini jelas didambakan oleh segenap masyarakat dan bangsa Indonesia. Sangat tidak dibenarkan terjadi penyelewengan dalam bentuk apapun apalagi menilap uang rakyat sementara bangsa ini sangat membutuhkan berbagai cara untuk mengatasi masalah AI.

Salah satu cara itu adalah dengan proyek dengan dana dari berbagai lembaga internasional ini agar Indonesia dan dunia berhasil mengatasi masalah Avian Influenza sebagaimana tema yang diusung ‘Monitor Varian-varian Virus AI di Indonesia pada unggas dan menentikan strategi vaksinasi yang efektif dan berkelanjutan’. (YR)

Musim Penghujan, Pakan dan Ayam Kerdil



Fokus Majalah Infovet Edisi 162 Januari 2008

Musim Penghujan, Pakan dan Ayam Kerdil


Narasumber Infovet menyampaikan sekitar Oktober 2007 serangan ayam kerdil juga bisa terjadi di ayam pullet, dengan besar kasus 5 persen dari polulasi. Akibatnya berat badan ayam cuma separo dari berat badan ayam normal bahkan ada yang kurang. Diduga terjadi serangan Runting and Stunting Syndrome, di mana dari hasil pemeriksaan terdapat virus Reo-nya.

Kasus kekerdilan pada ayam broiler juga banyak, tidak tergantung strain atau bangsa ayam. Bagaimana pengaruh musim penghujan dengan kejadian kasus ayam kerdil ini?

Pada saat musim penghujan ini kasus penyakit yang terjadi adalah penyakit-penyakit yang terkait dengan pencernaan dan pernafasan. Menurut narasumber Infovet sendiri, Penyakit ayam kerdil sendiri dapat terjadi oleh berbagai sebab. Bisa karena pencernaan terkait dengan pakan, serangan virus Reo, dan bibit ayam pada waktu masih muda.

Untuk itu untuk mengetahui kejadian dan penanggulangan kasus ayam kerdil, perlu: "Dicek dari hulu sampai hilir," kata narasumber Infovet.

Bilamana menjumpai ayam kerdil di peternakan, narasumber Infovet menyatakan ayam tersebut perlu dimusnahkan, agar tidak menyebabkan kerugian lebih lanjut. Contoh kasus pada peternakan ayam pullet tersebut, kejadian ayam kerdil pada ayam umur 2-3 minggu berat badan ayamnya hanya 2-3 ons.

Musim Penghujan dan Pakan

Sudah tentu terkait dengan pakan yang harganya mahal, ayam yang kondisinya demikian jelas merugikan, maka ia menganjurkan ayam yang tidak normal tersebut dimusnahkan atau dimatikan saja, dibakar dan dikubur.

Sebagai langkah pencegahan terkait dengan kondisi pakan yang harganya mahal, di Blitar, narasumber Infovet mengatakan peternak di wilayah ini banyak yang menunda masuknya DOC, meski akhirnya tetap masuk.

Adapun banjir yang terjadi di mana-mana banyak menyebabkan terputusnya jalan dari satu wilayah ke wilayah lain. Misalnya narasumber Infovet yang sedang dalam perjalanan ke peternakan di Klaten di jalan di atas bengawan Solo yang airnya naik meluber di jalan-jalan, menegaskan perhubungan yang putus karena banjir ini berpengaruh secara nyata pada pengiriman ayam dan sarana produksi peternakan yang lain termasuk pakan.

Dengan sendirinya bilamana pasokan pakan terhambat, merupakan faktor yang sangat serius bagi perkembangan ayam pada masa pemeliharaan.

Di samping itu, kaitan antara musim penghujan dan pakan adalah pada soal kualitasnya dengan kualitas pakan. Bahkan, musim penghujan selalu sangat erat kaitannya dengan kualitas pakan ini.

Jamur pada musim penghujan begitu mudah tumbuh dan berbiak di mana-mana, termasuk pada pakan, bisa menyebabkan mikotoksikosis yang ujung-ujungnya juga mampu menyebabkan kekerdilan.

Adanya kandida, jamur, khamir, pada tembolok bisa menyebabkan malaborpsi. Dulu terjadi pada broiler, kini pun terjadi pada layer pada masa pemeliharaan dara. Pertumbuhan terhambat, masa produksi lambat umur. Secara patologi anatomi ada, terjadi malabsorpsi, rusaknya usus, pakreas, terjadinya proventrikulus. Demikian narasumber Infovet.

Lingkungan dengan turun hujan secara terus-menerus, menyebabkan kadar Oksigen turun drastis, terutama di daerah pegunungan, dan kurangnya pemanas. Hal ini pun bisa terjadi pada hacthery (penetasan) yang juga dapat ikut ambil bagian.

Ketika cuaca sungguh tidak beraturan, hujan dan panas, kondisi ini menyebabkan kelembaban, suhu, level oksigen dan CO2 menjadi sangat sulit untuk diatur dan dikendalikan di dalam hatchery.

Padahal kita ketahui: Embrio modern sangat rentan dalam hal kebutuhan oksigen. Jelas tercukupi atau tidaknya O2 ini sangat mempengaruhi aktivitas ayam termasuk dalam kegiatan makan," kata narasumber Infovet.

Dengan demikian kita bisa menarik benang merah antara musim penghujan, pakan dan kekerdilan. Apalagi ternyata, aktivitas makan dan pertumbuhan ayam sendiri yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada pertumbuhan ayam sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut di bawah ini sesuai dengan problem faali ayam.

“Brooding”

Ketika akhirnya peternak memutuskan memasukkan DOC, untuk persiapan kedatangan DOC, persiapan brooding harus sudah siap meliputi chick guard, pemanas, tirai dalam, tirai luar, tempat pakan, tempat minum, bila kandang panggung maka seluruh lantai harus ditutup. Cick guard berdiameter 3 m untuk 750 ekor. Pemanas dinyalakan 2 jam sebelum DOC datang.

Perhatikan suhu brooding setiap saat terutama pada dini hari saat suhu terdingin yaitu sekitar jam 2 malam/pagi, dan pada siang hari saat suhu terpanas yaitu antara jam 11-14.

"Bila kontrol suhu dapat dilakukan dengan baik maka anak ayam akan merasa nyaman. Tidak terlalu panas atau dingin sehingga dapat makan dan minum dengan baik," tutur narasumber Infovet.

Untuk mengatasi permasalahan kekerdilan pada ayam dengan kondisi lingkungan sangat dingin, pemanas harus kuat betul. Pada dua minggu pertama suhu brooding paling rendah 29 derajat Celsius, paling tinggi 35 derajad Celsius.

Itu pada minggu 1, 2, dan 3. Sedangkan pada minggu ke 4, 5 dan 6 suhu sebesar 33 derajad Celsius. Hal tersebut dengan catatan tidak ada fluktuasi suhu yang terlalu tinggi. Demikian anjuran narasumber Infovet.

Yang penting adalah kepekaan terhadap suhu. Usahakan ada termometer untuk setiap kandang. Kalau tidak ada, dapat gunakan tubuh peternak sebagai patokan dan atau melihat pola penyebaran anak ayam yang merata saat itu. Peternak harus tahu kapan mengatur suhu brooding dan kandang.

Perlu diingat, kondisi brooding mempengaruhi penyerapan kuning telur. Bila suhu terlalu panas, kuning telur akan menjadi kering. Sebaliknya bila terlalu panas, saluran kuning telur akan menyempit. Keduanya akan menyebabkan kuning telur menjadi tidak sempurna.

Padahal, dalam kuning telur selain terdapat cadangan makanan, vitamin, hormon, juga sumber kekebalan yang diturunkan dari induk. Bila kuning telur tidak terserap sempurna akan ada masalah kesehatan anak ayam.

“Hal itu penting untuk menjaga kekebalan anak, sebab apabila kekebalan yang diwariskan dari induk lemah, bisa menyebabkan ayam mengalami gagal pertumbuhan dan rentan sakit,” papar narasumber Infovet.

Tirai

Penyesuaian tirai pun perlu dilakukan dengan rajin. Ada saatnya membuka, ada saatnya menutup, bahkan menutup rangkap. Dalam kondisi penuh hujan dan kabut dingin itu, untuk melindungi ayam di kandang-kadangnya, kandang butuh tirai tambahan.

Sayangnya, pada daerah-daerah yang dingin ini, biasanya tirai tidak dirangkap. Tirai rangkap sangat dibutuhkan pada kondisi ini.

Selanjutnya operator jangan teledor mengatur pemanas dan suhu sesuai kondisi dingin atau panas yang berubah-ubah. Untuk membantu kelemahan kedisiplinan ini ada solusi alternatif, yaitu pemanas atau brooder yang otomatis, yang dapat menyesuaikan dengan suhu yang ada dengan lampu yang kecil.

Hal ini dapat membantu mengatasi masalah pada pemanasan yang tidak otomatis, di mana pemanasan tidak mencukupi bila malam dingin, dan siang menjadi kepanasan.

Efek pemanasan yang tidak tepat ini berpengaruh terhadap tidak berhasilnya berat badan mencapai yang diinginkan. Demikian pula tentang pencahayaan, berpengaruh dalam jangka panjang secara nyata.

“Chicken Guard”

Selanjutnya, "Oksigenasi brooding jangan terlalu pengap," tegas narasumber Infovet. Kalau perlu dibantu dengan kipas angin. Syukur bisa diberikan suplai oksigen ke air minum walau belum diketahui betul pengaruhnya karena hal ini diambil pengalaman penerapannya untuk ikan, dan sekarang dicoba diterapkan pada ayam.

Artinya, jangan lupa memperhatikan kepentingan ventilasi ayam. Dengan melebarkan chicken guard, lebih cepat melebar hasilnya ventilasi lebih bagus. Pelebaran ini dilakukan mulai hari ke 5 sesuai pertumbuhan dan kepadatan kandang.

Litter

Adapun, sekam atau serutan yang akan digunakan sebagai litter sebelum digunakan dilakukan desinfeksi lebih dulu. Penggunaan alas koran minggu pertama agar pakan dapat disajikan sedikit demi sedikit dan selalu dalam keadaan segar.

Pastikan bahwa, litter atau alas kandang dalam kondisi yang baik. Litter yang basah, lembab dan menggumpal dapat meningkatkan resiko penyakit. Penggantian litter ini jangan dilakukan secara total, tetapi bertahap, litter yang basah dan menggumpal segera dikeluarkan dan diganti dengan yang baru.

Pada kandang panggung, sekam dikeringkan. “Litter setidaknya selama 2 minggu pertama harus kering dan steril, jangan sampai basah.”

Soal litter ini sangat vital, apalagi pada musim penghujan, jangan sampai litter itu menjadi sarang Reo. Pernah dijumpai litter ayam yang sangat kotor seperti lantai kandang bebek.

"Jangan litter yang seperti itu, litter setebal 20 cm pun, apalagi basah, tetap dapat menjadi tempat berbiaknya Reo." Apalagi, di daerah endemis yang selalu ada infeksi Reovirus, bila pelakuan terhadapnya tidak diterapkan secara ketat.

Olesi Pusar

Cara lain menghadapi hujan yang membasahkan adalah perhatian langsung pada ayamnya sendiri. Air basah dan litter lembab pada litter dapat langsung menyerang individu anak ayam. Seperti anak manusia yang bisa tersarang masuk angin, apalagi anak ayam yang lemah.

Ingat bagaimana kala anak-anak terserang masuk angin? Olesi pusar dengan minyak kayu putih. Kalau anak ayam? Olesi pusar dengan desinfektan.

Bila diketahui 5-10 persen dari jumlah anak ayam itu terdapat pusar basah, segeralah olesi dengan desinfektan, yang aman adalah dengan Iodine, untuk mencegah terjadinya ascites yang mendorong terjadinya kekerdilan.

Pada saat anak ayam umur sehari ini dilepaskan sebelumnya oleskan Iodine satu demi satu pada anak-anak ayam itu, baru dilepaskan satu per satu. Demikian narasumber Infovet.

Hal-hal begini peternak tidak melakukan, mengakibatkan hambatan pertumbuhan ayam sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan. Sebaliknya, "Kalau persyaratan dipenuhi kasus lambat tumbuh bisa diminimalisir. Persentase kejadian bisa dikurangi lebih kecil dari 5 persen,” urai narasumber Infovet.

Semakin jelas-lah benang merah antara musim penghujan, pakan dan kekerdilan. Sekaligus: cara kita menghadapi. (YR)

SIAPA YANG TERSERANG KERDIL?

Infovet

SIAPA YANG TERSERANG KERDIL?


Jenis ayam apa yang terserang kerdil? Bangsa atau strain apa? Bagaimana mengakomodasi kepentingan peternak dan pembibibitan dalam menyikapi kekerdilan yang nyata-nyata terbukti ada?

Inilah kenyataannya, penyakit ayam kerdil dijumpai terjadi pada ayam petelur (layer) dan (broiler). Demikian Drh Andi Wijanarko dari PT Pimaimas Citra.

Adapun, di wilayah Bandung dan Subang setidaknya, pada broiler (ayam pedaging) dan pada ayam layer (petelur). Demikian Drh Supandi dari PT Sanbe Farma tentang kondisi di wilayah kerjanya.

Dulu kekerdilan terjadi pada broiler, kini pun terjadi pada layer pada masa pemeliharaan dara. Pertumbuhan terhambat, masa produksi lambat umur. Secara patologi anatomi ada, terjadi malabsorpsi, rusaknya usus, pakreas, terjadinya proventrikulus. Pada layer dara tidak mencapai berat yang seharusnya. Alat reproduksi pun tidak berkembang, menjadi kecil dan atau belum besar seperti normalnya. Yang mestinya sudah belajar bertelur pada umur 16-17 minggu, mundur sampai umur 19-20 minggu baru belajar bertelur. Terjadi kerusakan digesti yang menganggu asupan pakan. Demikian Demikian Drh Lies Parede Hernomoadi MSc PhD dari Balitvet dan Drh Hernomoadi Huminto MS dari FKH IPB.

Menurut bangsa atau strain ayamnya, kasus ayam kerdil pun terjadi hampir di semua wilayah peternakan. Bukan bangsa ayam tertentu, tapi semua strain ayam. Demikian Drh Prabadasanto Hudyono dari PT Multibreeder Adirama Indonesia.

Relatif didapati pada rata-rata strain atau bangsa ayam yang ada, waktu kejadiannya tidak sama atau terus-menerus pada saat kedatangan anak ayam ke peternakannya. Kadang-kadang pada satu kali masa kedatangan DOC ada kasus kekerdilan pada suatu bangsa ayam, pada masa berikutnya belum tentu atau tidak ada. Demikian juga pada kasus pada bangsa ayam yang lain. Dengan demikian kasus kekerdilan praktis berasal dari pembibitan. Demikian H Nur ’Asyikin SH MH dari PT Paeco Agung Cabang Jawa Timur.

Penyebaran kekerdilan ini secara vertikal, dari induk. Jadi yang harus diperbaiki dari induknya. Karena saat DOC datang sampai lima hari datang itu sudah kelihatan di awal, tidak mungkin itu dari penularan dari luar. Dan itu makin kelihatan kalau berumur menjelang 3 minggu. Demikian Drh Anas Sudjatmiko dari PPUN.

Umur kecil belum kelihatan sebagai DOC berubah. Dulu ayam umur 5 minggu mempunyai berat 1,8 kg; sekarang umur 5 minggu berat badannya 2 kg. Pada induk ayam, dengan kemajuan teknologi dan penerapan rekayasa genetika, semakin tampak kelemahan-kelemahan yang makin terbuka untuk bisa muncul dan terjadi. Faktor-faktor kelemahan kekebalan tubuh muncul, ayam menjadi rentan penyakit, dan lain sebagainya. Demikian Drh Prabadasanto.

Secara Genetik Terbukti

Yang pasti dari hasil penelitian, ada jenis strain ayam yang peka infeksi Reovirus, ada pula yang tidak peka. Infeksi menyebabkan diare hebat, pertumbuhan broiler kelihatan terganggu pada pertumbuhan akhir. Seharusnya mencapai 1,6 kg, pertumbuhan akhirnya hanya 1,3 atau 1,4 kg. Demikian Dr Lies Parede Hernomoadi.

Anak ayam yang berumur 1-2 hari sangat peka terhadap uji Reovirus ini. Infeksi dini berakibat buruk. Infeksi pada anak ayam umur 1 minggu menyebabkan berat ayam 100-200 ngram. Infeksi lebih dari 10 hari beratnya bisa 1,3 kg padahal semestinya 1,6 kg. Infeksi pada umur 2-3 minggu bisa berakibat ringan di mana berat badan tidak tercapai. Demikian Dr Lies seraya memastikan tentang pentingnya seleksi genetik.

Akibat kepentingan untuk menghasilkan bibit ayam unggul yang begitu baik, konversi pakan baik, daging gemuk untuk broiler, produksi telur banyak untuk layer, dan sifat-sifat unggul lainnya, perbaikan genetik ayam indukan bibit dipacu begitu ’hebat’. Namun kadang, kondisi peternakan Indonesia ternyata relatif belum cocok dan terbaik untuk pemeliharaan ayam yang menjadi demikian rentan berbagai hal karena upaya perbaikan genetik itu. Biosekuritas, lingkungan, perkandangan, kedisiplinan, tidak mendukung, memudahkan Reo menyerang, dan terjadi kekerdilan. Demikian Dr Lies.

Maka kuncinya pada pembibitan saat ’mencipta’ ayam unggul itu, jangan peka terhadap Reovirus. Secara mikro, seleksi genetik pun dapat dilakukan. Begitu dilihat, dapat ditentukan kualitas genetik ayam bersangkutan, peka atau tidak terhadap Reovirus. Hal ini penyebab munculnya kekerdilan pada ayam ras tertentu pada kelompok kedatangan tertentu. Demikian Dr Lies.

Soal kepekaan berdasar genetik ayam itu dibuktikan peternak, Ahmad (bukan nama sebenarnya) yang memberikan perlakuan pemberian pakan terhadap ayam yang terganggu/ terhambat pertumbuhannya tidak berbeda, tidak ada perlakuan khusus. Dan kebetulan ayamnya berasal dari satu bangsa (strain) ayam, di mana perbedaan dengan strain lain meski perlakuan pemberian pakan sama tetapi hasilnya bisa berbeda. Belum dievaluasi secara menyeluruh sejarah kekerdilan di Legok Tangerang Provinsi Banten.

Peran Pemerintah Tugas Peternak

Terkait dengan asal penyebaran dari induk ayam yang berarti terkait dengan pembibitan, peternak melihat pemerintah dalam menangani kasus kekerdilan ini belum serius, ini dianggap sebagai kematian dari populasi tertentu. Padahal ini harus ditangani secara serius. Menurut peternak, pemerintah seharusnya aktif memeriksa di breeding-breeding farm (peternakan pembibitan) sehingga nantinya hasil kualitasnya lebih bagus. Namun sayang, ”Kontrol dari pemerintah dalam hal ini sangat kurang,” Drh Anas dari PPUN membuka kenyataan.

Peternak harus aktif melakukan pelaporan-pelaporan masalah kekerdilan ini kepada lembaga-lembaga peneliti, katakanlah ke Balivet, IPB. Peternak harus aktif melakukan itu dan chek and rechek supaya ada balance dari keadaan ini. Demikian Ketua Persatuan Peternak Unggas Nusantara ini.

Sehingga, ”Kita bisa mengklasifikasi breeding-breeding mana yang kualitasnya baik,” ucap Anas. Tentang upaya yang dilakukan oleh PPUN ia mengungkap, tiap bulan akan mengeluarkan informasi kepada anggota tentang pakan atau DOC berdasarkan urutan prioritasnya. Sehingga membuat pabrikan mau intropeksi.

Tangan Pembibitan

”Kemungkinan penyakit ini juga diakibatkan masalah vaksinasi,” ujar peternak ini. Apakah breeding sempat melakukan vaksinasi? ”Saya tidak tahu,” tukasnya. Yang dimaksud Anas adalah vaksinasi kekerdilan yang lazim dikenal sebagai vaksinasi Reo, virus salah satu biang kekerdilan. Lazimnya memang dilakukan di peternakan pembibitan, bukan peternakan komersial. Wajar bila vaksin Reo tidak dijumpai pada ayam komersial, seperti kata Drh Anwar (bukan nama sebenarnya) setidaknya pada lingkup wilayah kerjanya.

Di Jawa Timur, dilaporkan, Vaksinasi Reo tidak ada pada peternakan komersial. Tentu pada pembibitan pelaksanaan vaksinasi Reo sudah bagus diupayakan. Demikian Asyikin.

Anwar membenarkan, pemberian vaksinasi Reo ini diberikan pada peternakan pembibitan. Namun, disinyalir untuk penghematan biaya, di mana kasus AI begitu makan banyak biaya vaksinasi dan harganya mahal, vaksinasi cacar (Pox) dan Reo dikurangi, sehingga hal ini menggertak munculnya anak ayam yang mengalami kekerdilan pertumbuhan.

Yang paling merasakan dampaknya, peternak, yang menerima bibit ayam yang ternyata bibitnya berkasus kekerdilan. Halnya pihak pembibitan sendiri, menurut Anas, selama ini pihak pembibitan lebih bersikap pasif akhirnya menunggu laporan atau claim dari peternak. Sehingga peternak banyak dirugikan. Karena garansi atau jaminan tidak ada.

Ada yang disayangkan. ”Bonus pembelian dua ekor per box itu belum tentu jaminan. Mungkin mereka (pembibitan) tidak mau jujur. Mereka selama ini hanya mengejar keuntungan tanpa melihat kualitasnya. Yang baik adalah langkah seperti yang dilakukan teman saya, saat membeli begitu ada tanda-tanda kekerdilan langsung dikembalikan ke pabrikan,” protes Anas.

Menanggapi pernyataan tentang kejujuran ini, “Pihak pembibitan (breeding) haruslah jujur tentang kondisi bibit,” tegas Drh Yasin (bukan nama sebenarnya), seorang praktisi kepada Infovet. Menurutnya, peternak sendiri dapat mengamati keterkaitan dengan pihak bibit ini pada kondisi di lapangan. Apakah kala bibit ayam masuk kandang komersial pada tiga bulan tidak kena, selanjutnya apakah tiga bulan berikutnya lagi tidak kena kekerdilan atau menjadi kena. Sehingga ketahuan, mungkin itu karena faktor pakan, atau yang lainnya.

Respon terhadap claim peternak kepada pihak pembibitan ini, ada yang diganti dengan DOC untuk yang jumlahnya kecil. Sedangkan yang jumlahnya besar diganti dengan pakan. Ini diberikan oleh breeding-breeding tertentu. Breeder besar juga mau. Demikian H Nur ’Asyikin SH MH.

Sedangkan dari sisi breeder tentunya berhubungan dengan telur yang berasal dari flok muda, flok tua atau induk yang sakit. Demikian Drh Hany Widjaja, Technical Service Manager Alltech Indonesia.

Artinya, mari kita letakkan masalah kekerdilan dan pembibitan ini secara seimbang dan pada tempatnya. (AW, YR)

Makalah sebagai Pembicara

Tentang Veteriner

ada ekonomi VETERINER
ada politik VETERINER
ada VETERINER sebagai terjemahan bahasa Idonesia dari bahasa Inggris Veterinary
ada Masyarakat Kesehatan VETERINER
ada otoritas VETERINER
ada orang yang mengklaim VETERINER adalah domainnya sehingga merasa harus berkuasa atasnya.

apakah VETERINER itu?

ada orang bilang VETERINER adalah segala hal tentang hewan dan penyakitnya

padahal, VETERINER yang dalam bahasa Inggris Veterinary, menurut kamus Inggris ke Indonesia, veterinary adalah berkenaan dengan penyakit hewan


Jadi orang yang mau memperjuangkan otoritas VETERINER berarti memperjuangkan segala hal yang berkenaan dengan penyakit hewan itulah maka VETERINARIAN dalam bahasa Indonesia disebut sebagai orang yang ahli tentang segala hal yang berkenaan dengan penyakit hewan yang sudah tentu untuk disembuhkan alias DOKTER HEWAN.

lalu apa makna ekonomi veteriner, politik veteriner, kesehatan masyarakat veteriner dll itu? jelas semua terkait dengan ekonomi, politik, kesehatan masyarakat veteriner yang bersebab akibat oleh VETERINER alias segala hal yang berkenaan dengan penyakit hewan.

maka domain VETERINER oleh veterinarian atau dokter hewan sebetulnya terbatas pada segala hal yang berkenaan dengan penyakit hewan.

Sedangkan untuk kepentingan-kepentingan hal lain yang bersebab akibat dengan VETERINER, maka veterinarian atau dokter hewan tidak dapat menjalankannya sendiri.

Oleh sebab itulah pilihan tergantung pada veterinarian atau dokter hewannya sendiri:

- Mau menutup diri soal VETERINER dan segala hal bersebabakibat dengannya, atau

- Mau membuka diri soal VETERINER dan segala hal bersebabakibat dengannya.

Soal ekonomi VETERINER, jelas akan sangat terkait dengan peternak.
soal politik VETERINER, jelas akan sangat terkait dengan pemerintah
misalnya
soal kesehatan masyarakat VETERINER, jelas akan sangat terkait dengan pemegang domain kesehatan masyarakat yaitu dokter dan segala profesi terkait kesehatan

Dengan semua hal terkait ini, sebetulnya yang sangat dekat hal VETERINER adalah dokter hewan, paramedis veteriner, sarjana kedokteran hewan, ahli madya kedokteran hewan/ veteriner.

sedangkan yang lain kaitannya tidak secara langsung namun dunia VETERINER tidak akan punya manfaat apa-apa bila tidak melibatkan mereka, sehingga bicara soal keluarga VETERINER sebetulnya ada:

1. keluarga inti (anggota biasa): Drh, SKH, AMd Veteriner
2. keluarga tidak inti (anggota luar biasa): peternak, pemerintah, pebisnis, dll yang bidangnya bersebab akibat dengan VETERINER (segala hal yang berkenaan dengan penyakit hewan).
inilah bahasa lain yang ingin saya katakan terkait hal tsb..


Milis Dokter Hewan


Anggota milis dokter_hewan ini sangat bervariasi, bukan hanya dokter hewan. kita di sini memang tidak membicarakan profesi dokter hewan dari kaca mata dokter hewan semata. Namun dari kaca mata manusia, meski manusianya itu mungkin juga dokter hewan.

ketika menyadari bahwa kita manusia dan mempunyai ketergantungan dengan semua orang dan sesama, maka kita akan bisa melihat permasalahan bukan hanya dari kepentingan kita sendiri.

sejak berdiri tahun 2000, milis ini tidak dimaksudkan untuk semata-mata membela kepentingan dokter hewan. kita menempatkan dokter hewan sebagai pihak yang dipercaya untuk mengelola kehewanan sesuai pendidikannya di bidang kesehatan hewan.

pendidikan dokter hewan di Indonesia sampai saat ini lebih pada pendidikan kesehatan hewan, dan dokter hewan lebih berkompeten di bidang kesehatan hewan

ketika saat ini PDHI mendengungkan cakupan otoritas meliputi:

veterinary medical authority
dan
veterinary authority

menurut saya terjadi suatu bias cakupan yang ingin dikerjakan oleh dokter hewan terutama yang di bidang veterinary authority. Sebab ternyata terjadi ketidakjelasan pengertian Veterinary atau veteriner. sehingga PENGERTIAN TENTANG VETERINARY atau VETERINER HARUSLAH DIEPRJELAS, sesuai postingan saya terdahulu

veterinary lebih luas dari medical veterinary. itu pasti. veterinary mencakup semua hal bidang veteriner, kesehatan hewan, terkait penyakit hewan, BUKAN KEHEWANAN

pada kenyataannya bidang ini sudah begitu banyak pihak yang terlibat. dan melihat dari kepentingan semua orang yang punya hak azasi yang sama.. terjadilah irisan-irisan dengan bidang-bidang lain di luar bidang kedokteran hewan sendiri.

Sekali lagi, kedokteran hewan bukanlah kehewanan, sebab kehewanan pengertiaannya jauh lebih luas melibatkan pihak-pihak lain


Analog dengan Kedokteran


sebuah ANALOGI yang memudahkan kita memahami veteriner:

KEMANUSIAAN ---- lingkupnya sangat luas, yang ngurusi berbagai departemen: hukum, ham, pendidikan, sosial, dll, yang menyangkut kehidupan kita MANUSIA

KEHEWANAN ---- lingkupnya sangat luas terkait hewan, bukan hanya veteriner atau kesehatan hewan saja

KESEHATAN (MANUSIA)/ KEDOKTERAN UMUM ---- otoritas profesi pada Dokter Umum (Manusia)

KESEHATAN HEWAN/ KEDOKTERAN HEWAN / VETERINER---- otoritas profesi pada dokter hewan

Itulah mengapa selalu saya tidak sejalan dengan teman2 (setidaknya di milis dokter_hewan) yang menganggap wilayah profesi dokter hewan adalah semua bidang kehewanan, melebihi batas wilayah otoritas di bidang veteriner (yang terkait penyakit dan kesehatan hewan).

2 tulisan saya terdahulu dengan topik ini menguraikan wilayah DOKTER HEWAN (VETERINARIAN) bukan KEHEWANAN tersebut..

ya, semua ada tempatnya...

kita semua di milis ini sudah berdialog sejak tahun 2000, tentu kita harus memperoleh kemajuan (dalam konteks ini pengertian soal VETERINER)

sehingga jalan kita 'lurus'.

Ketika Manusia Bernama Dokter Hewan

Ketika aku menajdi manusia yang bertitel dokter hewan, di manakah letakku?
kadangkala aku menjadi orang yang paling bangga terhadap profesiku, sehingga gelar ini kuletakkan di depan atau belakang namaku dengan begitu gagah, bahkan mungkin untuk suatu pekerjaan yang tidak ada kaitannya dengan profesi ini.
Aku lancarkan peredaran darah ini dengan kegilaan yang lebih.
Aku bahkan gantungkan pada sayap burung kakak tua agar aku bisa menungganginya terbang menembus awan
Namun toh ternyata burung berparuh bengkok ini terbakar oleh sinar matahari, bahkan untuk membawaku lebih tinggi dari sangkarnya, ia sudah mabok dan tersungkur.
Aku manusia yang bersekolah dokter hewan.
Ingin kutunggangi segala hal dengangelarku ini.
Bahkan ketika aku harus memperkenalkan diri, aku bilang, "Iam veterinarian publish animal health and husband magazine."
Hahahahahaha.... aku tertawa ketika aku ternyata hanya manusia dokter hewan yang menulis untuk kepentingan kedokteran hewan secara luas, sementara pada intinya aku tak pernah menangani hewan itu sendiri.
Hahahahahaha.... pantaskah aku disebut sebagai dokter hewan?
Kata temanku, "Ah, kamu kan tinggal memfokuskan diri untuk minta ijin praktek dan diuji kemampuan medismu." Beres sudah.
Tapi ya untuk apa?
Aku masih punya jalur kereta api lain, yang membawaku untuk menuju stasiun manusia. Bukan stasiun dokter hewan. Karena aku tahu, dokter hewan adalah manusia dan manusia belum tentu dokter hewan.
Aku lebih memilih menjadi manusia, yang mempunyai kaca mata banyak untuk profesi yang ada. Kalaupun kacamata ku dokter hewan, kalaupun hanya untuk menulis artikel dan berita saja, ya sudahlah, aku bilang dokter hewan itu adalah pendidikanku, dan gelarku, dan aku tak akan lagi obral pada gelar kebangsawanan ini tidak pada tempatnya.
Meski ilmuku adalah ilmu dokter hewan, ya buat apa kalau aku ternyata tak lebih dari Sarjana Kedokteran Hewan yang dalam profesi aku tak gunakan untuk praktek.
Ya buat apa hanya teori, itu kan arjana namanya. Kalau praktek, jadilah aku memang dokter hewan.
Memang sudah salah kaprah paradigma kebangsawanan saat ini.
Biarlah Mbah Marijan saja yang dapat gelar karena ia memang memberi kontribusi untuk kesultanan yang diabdinya. Kalaulah aku jadi manusia seperti Mbah Marijan, yang penting biarlah yang kulakukan bermanfaat, meski aku harus kehilangan tempat, nanggung di antara sesamaku yang akhirnya mempolitisir aku untuk menjadi pembantu-pembantu mereka, kalau tidak bisa masuk lingjkaran itu, tetaplah di lingkaranmu, kata mereka.
Namun ketika mereka harus berhadapan dengan orang lain dan kekuasaan yang besar mereka ternyata bilang, "Kami tidak punya channel!"
Hahahahahahahahaha!!!! memeng gak perlu channel bukankah kalian sudah punya kennel! Hahahahaha!!! Makanlah itu nasi Kebuli, agar terkabuli upayamu untuk menjadi manusia dokter hewan yang katanya maha manusia untuk melihat bahwa kekuasanmu itu bukan hanya mengobati dan mengendalikan kehewanan.
Toh nyatanya untuk bermain sosial dan berorganisasi saja di tengah belantara dunia yang membutuhkan ilmu pengetahuan kompleks nyatanya bisanya cuma mengeluh dan menuntut, sementara untuk pasang buntut saja masih tanya pada dukun, "tolong dong santet pemerintah agar mau mendengar kata orang asing yang kami sudah membuka borok kami sendiri, agar kami sanggup untuk mengendalikan otoritas kami."
Hahahahahaha.... otoritas adalah sebuah perjuangan dengan fakta dan realita, bukan tuntutan pahlawan kesiangan, yang untuk bekerjasama antar sesama saja kebangkaran segala yang kau punya, bahkan jubah kebangsawanapun kau jual kepada orang asing yang kau tak tahu apakah dia penjajah ataukah pembantu.
Kayak jaman nenekmu menjual mataram saja hingga pejah jadi jogja dan solo.
Kayak nenekmu menjual jogja saja hingga pecah jadi hamengkubuwanan dan mangkubumen
Kayak nenekmu menjual solo saja hingga pecah jadi mangkunegaran dan pakubuwanan.
seperti mereka, katanya menguasai buwana, alam, negara, nyatanya yang dikuasai cuma bedeng kampung yang lobang dan senapan dari luar bahkan mampu menyusup masuk dan
DOR!!!
peluru itu nyasar ke jantung.

BOLA PANAS DOKTER HEWAN DI PASAR BEBAS

BOLA PANAS DOKTER HEWAN DI PASAR BEBAS [1]

Oleh: Drh Yonathan Rahardjo[2]


Neraca

Andai kuputar waktu
Tak kujumpa rembulan-rembulan
Sedalam inikah
Bahkan
Seberapa dalamkah
Sesungguhnya
Kasihku padamu
Jakarta, Januari-Pebruari 2005

Puisi yang merupakan karya cipta mandiri yang ditulis penulis di atas dimuat di Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan Infovet; kini dipakai pengantar makalah bertema “Media Berbicara Mengenai Konsep Sistem Kebijakan Kesehatan Hewan Nasional Dalam Mempersiapkan Komoditi Peternakan Menuju Era Bebas Asean-China 2010.” AKTOR atau Pemeran Utama dalam kiprah bidang kesehatan hewan siapa lagi, kalau bukan dokter hewan, baik secara hukum, profesi yang berjalan atas dasar sumpah demi Penguasa Alam semesta, secara historis penanganan kesehatan hewan nasional dari masa ke masa, serta tanggungjawab di masyarakat manusia. Kegamangan kebanyakan dokter hewan menjalankan panggilan alam dalam masa kini terlihat begitu kurang gregetnya makhluk khusus ini secara elegan dan gagah membela hak-haknya di masyarakat yang sebenarnya menempel kuat dengan kewajiban dan tanggung jawab dalam lempengan hidup yang sama sebagai seorang DOKTER HEWAN. Wujudnya macam-macam, dalam berbagai lingkup kerja profesi yang seharusnya dengan piawai para dokter hewan memainkan senjata-senjata kelimuan, moral dan estetikanya, yang telah bertahun-tahun digelutinya di fakultas kedokteran hewan, baik di bangku kuliah, laboratorium, bahkan kandang hewan, lalu tempat jual beli hewan.

Masuk dalam perdagangan bebas ASEAN-China-pun, konsep kesehatan hewan nasional dalam menghadapi era ini merupakan bola yang semestinya digiring dengan lihai oleh dokter hewan. Namun bola ini bukan semata bola yang bulat dan enak ditendang seperti Rinaldo dalam menjebol gawang lawan Brasilia, tapi kadang menjadi bola panas yang justru jatuh di tangan dokter hewan yang dituntut untuk bertindak tepat terhadapnya, bukan semata-mata menelan mentah-mentah lalu membakar dirinya dan bangsanya. Tapi bagaimana dokter hewan bisa bermain cantik bekerja sama dengan profesi lain dalam suatu sistem manis yang dikembangkan bersama. Katakanlah dimulai dari lalu lintas perdagangan dan transportasi, yang bisa menjadi hambatan pemasaran produksi peternakan, karena di sinilah muncul berbagai problematika baik dari segi dagang, aturan perpajakan dan teristimewa masalah kesehatan hewan. Satu-satunya pengawasan kesehatan hewan yang dapat dikendalikan adalah ketentuan SANITARY-PHYTOSANITARY yang memberikan kewenangan kepada suatu negara demi keamanan hayati untuk melindungi wilayahnya dari ancaman penularan penyakit dari luar baik dari hewan dan masyarakat manusia. Di sini letak strategis peran dokter hewan sebagai manusia yang bergelut di bidang kesehatan hewan yang merupakan satu-satunya yang punya otoritas/kewenangan di dalam mengendalikan dibantu pelaksana-pelaksananya di bidang kesehatan hewan. Dengan demikian kebijakan dalam kesehatan hewan ini harus benar-benar dapat mengawal dan melindungi potensi sumber daya hayati dalam negeri maupun keamanan di masyarakat dan mampu mencipta kondisi untuk bisa bersaing pada produk peternakan yang akan diekspor. Landasan hukum kita adalah UU No 6/1967 yang pada salah satu fasalnya dimaktub: definisi hewan adalah makhluk ciptaan Tuhan yang patut disyukuri dan dimanfaatkan di masyarakat. Amanat untuk ditangani secara baik.

Kaitannya dengan KELEMBAGAAN saat ini, terjadi suatu kesimpang siuran dalam penentu kebijakan berkenaan dengan produksi terhadap asal hewan yang berkaitan dengan penyakit. Salah satu contoh kasus terbaru adalah dengan terjadinya wabah Penyakit Sapi Gila, beberapa institusi di Indonesia seperti Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag), serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), masing-masing pengeluarkan peraturan sendiri-sendiri yang saling tumpang tindah, padahal masalahnya sama, menjaga keamanan hayati di tanah air dari resiko masuknya kasus BSE ini. Bahkan antara Dirjen di Departemen Pertanian sendiri, Dirjen Bina Produksi Peternakan dengan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian pun punya kebijakan yang berbeda. Padahal kalau mengacu pada permasalahan mendasarnya, hal ini terkait dengan siapa yang punya otoritas tentang penyakit hewan, yang berarti tentang otoritas veteriner. Mestinya kita punya wadah yang punya fungsi otoritas veteriner, punya lingkup ketahanan yang tidak di bawah departemen tertentu. lembaga di dalam pemerintah yang memiliki otoritas di seluruh wilayah negara itu untuk melaksanakan tindakan sanitari dan proses sertifikasi veteriner internasional yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) serta melakukan supervisi atau audit penerapannya. [3] Dalam kelembagaan selama ini ini kita punya kelemahan dalam menghadapi penyakit dari luar (Exotic Disease) karena belum adanya lembaga nasional yang merupakan laboratorium rujukan ini. Perlu ke depannya menunjuk laboratorium tertentu yang berkompeten untuk penyidikan veteriner. Kaitannya dengan sumber daya manusia, perlu program yang berkaitan dengan profesi veteriner, baik di lapangan, kelembagaan laboratorium, maupun karantina. Peran dokter hewan sangat besar dalam menjaga dan mencipta produk peternakan yang berkualitas, bebas dari penyakit.

Perdagangan bebas menuntut adanya produk peternakan yang berkualitas dan berdaya saing. KARANTINA yang menjadi tanggungjawab dokter hewan meliputi hewan itu sendiri maupun produk asal hewan, serta sarana produksi peternakan seperti pakan, obat-obatan, dan peralatan. Pengalaman dunia peternakan Indonesia yang sangat menyedihkan di dunia karantina adalah masuknya Avian Influenza yang tak lepas dari kegagalan karantina melakukan fungsinya secara ketat.[4] Maka perlu ditekankan lagi bagaimana seharusnya karantina hewan itu dilakukan secara maksimal. Petunjuk Pelaksanaan Tindakan Karantina ini telah dibuat secara spartan dan seideal mungkin, bahkan dengan dasar pemikiran yang kuat. Terkait dengan arus lalu lintas perdagangan dinyatakan oleh pemerintah, bahwa[5]: peningkatan intensitas dan frekuensi arus lalu lintas barang dan orang dalam konteks perdagangan internasional (antar negara) pada gilirannya tidak mengenal batas-batas antar negara. Maka dalam kondisi tersebut fungsi dan peranan karantina menjadi sangat strategis dan penting dalam melakukan upaya-upaya perlindungan dan penyelamatan serta pengamanan sumberdaya alam hayati ke dalam suatu kesisteman menyangkut hal-hal untuk memajukan, mengawasi, melindungi dan mempertahankan usaha-usaha agribisnis mulai dari hulu sampai ke hilir, bahkan sampai ke pemasaran tingkat nasional/domestik dan internasional. Mengingat pentingnya fungsi dan peranan karantina itu, maka karantina hewan sebagai bagian dari Karantina Pertanian memposisikan diri bersama-sama dengan unit kerja lainnya untuk turut serta meningkatkan, mempertahankan dan melindungi produk-produk pertanian khususnya produk-produk hewan ternak yang menjamin keamanan, mutu, kesehatan dan keutuhan. Namun, mudah untuk mengatakan hal itu, sedangkan untuk penerapannya, sangat diurai hal rinci soal surat kelengkapan dan prosedur tindakan karantina di tempat-tempat tertentu, yang kita sering kedodoran melakukannya karena berbagai alasan.

[1] Materi disampaikan pada Diskusi Nasional “Peranan Mahasiswa dan Media dalam Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasional”, Seminar Pers “Peran Media dalam Membangun Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasional”, Pekan Hari Lahir Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia ke-22, 19 Maret 2005. Tema oleh Panitia: Media Berbicara Mengenai Konsep Sistem Kebijakan Kesehatan Hewan Nasional Dalam Mempersiapkan Komoditi Peternakan Menuju Era Bebas Asean-China 2010

[2] Dokter Hewan Alumnus Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya. Redaktur Pelaksana Majalah Infovet/ Manajer Penerbitan Majalah Infovet PT Gallus Indonesia Utama, Jakarta. Penyusun Buku “Avian Influenza-Hasil Investigasi Lapangan” terbitan PT Gallus Indonesia Utama. Pengasuh Milis dokter_hewan@yahoogroups.com. Penyair, salah satu Sastrawan Jakarta dalam Buku Leksikon Sastrawan Jakarta, terbitan Dewan Kesenian Jakarta, Desember 2003.
[3] Direktur Kesehatan Hewan Ditjennak Deptan Drh. Tri Satya Putri Naipospos Hutabarat, MSc. PhD. dalam sebuah seminar yang diadakan oleh Departemen Pertanian dan Kedutaan Besar kanada di Jakarta, 23 September 2004 mengatakan, Veterinary Administration merupakan lembaga di dalam pemerintah yang memiliki otoritas di seluruh wilayah negara itu untuk melaksanakan tindakan sanitari dan proses sertifikasi veteriner internasional yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) serta melakukan supervisi atau audit penerapannya.

[4] Infovet Edisi 128 maret 2005, halaman 19, selaku Penulis Buku “Avian Influenza-Hasil Investigasi Lapangan”, Drh. Yonathan Rahardjo menjawab pertanyaan Infovet: Terkait dengan persoalan AI yang tidak kunjung mereda, awal dari kegagalan penanganan kasus AI terletak pada kenyataan arus bisnis ternak dan sarana produksi peternakan yang tidak bisa terkontrol dengan ketat. DOC (Day Old Chicken) maupun ayam impor bisa masuk lewat celah-celah yang bisa ditembus dengan kelihaian para pebisnis. Sementara pemerintah, sering dengan berbagai alasan menyatakan keterbatasannya dalam mengontrol mewabahnya kasus ini. Dan yang ditunjuk sebagai biang di antaranya arus perpindahan burung liar yang diterbangkan angin sesuai ilkim yang membawa virus dari alam ini. Hal ini nampaknya masih sebatas wacana karena soal bocornya impor itu belum ada pengakuan resmi.

[5] Edaran dan Petunjuk Pelaksanaan Tindakan Karantina oleh Kepala Badan karantina Pertanian Drh. Budi Tri Akoso, MSc. PhD. 26 Oktober 2004 Nomor 1440.a/PD.670.210/L/11/2004

RUANG REDAKSI Majalah Infovet

2005

[Edisi 127 Februari] MAHADUKA ACEH MAHADUKA KITA SEMUA [Edisi 128 Maret] DOKTOR-DOKTOR PUN BERMUNCULAN [Edisi 129 April] KASIH INFOVET CINTA KITA [Edisi 130 Mei] 13 TAHUN BERSAMA KITA MELANGKAH SEMAKIN MAJU [Edisi 131 Juni] BETAPA KAMI BERSAMA ANDA [Edisi 132 Juli] Infovet Hidangan Lezat Penawar Rindu [Edisi 133 Agustus] TABIAT MULIA INI UNTUK ANDA [Edisi 134 September] MAKNA BAHAGIA DALAM KARYA [Edisi 135 Oktober] LANGKAH PERCAYA PADA WAKTU YANG SANGAT BERHARGA [Edisi 136 November] MATA BATIN BERNAMA INFOVET

2006

[Edisi 138 Januari] PEMBAHARUAN KITA [Edisi 139 Februari] KETERGANTUNGAN KITA [Edisi 140 Maret] DARI SOLUSI KE SOLUSI [Edisi 141 April] KEBERHASILAN KITA BERSAMA [Edisi 142 Mei] SELAMAT DATANG PERUBAHAN [Edisi 143 Juni] PRIORITAS DALAM KESEIMBANGAN [Edisi 144 Juli] FREE DAN FAIR BISNIS-BISNIS KITA [Edisi 145 Agustus] CARA SAKTI UNTUK SUKSES [Edisi 146 September]LABIRIN KEBIJAKSANAAN [Edisi 147 Oktober] SELAMAT! AGAR KITA BAIK-BAIK SAJA [Edisi 148 November] PENENTU PERADABAN BISNIS [Edisi 149 Desember] PINTU DUA MASA

2007

[Edisi 150 Januari] KERJA KERAS. DOA KERAS [Edisi 151 Februari] UNTUK PARA PEMENANG [Edisi 152 Maret] JALAN TERANG YANG KITA PILIH [Edisi 153 April] INDAH PENUH BUNGA WARNA-WARNI [Edisi 154 Mei]KETIKA KITA MEMILIH [Edisi 155 Juni] BERBAHAGIALAH KARENA TERNAK [Edisi 156 Juli] BERBAGI ALAT PEMBAYARAN YANG SAH [Edisi 157 Agustus] MERDEKA DENGAN KOMUNIKASI [Edisi 158 September] HARI KEBANGKITAN KITA [Edisi 159 Oktober] Giliran Pencerahan Bidang Kita? [Edisi 160 Nopember] BUKAN SEMATA UNTUK KEPENTINGAN MANUSIA

Humane Society officer: right or wrong?

Tre Smith, a Toronto Humane Society Officer (and a really nice guy, I met him on the set of Animal House Calls) was suspended after rescuing a Rottweiler (named Cyrus) locked in a car that was baking in the sun. When Tre broke the window of the car to extricate him from the vehicle, the dog was foaming at the mouth and showing other signs of heat stroke. After being confronted by the dog's alleged belligerent owner, Tre handcuffed the man to his vehicle and rushed the dog for medical treatment. These actions unequivocally saved the dog's life.
The story would likely have ended there if the dog's owner did not have his face bashed in by a group of passers-by. acting as vigilantes. A group of activists rallied in front of the Humane Society a few days ago in protest of Tre's suspension from work.
The important questions are: 1) Did Tre Smith take the law into his own hands by handcuffing the owner to his car? 2) Could he have waited for the police to arrive before taking the dog for treatment? 3) Could he have brought the owner with him in his vehicle? 4) Does the safety of a human being trump that of a dog? 5) Is this vigilantism exhibited by the crowd acceptable? 6) Should Tre Smith be punished for these judgment calls?
Answers: 1) As an officer of the Humane Society, Tre Smith had the right to protect himself, the public, and the dog. A police officer is not permitted to handcuff someone to a vehicle as it poses a potential risk. Tre Smith, therefore, did not have the right to do so. You can justify it until the cows come home, but his duties do not trump those of a police officer. 2) No, the dog's condition precluded the possibility of waiting for the police to arrive - the dog would most certainly have died. 3) I don't know think so: if the pet owner was fully cooperative (there is evidence that he was not), then yes he could have. I don't think this was possible hence the officer's decision to lock the man to his car. 4) Yes, I think it does. The pet owner's safety is as important as that of the dog, even if we know that he committed a terrible act. What makes this more difficult is that the dog was near death. Whose health was in jeopardy in this case? The dog's. Tre had to act and act fast. While I don't agree with handcuffing anybody to their car, I cannot proffer a more reasonable decision based on what I know about the case. I cannot condemn his decision for doing what he did. 5) He cannot be held accountable for what an angry mob did to this guy, though he may be directly responsible - this is likely one of the reasons for which an officer may not be permitted to do this. The mob took the law into their own hands and boy, as much as this guy deserved it (I have spoken with a very trusting source that can attest to this guy's piece-of-crap character), it is up to the law to decide his fate - not you, not me, not the activists at the Humane Society. 6) I believe that Tre Smith is sincere in his reports that he has done "the best I could in that situation." His judgment in handcuffing the man may not have been ideal but again, I don't know what else he could have done. Please, let us ALL glean something from this case.
This brings us to the next crucial issue: we must amend our deplorable laws regarding animal cruelty so that we can start to believe in them.
Click here to read more about Tre Smith and to see photo of Rotty immediately following his rescue.


Two men who bashed the dog owner's face in have been charged with assault, and for good reason.

I don't understand...

While waiting for the streetcar today, I caught a glimpse (actually, couldn't miss it) of one of those advertising trucks that can be seen on their circuitous routes through the city. One ad read: "Place your ad here!" while another read rather ironically: "Cut emissions by 15-20%" or something like that. This very large truck, likely consuming tons of gas in the city, and spewing equally large amounts of emissions, is advertising for some earthy or green organization. Could they not have thought of less polluting forms of advertisement?

A billboard truck. I think we should start putting ads for air purifiers on cigarette packs.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls