Infovet
KEMBALI KETATKAN 9 STRATEGI PENGENDALIAN AI
Sembilan (9) strategi pengendalian avian influenza yang dilakukan Departemen Pertanian sebetulnya berjasa besar pada pengendalian flu burung. Demikian Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD Dekan FKH UGM.
Kalaupun sekarang dijumpai kasus banyak pada sektor 4 yaitu di pemukiman penduduk, tidak mengurangi makna pengendalian yang sudah dilakukan di sektor 1, 2 dan 3 (peternakan komersial skala besar yang menerapkan biosecurity ketat, komersial skala menengah yang menerapkan biosecurity agak ketat, komersial kecil yang menerapkan biosecurity longgar)
Prof Charles memaparkan, perkembangan terakhir kasus AI pada ayam/unggas selama tahun 2006, hampir tidak pernah ditemukan kasusnya di sektor 1 dan 2 yang menerapkan biosecurity sangat ketat. Kejadiannya juga sangat rendah pada peternakan ayam ras di sektor 3, khususnya peternakan dengan biosecurity longgar dan tidak divaksinasi terhadap AI.
Sementara di sektor 4, lanjutnya, di daerah pemukiman penduduk yang memelihara ayam di kandang-kandang dekat rumah, kasus endemik terjadi pada ayam buras, itik, entog, dan burung puyuh. Sehingga, ternak-ternak ini dapat bertindak sebagai reservoir atau induk semang yang tak menunjukkan gejala penyakit virus AI.
Unggas (ayam buras, broiler, layer, layer afkir, itik, entog, burung puyuh) yang dijual di pasar tradisional dapat bertindak sebagai reservoir AIV.
Sebagian besar kasus flu burung pada manusia dihubungkan dengan unggas yang dipelihara di sektor 4 ini.
Namun demikian kasus di sektor 4 ini memang tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kejadian kasus di sektor 1, 2 dan 3. Hal ini terkait dengan faktor-faktor yang berperan dalam penularan virus AI antar wilayah yaitu: lalulintas unggas dan produk asal unggas, transportasi kotoran ayam, mobilitas orang, kendaraan, bahan, peralatan, pasar becek, dan unggas/burung liar yang bermigrasi.
Apalagi, ketika 9 strategi pengendalian AI di peternakan itu berhasil, artinya tidak ada kasus, kemudian peternak menjadi lalai bahkan cenderung ugal-ugalan mengabaikan ketatnya biosecurity dan vaksinasi. Alasannya macam-macam di antaranya harganya sangat mahal.
Dengan munculnya kasus Flu Burung pada manusia dan ternak di sektor 4, yang dirunut tak lepas dari kejadian di sektor 1, 2, dan 3 yang mulai lalai dan ditularkan melalui jalur penularan tadi, maka peternakan di skala 1, 2, 3 mesti diingatkan untuk jangan sekali-sekali melonggarkan program sesuai 9 strategi yang dulu diterapkan secara ketat.
Sembilan (9) strategi pengendalian avian influenza oleh Deptan RI itu adalah:
1. Meningkatkan biosecurity pada semua aspek manajemen
2. Depopulasi secara selektif kelompok ayam/unggas yang terinfeksi virus AI.
3. Stamping out kelompok ayam/unggas pada daerah infeksi baru.
4. Vaksinasi terhadap AI
5. Kontrol lalu lintas unggas, produk asal unggas, dan produk sampingannya.
6. Surveilans dan penelusuran kembali
7. Mengembangkan penyadaran masyarakat
8. Restocking
9. Monitoring dan evaluasi.
Menurut pakar penyakit unggas ini, manfaat 9 strategi ini di sisi hulu adalah menekan pencemaran virus AI di lapangan, yaitu mengendalikan kasus AI pada unggas atau hewan lainnya serta mencegah penularan AIV dari unggas/hewan ke manusia.
Adapun manfaat di sisi hilir adalah mencegah kasus flu burung pada manusia yaitu mencegah terjadinya penularan antar manusaia (Pandemi influenza). (YR)
KEMBALI KETATKAN 9 STRATEGI PENGENDALIAN AI
Sembilan (9) strategi pengendalian avian influenza yang dilakukan Departemen Pertanian sebetulnya berjasa besar pada pengendalian flu burung. Demikian Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD Dekan FKH UGM.
Kalaupun sekarang dijumpai kasus banyak pada sektor 4 yaitu di pemukiman penduduk, tidak mengurangi makna pengendalian yang sudah dilakukan di sektor 1, 2 dan 3 (peternakan komersial skala besar yang menerapkan biosecurity ketat, komersial skala menengah yang menerapkan biosecurity agak ketat, komersial kecil yang menerapkan biosecurity longgar)
Prof Charles memaparkan, perkembangan terakhir kasus AI pada ayam/unggas selama tahun 2006, hampir tidak pernah ditemukan kasusnya di sektor 1 dan 2 yang menerapkan biosecurity sangat ketat. Kejadiannya juga sangat rendah pada peternakan ayam ras di sektor 3, khususnya peternakan dengan biosecurity longgar dan tidak divaksinasi terhadap AI.
Sementara di sektor 4, lanjutnya, di daerah pemukiman penduduk yang memelihara ayam di kandang-kandang dekat rumah, kasus endemik terjadi pada ayam buras, itik, entog, dan burung puyuh. Sehingga, ternak-ternak ini dapat bertindak sebagai reservoir atau induk semang yang tak menunjukkan gejala penyakit virus AI.
Unggas (ayam buras, broiler, layer, layer afkir, itik, entog, burung puyuh) yang dijual di pasar tradisional dapat bertindak sebagai reservoir AIV.
Sebagian besar kasus flu burung pada manusia dihubungkan dengan unggas yang dipelihara di sektor 4 ini.
Namun demikian kasus di sektor 4 ini memang tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kejadian kasus di sektor 1, 2 dan 3. Hal ini terkait dengan faktor-faktor yang berperan dalam penularan virus AI antar wilayah yaitu: lalulintas unggas dan produk asal unggas, transportasi kotoran ayam, mobilitas orang, kendaraan, bahan, peralatan, pasar becek, dan unggas/burung liar yang bermigrasi.
Apalagi, ketika 9 strategi pengendalian AI di peternakan itu berhasil, artinya tidak ada kasus, kemudian peternak menjadi lalai bahkan cenderung ugal-ugalan mengabaikan ketatnya biosecurity dan vaksinasi. Alasannya macam-macam di antaranya harganya sangat mahal.
Dengan munculnya kasus Flu Burung pada manusia dan ternak di sektor 4, yang dirunut tak lepas dari kejadian di sektor 1, 2, dan 3 yang mulai lalai dan ditularkan melalui jalur penularan tadi, maka peternakan di skala 1, 2, 3 mesti diingatkan untuk jangan sekali-sekali melonggarkan program sesuai 9 strategi yang dulu diterapkan secara ketat.
Sembilan (9) strategi pengendalian avian influenza oleh Deptan RI itu adalah:
1. Meningkatkan biosecurity pada semua aspek manajemen
2. Depopulasi secara selektif kelompok ayam/unggas yang terinfeksi virus AI.
3. Stamping out kelompok ayam/unggas pada daerah infeksi baru.
4. Vaksinasi terhadap AI
5. Kontrol lalu lintas unggas, produk asal unggas, dan produk sampingannya.
6. Surveilans dan penelusuran kembali
7. Mengembangkan penyadaran masyarakat
8. Restocking
9. Monitoring dan evaluasi.
Menurut pakar penyakit unggas ini, manfaat 9 strategi ini di sisi hulu adalah menekan pencemaran virus AI di lapangan, yaitu mengendalikan kasus AI pada unggas atau hewan lainnya serta mencegah penularan AIV dari unggas/hewan ke manusia.
Adapun manfaat di sisi hilir adalah mencegah kasus flu burung pada manusia yaitu mencegah terjadinya penularan antar manusaia (Pandemi influenza). (YR)