Fokus Infovet Juni 2007
DARI LUMPUR LAPINDO SAMPAI PENYAKIT PENCERNAAN TERNAK
Sebagai Majalah yang mengedepankan laporan berdasarkan kondisi lapangan terkini berbasiskan disiplin ilmu pengetahuan kedokteran dan kesehatan hewan secara ketat untuk kepuasan pembaca, Infovet sungguh-sungguh mempertimbangkan berbagai informasi yang sedang aktual.
Kali ini kita menganggap bahwa kasus penyakit pencernaan ayamlah yang patut diangkat, tepat sesuai dengan prediksi yang telah dijadikan pedoman bagi Infovet untuk penentukan topik fokus Infovet Juni 2007.
Berdasar pola pikir deduktif dari berbagai informasi yang masuk sampai akhirnya kita angkat pembahasan itu, kita akan mengawali dengan melihat kondisi peternakan pada beberapa wilayah, lalu masuk pada pembahasan penyakit pencernaan itu sendiri.
Masyarakat Peternakan/Keswan Korban Lumpur Lapindo
Kita mulai dari perjalanan Infovet awal Mei 2007 masuk wilayah gurun lumpur panas Lapindo Porong di Sidoarjo Jawa Timur. Dari Surabaya, Infovet menuju Sidoarjo terus ke arah Malang lewat Porong. Masuk wilayah Lapindo, dari kejauhan sudah terlihat awan putih bergulung-gulung. Bau anyir, asam, tajam menyengat hidung.
Infovet turun kendaraan, berjalan menyisir tepi jalan melihat lahan dan tepi jalan, rel, halaman rumah, kebun yang dipenuhi lumpur yang menggenang dan sudah mengering. Baunya sangat menyengat tajam cukup mengganggu pernafasan sehingga seringkali harus mendengus dan tutup hidung.
Sampai di sebuah jalan masuk di sebelah kiri, Infovet lihat gurun pasir dan rumah-rumah tertutupi lumpur kering dan basah. Jalan yang sudah mengguung dan kering itulah jalan masuk Infovet masuk wilayah korban Lumpur Lapindo yang ganas sejak pertengahan 2006 lalu.
Menyusuri jalan itu, di kiri kanan rumah sudah terendam lumpur, kosong penghuni, kosong barang. Semua sudah merubah kediaman penduduk menjadi lahan tak bertuan dengan kerusakan rumah dan berbagai bangunan. Lumpur yang telah mengering itulah yang menjadikan wilayah ini sudah seperti gurun tandus! Penduduk sudah pindah semua dengan buntut pertentangan soal ganti rugi yang berkepanjangan sampai sekarang.
Infovet pun teringat cerita teman-teman dari PT Romindo Primavetcom yang bersama Infovet melakukan perjalanan 4 hari ke Thailand dalam rangka pameran akbar peternakan VIV di Bangkok Maret 2007.
Dari cerita itu, tahukah pembaca bahwa ada dari kalangan kita, masyarakat peternakan dan kesehatan hewan yang menjadi korban keganasan kesalahan manajeman pengelolaan alam itu.
Adalah Drh Endri Yoga dari PT Romindo Primavetcom Surabaya Jawa Timur merupakan salah satu korban Lumpur Panas Lapindo Sidoarjo. Selain dia, juga ada sopir dan pegawai administrasi yang menjadi korban.
Karena musibah itu sudah tentu cukup mengganggu aktivitasnya. Namun secara umum kinerjanya tetap bagus. Kondisinya menjadi cukup terkendalikan. Sebab, banjir lumpurnya bukan datang mendadak, sehingga semua barang masih bisa diselaatkan. Alumnus FKH UGM yang sudah bekerja di PT Romindo selama kurang lebih 6 tahun itu mendapat ganti rugi tanah/ rumah.
Gambaran adanya korban lumpur Lapindo dari masyarakat peternakan dan kesehatan hewan itu membuka pola pikir: kesalahan pengelolaan lingkungan pasti berimbas pada kehidupan pribadi-pribadi, manusia-manusia dan makhluk-makhluk lain yang tentu juga memunculkan berbagai penyakit yang menyerang. Bukankah mekanisme manajamen kesehatan adalah meliputi sisi penyakit, lingkungan, dan unsur lain termasuk pakan dan pengobatan.
Peternakan Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Medan
Wilayah bencana lumpur kesalahan manajemen lingkungan di Porong Sidoarjo adalah wilayah urat nadi perjalanan dan bisnis peternakan dan kesehatan hewan. Di sinilah berbagai perusahaan hewan juga harus menghabiskan anggaran ekstra untuk terhambatnya perjalanan dalam memasok sarana produksi peternakan ke peternak-peternak di wilayahnya.
Salah satunya adalah Drh Rosjid, Kepala Penjualan PT Romindo Primavetcom Wilayah Surabaya, Malang, Bali dan Gresik Jawa Timur yang mengalami langsung permasalahan itu. Pasokan obat hewan dari Surabaya ke Malang dan sekitarnya jelas harus melewati daerah bencana ini! Padahal wilayah Jawa Timur adalah wilayah sangat berpotensi sebagai salah satu kantong peternakan nasional.
Bandingkan kondisi ini dengan wilayah kerja Drh Toto Purwantoro Kepala Penjualan PT Romindo Primavetcom Cabang Jawa Tengah, yang wilayah kerjanya meliputi semua wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Wilayah Drh Toto dibagi menjadi 5 area. Area Purwokerto-Tegal banyak peternakan ayam pedaging. Area Semarang banyak peternakan ayam petelur dan pedaging dengan pola kemitraan, berlanjut Pekalongan-Pati dan sekitarnya. Area Solo dan sekitarnya banyak peternakan ayam petelur. Area Yogyakarta dan sekitarnya banyak peternakan ayam pedaging. Adapun area Magelang dan sekitarnya banyak peternakan ayam pedaging.
Meskipun ada area-area kerja, batas wilayah kerja bukanlah batas negara yang kaku. Bila di daerah perbatasan ada yang membutuhkan pelayanannya, tidaklah tabu untuk juga memasok dan melayani. Apalagi bilamana peternak yang bersangkutan menyatakan membutuhkan pelayanannya. Sudah tetu dengan pemberitahuan dan saling pengertian dengan wilayah terkait, mengingat peternak berhak memilih siapa yang melayani kebutuhannya.
Jelas, untuk melintas wilayah-wilayah kerja ini butuh infrastruktur transportasi dan jalan-jalan yang memadai. Dan itulah yang menjadi hambatan utama dengan kasus melubernya lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo yang memutus jalan dari Surabaya ke daerah timur dan selatan Jawa Timur seperti yang dialami oleh tim Drh Rosjid tadi.
Namun apapun, masalah transportasi yang terhambat itu harus dapat diatasi. Meski dampaknya juga ke perdagangan dan bisnis sangat terganggu, toh tetaplah usaha peternakan dan kesehatan hewan berkembang dan dibutuhkan. Sebab, selama manusia hidup tetap membutuhkan protein hewani asal ternak yang menjadi komoditas utama bidang kita.
Sikap menyiasati segala kondisi ini sangat butuh pemetaan wilayah tentang kondisi setempat, baik terhadap peternak maupun pola peternakannya. Bersama Drh Rachmat Novyardi Kepala Penjualan PT Romindo Primavetcom Pare-Kediri Jawa Timur, Drh Rosjid mengungkapkan bahwa pada peternakan di wilayah mereka terdapat perbedaan sikap antara peternak generasi pertama dan peternakan generasi kedua.
Menurut mereka, sikap peternak generasi tua (pertama) adalah lebih mempertahankan kebiasaan. Sedangkan peternak generasi kedua (kedua) lebih terbuka terhadap pembaruan dan perubahan. Peternak di wilayah itu rata-rata tidak takut takut menghadapi AI. Meski pola bersikap orang berubah setelah kasus AI, melingkupi soal kesehatan dan lain-lain. Berbeda dengan sikap sebelumnya yang lebih diam dan tertutup.
Adapun pada peternakannya sendiri, dibandingkan kondisi sebelumnya, kondisi pada kandang, pemborong, konstruksi tetap. Bandingkan dengan kondisi peternakan di Medan yang menurut Drh Leonardo Sinaga Kepala Penjualan PT Romindo Primavetcom Medan Sumatera Utara kondisinya adalah didominasi kandang kawat. Di Medan Sumatera Utara, kandang bambu tidaklah ada. Menurut Drh Leo, dominasi kandang kawat ini adalah karena hitungan ekonominya lebih kuat.
Memang lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Perbedaan kondisi peternakan antar daerah ini juga tampak pada selera masyarakat dalam membeli hasil produksi peternakan. Berbeda dengan peternak di daerah Jawa Timur yang hitungan pembelian telur berdasar kilogram, Drh Leo mengutarakan perhitungan harga telur di Medan bukanlah per kilo tapi per butir. Ada telur yang kecil, telur sedang, dan telur besar. Ada yang ambil semua, diperbolehkan. Ambil kecil semua pun boleh, tergantung selera.
Bagaimana perbedaan generasi dulu dengan generasi peternakan di bidang manajemen? "Tidak berbeda nyata," jawab Drh Rosjid dan Drh Rachmat. "Dulu dan sekarang manajemennya sama-sama diterapkan oleh keluarga sendiri. Soal perbedaan populasi, tidak ada beda jumlah populasi," jelas mereka.
Peternakan-peternakan di wilayah Penuturan Drh Rachmat Novyardi yang wilayahnya meliputi daerah Kediri, Pare, Madiun, Magetan, Ponorogo, Nganjuk, Jombang, Kertosono sampai dengan daerah ujung timur daerah Jawa Tengah, skalanya relatif kurang sebesar peternakan wilayah Blitar yang merupakan pusat peternakan nasional!
Rata-rata peternakan di wilayah ini dimiliki oleh Poultry Shop dan peternak kecil, yang kondisinya relatif sensitif, dan pada saat krisis moneter banyak yang mengalami gulung tikar. Adapun peternakan di Blitar, meski jumlah peternaknya sedikit namun populasinya besar-besar. Rata-rata peternak di sini adalah peternak besar. Bagi peternak ini, harga lebih sensitif. Jenis peternakannya banyak yang peternakan ayam petelur.
Berbeda dengan peternak ayam pedaging yang merupakan peternak baru, menurut Drh Toto, peternak ayam petelur ini umumnya adalah peternak lama yang sudah banyak makan asam garam.
Kasus Penyakit Ayam di Daerah-Daerah Itu
Setelah kasus AI dan IB yang dilaporkan Infovet yang sampai saat ini masih menjadi pembicaraan, munculnya Kholera ayam di beberapa tempat juga disebutkan oleh narasumber Infovet di Surabaya Jawa Timur. Di antaranya juga oleh Drh Prabadasanta Hudyono dari PT Multibreeder Adirama Indonesia.
Hal yang sama juga dilaporkan oleh Drh Agus Damar Kristiyanto Kepala seksi Penjualan PT Romindo Primavetcom di Tangerang Banten baru-baru ini, pertengahan Mei 2007. Kasus penyakit ayam di Tangerang Banten pertengahan Mei 2007, menurut Drh Damar, adalah Kolibasilosis dan Kholera.
Sedangkan menurut Drh Sigit, Kepala Penjualan PT Romindo Promavetcom Cabang Bandung Jawa Barat, kasus rancunya jelasnya gejala klinis pada ayam petelur dengan penurunan produksi cukup mewarnai. Menurutnya, ada yang bilang itu adalah penyakit IB (Infectious Bronchitis) atau AI (Avian Influenza).
"Ya, kasusnya tepat seperti yang dilaporkan oleh Infovet pada edisi Mei 2007, munculnya IB dan juga AI," kata Drh Sigit menjawab pertanyaan Infovet.
Dalam hal ini Drh Toto Purwantoro juga menambahkan bahwa kasus-kasus yang acap muncul di wilayahnya di Jawa Tengah-Yogyakarta adalah AI, ND, Gumboro, yang menjadi tantangan bagi petugas teknis pelayanan obat hewan untuk tidak sekedar membawa obat ke peternakan tapi langsung membawa dan menerapkan obat ke tubuh hewan.
Drh Sigit mengungkap, kasus penyakit di daerahnya (Bandung Jawa Barat) yang menunjukkan berbagai tafsiran tersebut bukanlah Kholera. Hal itu jelas dari gejala klinis dan pemeriksaan pasca bedah bangkai.
Dan, menurut Drh Sigit, suatu kasus dianggap Kholera atau bukan sangatlah mudah untuk menentukan. Bila diobati dengan antibiotik tidak segera sembuh, sudah pasti penyakit itu bukanlah penyakit bakterial, sedangkan Kholera disebabkan oleh bakteri!
Adapun Drh Mahmud Kepala seksi Penjualan PT Romindo Primavetcom Sukabumi Jawa Barat mengungkap bahwa Pebruari 2007 memang muncul kejadian penyakit dengan indikasi Avian Influenza, namun pihaknya saat itu belum berani mengungkapkan bahwa itu betul-betul AI.
Gejala Klinisnya pial ayam biru, namun pada ayam pedaging tidak kelihatan. Adapun pola kematiannya tinggi. Dalam beberapa hari terjadi kematian. Dalam sehari angka kematian mencapai 5 persen.
Untuk pemeriksaannya dilakukan sampai beberapa kali juga untuk pemeriksaan ND, namun dari sekian ada yang positif AI. Banyak ayam yang kedapatan mati.
Kembali ke Jawa Timur, awal Mei 2007, Drh Rachmad Fadillah petugas pemasaran dari PT Wonokoyo Jaya Corporindo wilayah Magetan mengutarakan bahwa kasus penyakit yang terkait dengan air tidaklah begitu bermasalah. Kasus penyakit pencernaan menjadi tidak terangkat ke permukaan. Sebaliknya yang menjadi masalah adalah perubahan cuaca yang cukup membuat ayam stres.
Jelas ada perbedaan kasus antara satu peternakan dengan peternakan lain, satu wilayah kerja dengan wilayah kerja lain, satu daerah dengan daerah lain. Peta penyakit peternakan sekarang jelas berbeda dengan kasus AI yang meledak dan merata di hampir semua propinsi di Indonesia.
Kasus massal penyakit AI menjadikan informasi kasus untuk dilaporkan kepada pembaca menjadi sangat mudah didapat bahkan karena sangat banyaknya bahkan kalngan pers menjadi sangat kebanjiran informasi. Sebaliknya kasus yang sekarang redaksi mesti lebih tajam dalam membau peristiwa dan fakta, sehingga apa yang dilaporkan menjadi sangat bermanfaat bagi pembaca.
Dari kasus yang sedang terjadi, akan sangat mempengaruhi bagaimana peternak bersikap terhadap pemenuhan kebutuhan sarana produksi peternakan yang Drh Toto menjelaskan meliputi vaksin, farmasetik, imbuhan pakan, tambahan pakan, maupun konsentrat (yang banyak dibutuhkan ayam petelur).
Drh Toto mengungkap perbandingan pas harga jagung mahal, banyak peternak yang beralih ke pakan jadi. Ada sebagian yang mencampur pakan sendiri. Sudah tentu saat daya beli mempengaruhi perilaku memenuhi kebutuhan sarana produksi peternakan, akan berpengaruh pula terhadap pembelian obat-obatan (termasuk vaksinasi).
Di sinilah, semestinya peternak tidak melakukan spekulasi terhadap mutu obat/vaksin yang dibutuhkan. Jangan sampai ND dan IBD (Gumboro) yang acap hadir itu penanganannya menjadi terbengkalikan, apalagi ada juga kemunculan IB dan AI yang menambah beban. Jelasnya, antara lingkungan, penyakit, sarana produksi obat-obatan akan sangat saling mempengaruhi. Dan terbukti dari pengamatan lapangan dan penuturan para narasumber Infovet dari berbagai daerah, kemunculan Kholera dan Kolibasilosis adalah sebuah kenyataan. Sama dengan kasus-kasus penyakit lain, penyakit pencernaan ini puin harus dihadapi dengan gagah dan langkah pasti.
Atas dasar itu semua, Infovet dengan bangga mempersembahkan laporan fokus kali ini berdasar kondisi lapangan yang dengan prediksi dan rancangan liputan fokus tentang: Penyakit Pencernaan pada Ternak. Semoga bermanfaat! (Yonathan Rahardjo)
DARI LUMPUR LAPINDO SAMPAI PENYAKIT PENCERNAAN TERNAK
Sebagai Majalah yang mengedepankan laporan berdasarkan kondisi lapangan terkini berbasiskan disiplin ilmu pengetahuan kedokteran dan kesehatan hewan secara ketat untuk kepuasan pembaca, Infovet sungguh-sungguh mempertimbangkan berbagai informasi yang sedang aktual.
Kali ini kita menganggap bahwa kasus penyakit pencernaan ayamlah yang patut diangkat, tepat sesuai dengan prediksi yang telah dijadikan pedoman bagi Infovet untuk penentukan topik fokus Infovet Juni 2007.
Berdasar pola pikir deduktif dari berbagai informasi yang masuk sampai akhirnya kita angkat pembahasan itu, kita akan mengawali dengan melihat kondisi peternakan pada beberapa wilayah, lalu masuk pada pembahasan penyakit pencernaan itu sendiri.
Masyarakat Peternakan/Keswan Korban Lumpur Lapindo
Kita mulai dari perjalanan Infovet awal Mei 2007 masuk wilayah gurun lumpur panas Lapindo Porong di Sidoarjo Jawa Timur. Dari Surabaya, Infovet menuju Sidoarjo terus ke arah Malang lewat Porong. Masuk wilayah Lapindo, dari kejauhan sudah terlihat awan putih bergulung-gulung. Bau anyir, asam, tajam menyengat hidung.
Infovet turun kendaraan, berjalan menyisir tepi jalan melihat lahan dan tepi jalan, rel, halaman rumah, kebun yang dipenuhi lumpur yang menggenang dan sudah mengering. Baunya sangat menyengat tajam cukup mengganggu pernafasan sehingga seringkali harus mendengus dan tutup hidung.
Sampai di sebuah jalan masuk di sebelah kiri, Infovet lihat gurun pasir dan rumah-rumah tertutupi lumpur kering dan basah. Jalan yang sudah mengguung dan kering itulah jalan masuk Infovet masuk wilayah korban Lumpur Lapindo yang ganas sejak pertengahan 2006 lalu.
Menyusuri jalan itu, di kiri kanan rumah sudah terendam lumpur, kosong penghuni, kosong barang. Semua sudah merubah kediaman penduduk menjadi lahan tak bertuan dengan kerusakan rumah dan berbagai bangunan. Lumpur yang telah mengering itulah yang menjadikan wilayah ini sudah seperti gurun tandus! Penduduk sudah pindah semua dengan buntut pertentangan soal ganti rugi yang berkepanjangan sampai sekarang.
Infovet pun teringat cerita teman-teman dari PT Romindo Primavetcom yang bersama Infovet melakukan perjalanan 4 hari ke Thailand dalam rangka pameran akbar peternakan VIV di Bangkok Maret 2007.
Dari cerita itu, tahukah pembaca bahwa ada dari kalangan kita, masyarakat peternakan dan kesehatan hewan yang menjadi korban keganasan kesalahan manajeman pengelolaan alam itu.
Adalah Drh Endri Yoga dari PT Romindo Primavetcom Surabaya Jawa Timur merupakan salah satu korban Lumpur Panas Lapindo Sidoarjo. Selain dia, juga ada sopir dan pegawai administrasi yang menjadi korban.
Karena musibah itu sudah tentu cukup mengganggu aktivitasnya. Namun secara umum kinerjanya tetap bagus. Kondisinya menjadi cukup terkendalikan. Sebab, banjir lumpurnya bukan datang mendadak, sehingga semua barang masih bisa diselaatkan. Alumnus FKH UGM yang sudah bekerja di PT Romindo selama kurang lebih 6 tahun itu mendapat ganti rugi tanah/ rumah.
Gambaran adanya korban lumpur Lapindo dari masyarakat peternakan dan kesehatan hewan itu membuka pola pikir: kesalahan pengelolaan lingkungan pasti berimbas pada kehidupan pribadi-pribadi, manusia-manusia dan makhluk-makhluk lain yang tentu juga memunculkan berbagai penyakit yang menyerang. Bukankah mekanisme manajamen kesehatan adalah meliputi sisi penyakit, lingkungan, dan unsur lain termasuk pakan dan pengobatan.
Peternakan Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Medan
Wilayah bencana lumpur kesalahan manajemen lingkungan di Porong Sidoarjo adalah wilayah urat nadi perjalanan dan bisnis peternakan dan kesehatan hewan. Di sinilah berbagai perusahaan hewan juga harus menghabiskan anggaran ekstra untuk terhambatnya perjalanan dalam memasok sarana produksi peternakan ke peternak-peternak di wilayahnya.
Salah satunya adalah Drh Rosjid, Kepala Penjualan PT Romindo Primavetcom Wilayah Surabaya, Malang, Bali dan Gresik Jawa Timur yang mengalami langsung permasalahan itu. Pasokan obat hewan dari Surabaya ke Malang dan sekitarnya jelas harus melewati daerah bencana ini! Padahal wilayah Jawa Timur adalah wilayah sangat berpotensi sebagai salah satu kantong peternakan nasional.
Bandingkan kondisi ini dengan wilayah kerja Drh Toto Purwantoro Kepala Penjualan PT Romindo Primavetcom Cabang Jawa Tengah, yang wilayah kerjanya meliputi semua wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Wilayah Drh Toto dibagi menjadi 5 area. Area Purwokerto-Tegal banyak peternakan ayam pedaging. Area Semarang banyak peternakan ayam petelur dan pedaging dengan pola kemitraan, berlanjut Pekalongan-Pati dan sekitarnya. Area Solo dan sekitarnya banyak peternakan ayam petelur. Area Yogyakarta dan sekitarnya banyak peternakan ayam pedaging. Adapun area Magelang dan sekitarnya banyak peternakan ayam pedaging.
Meskipun ada area-area kerja, batas wilayah kerja bukanlah batas negara yang kaku. Bila di daerah perbatasan ada yang membutuhkan pelayanannya, tidaklah tabu untuk juga memasok dan melayani. Apalagi bilamana peternak yang bersangkutan menyatakan membutuhkan pelayanannya. Sudah tetu dengan pemberitahuan dan saling pengertian dengan wilayah terkait, mengingat peternak berhak memilih siapa yang melayani kebutuhannya.
Jelas, untuk melintas wilayah-wilayah kerja ini butuh infrastruktur transportasi dan jalan-jalan yang memadai. Dan itulah yang menjadi hambatan utama dengan kasus melubernya lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo yang memutus jalan dari Surabaya ke daerah timur dan selatan Jawa Timur seperti yang dialami oleh tim Drh Rosjid tadi.
Namun apapun, masalah transportasi yang terhambat itu harus dapat diatasi. Meski dampaknya juga ke perdagangan dan bisnis sangat terganggu, toh tetaplah usaha peternakan dan kesehatan hewan berkembang dan dibutuhkan. Sebab, selama manusia hidup tetap membutuhkan protein hewani asal ternak yang menjadi komoditas utama bidang kita.
Sikap menyiasati segala kondisi ini sangat butuh pemetaan wilayah tentang kondisi setempat, baik terhadap peternak maupun pola peternakannya. Bersama Drh Rachmat Novyardi Kepala Penjualan PT Romindo Primavetcom Pare-Kediri Jawa Timur, Drh Rosjid mengungkapkan bahwa pada peternakan di wilayah mereka terdapat perbedaan sikap antara peternak generasi pertama dan peternakan generasi kedua.
Menurut mereka, sikap peternak generasi tua (pertama) adalah lebih mempertahankan kebiasaan. Sedangkan peternak generasi kedua (kedua) lebih terbuka terhadap pembaruan dan perubahan. Peternak di wilayah itu rata-rata tidak takut takut menghadapi AI. Meski pola bersikap orang berubah setelah kasus AI, melingkupi soal kesehatan dan lain-lain. Berbeda dengan sikap sebelumnya yang lebih diam dan tertutup.
Adapun pada peternakannya sendiri, dibandingkan kondisi sebelumnya, kondisi pada kandang, pemborong, konstruksi tetap. Bandingkan dengan kondisi peternakan di Medan yang menurut Drh Leonardo Sinaga Kepala Penjualan PT Romindo Primavetcom Medan Sumatera Utara kondisinya adalah didominasi kandang kawat. Di Medan Sumatera Utara, kandang bambu tidaklah ada. Menurut Drh Leo, dominasi kandang kawat ini adalah karena hitungan ekonominya lebih kuat.
Memang lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Perbedaan kondisi peternakan antar daerah ini juga tampak pada selera masyarakat dalam membeli hasil produksi peternakan. Berbeda dengan peternak di daerah Jawa Timur yang hitungan pembelian telur berdasar kilogram, Drh Leo mengutarakan perhitungan harga telur di Medan bukanlah per kilo tapi per butir. Ada telur yang kecil, telur sedang, dan telur besar. Ada yang ambil semua, diperbolehkan. Ambil kecil semua pun boleh, tergantung selera.
Bagaimana perbedaan generasi dulu dengan generasi peternakan di bidang manajemen? "Tidak berbeda nyata," jawab Drh Rosjid dan Drh Rachmat. "Dulu dan sekarang manajemennya sama-sama diterapkan oleh keluarga sendiri. Soal perbedaan populasi, tidak ada beda jumlah populasi," jelas mereka.
Peternakan-peternakan di wilayah Penuturan Drh Rachmat Novyardi yang wilayahnya meliputi daerah Kediri, Pare, Madiun, Magetan, Ponorogo, Nganjuk, Jombang, Kertosono sampai dengan daerah ujung timur daerah Jawa Tengah, skalanya relatif kurang sebesar peternakan wilayah Blitar yang merupakan pusat peternakan nasional!
Rata-rata peternakan di wilayah ini dimiliki oleh Poultry Shop dan peternak kecil, yang kondisinya relatif sensitif, dan pada saat krisis moneter banyak yang mengalami gulung tikar. Adapun peternakan di Blitar, meski jumlah peternaknya sedikit namun populasinya besar-besar. Rata-rata peternak di sini adalah peternak besar. Bagi peternak ini, harga lebih sensitif. Jenis peternakannya banyak yang peternakan ayam petelur.
Berbeda dengan peternak ayam pedaging yang merupakan peternak baru, menurut Drh Toto, peternak ayam petelur ini umumnya adalah peternak lama yang sudah banyak makan asam garam.
Kasus Penyakit Ayam di Daerah-Daerah Itu
Setelah kasus AI dan IB yang dilaporkan Infovet yang sampai saat ini masih menjadi pembicaraan, munculnya Kholera ayam di beberapa tempat juga disebutkan oleh narasumber Infovet di Surabaya Jawa Timur. Di antaranya juga oleh Drh Prabadasanta Hudyono dari PT Multibreeder Adirama Indonesia.
Hal yang sama juga dilaporkan oleh Drh Agus Damar Kristiyanto Kepala seksi Penjualan PT Romindo Primavetcom di Tangerang Banten baru-baru ini, pertengahan Mei 2007. Kasus penyakit ayam di Tangerang Banten pertengahan Mei 2007, menurut Drh Damar, adalah Kolibasilosis dan Kholera.
Sedangkan menurut Drh Sigit, Kepala Penjualan PT Romindo Promavetcom Cabang Bandung Jawa Barat, kasus rancunya jelasnya gejala klinis pada ayam petelur dengan penurunan produksi cukup mewarnai. Menurutnya, ada yang bilang itu adalah penyakit IB (Infectious Bronchitis) atau AI (Avian Influenza).
"Ya, kasusnya tepat seperti yang dilaporkan oleh Infovet pada edisi Mei 2007, munculnya IB dan juga AI," kata Drh Sigit menjawab pertanyaan Infovet.
Dalam hal ini Drh Toto Purwantoro juga menambahkan bahwa kasus-kasus yang acap muncul di wilayahnya di Jawa Tengah-Yogyakarta adalah AI, ND, Gumboro, yang menjadi tantangan bagi petugas teknis pelayanan obat hewan untuk tidak sekedar membawa obat ke peternakan tapi langsung membawa dan menerapkan obat ke tubuh hewan.
Drh Sigit mengungkap, kasus penyakit di daerahnya (Bandung Jawa Barat) yang menunjukkan berbagai tafsiran tersebut bukanlah Kholera. Hal itu jelas dari gejala klinis dan pemeriksaan pasca bedah bangkai.
Dan, menurut Drh Sigit, suatu kasus dianggap Kholera atau bukan sangatlah mudah untuk menentukan. Bila diobati dengan antibiotik tidak segera sembuh, sudah pasti penyakit itu bukanlah penyakit bakterial, sedangkan Kholera disebabkan oleh bakteri!
Adapun Drh Mahmud Kepala seksi Penjualan PT Romindo Primavetcom Sukabumi Jawa Barat mengungkap bahwa Pebruari 2007 memang muncul kejadian penyakit dengan indikasi Avian Influenza, namun pihaknya saat itu belum berani mengungkapkan bahwa itu betul-betul AI.
Gejala Klinisnya pial ayam biru, namun pada ayam pedaging tidak kelihatan. Adapun pola kematiannya tinggi. Dalam beberapa hari terjadi kematian. Dalam sehari angka kematian mencapai 5 persen.
Untuk pemeriksaannya dilakukan sampai beberapa kali juga untuk pemeriksaan ND, namun dari sekian ada yang positif AI. Banyak ayam yang kedapatan mati.
Kembali ke Jawa Timur, awal Mei 2007, Drh Rachmad Fadillah petugas pemasaran dari PT Wonokoyo Jaya Corporindo wilayah Magetan mengutarakan bahwa kasus penyakit yang terkait dengan air tidaklah begitu bermasalah. Kasus penyakit pencernaan menjadi tidak terangkat ke permukaan. Sebaliknya yang menjadi masalah adalah perubahan cuaca yang cukup membuat ayam stres.
Jelas ada perbedaan kasus antara satu peternakan dengan peternakan lain, satu wilayah kerja dengan wilayah kerja lain, satu daerah dengan daerah lain. Peta penyakit peternakan sekarang jelas berbeda dengan kasus AI yang meledak dan merata di hampir semua propinsi di Indonesia.
Kasus massal penyakit AI menjadikan informasi kasus untuk dilaporkan kepada pembaca menjadi sangat mudah didapat bahkan karena sangat banyaknya bahkan kalngan pers menjadi sangat kebanjiran informasi. Sebaliknya kasus yang sekarang redaksi mesti lebih tajam dalam membau peristiwa dan fakta, sehingga apa yang dilaporkan menjadi sangat bermanfaat bagi pembaca.
Dari kasus yang sedang terjadi, akan sangat mempengaruhi bagaimana peternak bersikap terhadap pemenuhan kebutuhan sarana produksi peternakan yang Drh Toto menjelaskan meliputi vaksin, farmasetik, imbuhan pakan, tambahan pakan, maupun konsentrat (yang banyak dibutuhkan ayam petelur).
Drh Toto mengungkap perbandingan pas harga jagung mahal, banyak peternak yang beralih ke pakan jadi. Ada sebagian yang mencampur pakan sendiri. Sudah tentu saat daya beli mempengaruhi perilaku memenuhi kebutuhan sarana produksi peternakan, akan berpengaruh pula terhadap pembelian obat-obatan (termasuk vaksinasi).
Di sinilah, semestinya peternak tidak melakukan spekulasi terhadap mutu obat/vaksin yang dibutuhkan. Jangan sampai ND dan IBD (Gumboro) yang acap hadir itu penanganannya menjadi terbengkalikan, apalagi ada juga kemunculan IB dan AI yang menambah beban. Jelasnya, antara lingkungan, penyakit, sarana produksi obat-obatan akan sangat saling mempengaruhi. Dan terbukti dari pengamatan lapangan dan penuturan para narasumber Infovet dari berbagai daerah, kemunculan Kholera dan Kolibasilosis adalah sebuah kenyataan. Sama dengan kasus-kasus penyakit lain, penyakit pencernaan ini puin harus dihadapi dengan gagah dan langkah pasti.
Atas dasar itu semua, Infovet dengan bangga mempersembahkan laporan fokus kali ini berdasar kondisi lapangan yang dengan prediksi dan rancangan liputan fokus tentang: Penyakit Pencernaan pada Ternak. Semoga bermanfaat! (Yonathan Rahardjo)