AI TERBARU TERUS MEMBURU DAN DIBURU



Infovet

AI TERBARU TERUS MEMBURU DAN DIBURU


Muncul AI gejala baru? Infovet melakukan investigasi serentah pada peternak, praktisi dan ahli di berbagai wilayah di Indonesia. Hasilnya? Anda akan dibawa pada suatu fenomena baru kasus AI tahun 2007, yang punya gambaran realitas berbeda (baca: ada perkembangan) dengan kasus AI tahun 2003-2004.

Ayam Potong Tidak Terbebas

Awalnya para pedagang ayam potong tidak tahu apa yang terjadi dibalik kematian lebih dari 80% jumlah ayam yang baru diangkut dari kandang milik peternak. Namun oleh karena kejadian itu terus berulang maka, akhirnya terkuak juga tabir itu. Tidak lain kasus itu adalah manifestasi semakin nyata kasus wabah penyakit Avian Influenza (AI) pada ayam potong.

Seperti diketahui bahwa kasus penyakit yang sempat menggegerkan industri perunggasan domestik itu meski sudah memasuki tahun ke lima, selama ini lebih banyak menerjang ayam petelur. Sangat sedikit kejadiannya bahkan tidak setiap daerah dijumpai kasus penyakit itu pada ayam potong.

Pada beberapa waktu yang lalu para peternak ayam potong masih bisa membusungkan dada bahwa AI hanya menyerang ayam yang umur produksinya tua seperti ayam petelur contohnya. Dan ayam potong diasumsikan terbebas dari sergapan penyakit itu.

Dan kini dengan semakin merebaknya kasus AI pada ayam potong, seolah menjadi lengkaplah sudah penderitaan pelaku dunia perunggasan nasional. Hantaman bertalu-talu seperti rendahnya harga jual hasil produksi yang berlangusung cukup lama itu, bahkan menurut catatan Infovet selama lebih ari 6 minggu di mana harga jual ayam besar sempat menyentuh setengahnya dari biaya titik impas. Selain itu di pihak lain juga terjadi daya serap pasar yang terus melemah.

Adalah Drh Wakhid N dari PT Vaksindo Satwa Nusantara yang memberikan informasi tentang merebaknya penyakit AI pada ayam potong kepada Infovet. Informasi yang sama juga disampaikan oleh Ir Danang Purwantoro dari PT Biotek Jogja.

Khusus kepada Infovet Wakhid mengungkapkan bahwa kasus ini menjadi masalah serius yang harus diupayakan pemecahannya secara bersama seluruh stake holder, seperti peternak, pemerintah ataupun produsen vaksin dan obat-obatan hewan.

Upaya ini sangat mendesak dan penting agar kasus itu tidak semakin meluluh-lantakan industri perunggasan nasional yang saat ini mendekati jurang kehancuran. Hal ini akan diperparah dengan ancaman akan masuknya produk unggas dari negeri manca yang seolah sudah tancap gas siap start masuk ke bumi Indonesia.

Respon Peternak

Lebih lanjut diceritakan oleh Wakhid bahwa banyak peternak juga pedagang ayam potong mengeluhkan wabah penyakit itu, yang nota bene selama ini disikapi oleh peternak ayam potong dengan dingin. Di Jogjakarta dan Jawa Tengah sendiri kasus penyakit itu pada ayam potong relatif belum menjadi masalah, namun di daerah lain sudah menjadi teror yang sangat menakutkan.

Teror yang menakutkan itu dapat diambil contoh kasus yang faktual terjadi belum lama ini di kawasan Botabek. Seperti diutarakan oleh Danang pernah terjadi peternak ayam potong dengan populasi 60.000 ekor yang berumur 11 hari nekad mengambil keputusan menumpas total populasi oleh karena kandang-kandang di sekitarnya sudah terserang penyakit AI.

Argumen pemilik dari pada menderita kerugian yang lebih besar, di kemudian hari alias pada saat bertambah umur, maka langkah yang sengaja merugikan diri sendiri itu jauh lebih ringan. Memang langkah itu menurut pandangan pada umumnya adalah sebuah langkah ”gila” tetapi justru rasional menurut si pelaku.

Kasus tersebut memang membuat jantung pelaku usaha budidaya perunggasan berdetak tak karuan. Oleh karena itu kebersamaan antar pemangku usaha itu menjadi sangat penting sekali.Investigasi Infovet ke lapangan di Jogjakarta kasus penyakit itu sampai saat tulisan ini dibuat memang belum ditemukan. Namun ternyata di Jawa Tengah, khususnya di Purwokerto kasus itu sudah pernah ditemukan meski frekuensinya baru 4 kali dengan populasi yang relatif sangat kecil yaitu total populasi 4.500 ekor.

Ir Agus W alias “Suwingi” seorang petugas lapangan yang banyak membimbing para peternak mengungkapkan hal itu. Memang umumnya kasus itu banyak terjadi di kawasan pantai selatan sekitar Gombong dan terjadi pada peternak mikro dengan populasi 1500 ekor per periode.

Berbeda dengan yang di Botabek yang terkuak karena komplain dari pedagang ayam, justru peternak dan Agus yang pertama kali menduga hal itu oleh karena penyakit AI.

“Wong ayam-ayam itu seminggu saat mau dipanen masih segar bugar dan nafsu makan biasa saja koq 2 hari kemudian langsung mati mendadak dengan total kematian mencapai 60% dari total populasi 1000-1500 ekor. Lha saya menduga hal itu mungkin karena ND saja. Namun kemudian ada sejawat Dokter Hewan yang ternyata mendiagnosa kasus penyakit itu tidak lain adalah AI,” ujarnya Agus dengan logat medok Banyumas kepada Infovet.

Dengan informasi yang demikian memang semua pihak patut waspada sekaligus prihatin

Gejala Klinik Berbeda

Pada Pebruari 2007, tim Drh Agus Damar Kristiyanto Kepala Seksi Penjualan PT Romindo Primavetcom di Tangerang menjumpai kasus AI pada ayam broiler di Baleraja, dengan kematian 70 persen, dijumpai pada ayam umur 15 hari, 23 hari, dan saat panen.

Kondisi biosecurity peternakan di tempat itu cenderung ketat, namun ayam tidak divaksin. Khawatir kondisi itu terulang, peternak beramai-ramai menjual dan membagi-bagi ayamnya. Namun kondisi masing-masing peternakan, tidaklah sama.

Hikmahnya, peternak yang tidak pernah memakai vaksin AI pada ayam pegading mau mencobanya. Pada anak ayam umur 1 atau 4 hari, dosis yang dipakai adalah ½ dosis untuk ayam petelur. Kemudian setelah ditest antibodinya pada umur 27 tahun, tidak menunjukkan kena AI.

Menurut Drh Damar, kasus AI semacam itu saat itu belum muncul di Jakarta, diketahui tidak ada antibodinya. Namun perlu terus untuk dipantau.
Sedangkan di Jawa Timur, Drh Prabadasanta Hudyono dari PT Multibreeder Adirama Indonesia menuturkan menemui AI yang tergolong baru dengan kecenderungan berbeda dengan AI yang telah dikenal.

Pada kasus AI yang ditemui Maret 2007 suhu tubuh ayam rata-rata sangat tinggi.Panasnya tubuh ayam dapat dibandingkan dengan kasus gumboro di mana suhu tubuh panas panas. Kasus AI di Madiun dan Magetan Jawa Timur ini juga menyerang 2500 milik seorang peternak yang membuatnya sangat kehilangan.

“Kelihatannya AI pun punya generasi baru, tidak kalah sama Nissan (merek mobil) yang punya generasi baru,” Drh Praba mengambil perumpamaan. Menurutnya, tampaknya virus sudah mengganggu pusat pengaturan suhu tubuh, sehingga suhu tubuh panas sekali.

Ketika jari tangan dimasukkan kloaka hingga tuba fallopii untuk memeriksa telur, nyenggol daging di sekitar ginjal, jari tangan seperti dislomot (terkena bara panas) api. Telur. Daerah tuba fallopii sangat panas.

Ayam demam bersuhu lebih panas dari kasus-kasus terdahulu. Jenis antigennya membuat orang penasaran untuk mengetahui secara pasti.

Masih H5N1

Akibat serangannya, ayam kampung banyak yang mati. Pertama kali menemukan kasusnya, tim Drh Praba melakukan kroscek, hasilnya memang cenderung ada ciri baru, tapi tipe virusnya masih H5N1.

Namun virus H5 N1 ini menyerang ke organ tubuh yang beda. Sifatnya pun masih HPAI (tipe ganas/Highly Phatogenic Avian Influenza) bukan LPAI (Lowly hatogenic Avian Influenza/ AI tipe tidak ganas).

Kasus ini mulai kelihatan di beberapa tempat. Pada kasus yang terjadi di Magetan, pada kandang yang terserang, ternyata dalam satu kandang terdapat ayam yang campur-campur jenisnya, ada ayam ras yang bercampur ayam kampung dan lain-lain. Belum ada kasus pada orang.

Panas tubuh yang sangat tinggi pada ayam ini, menurut Drh Praba merupakan manifestasi dari atresia ovari. Ayam yang dulu belum pernah divaksin, belum nampak gejala. Namun setelah ayam divaksin, ada serangan baru, maka terjadi tarik-menarik kekuatan antara antigen dan antibodi secara luar biasa sehingga suhu tubuh meningkat drastis lantaran syaraf pusat di hipofisa terganggu. Akibatnya pengontrol suhu tubuh pun turun.

Menurut Prof Drh Charles Ranggatabbu MSc PhD, gejala itu muncul seiring perkembangan AI di mana ayam yang sudah vaksin AI dan diberlakukan biosecurity secara ketat. Dalam tubuh ayam antibodi virus ditekan terus, sehingga antibodi membentuk sistem perlawanan baru.

Dekan FKH UGM ini mengungkapkan, kasus ini berbeda dengan kasus tahun 2003-2004 yang kondisinya sama. Variasi. Pada kasus yang sekarang, mungkin terjadi variasi susunan genetik virus. Misalnya susunan asam amino 1-3, walau tipe virus ini masih HPAI. Akibatnya gejala klinis dan patologi klinis berbeda dengan yang terjadi pada kasus 2003-2004.

Kasus 2003-2004 gejalanya khas, dan tidak terjadi pada ayam broiler. Kasus pada ayam layer fase pertumbuhan dan remaja (pullet) pun tidak ada. Namun terjadi kematian tingan pada ayam layer yang menyebabkan penurunan produksi.

Kasus yang sekarang, secara patologi memang tidak ada gejala. Namun gejala klinis pada ayam petelur terjadi perdarahan di ovarium. Adapun pemeriksaan secara klinis dan patologi klinis, serologis titer AB tidak seragam. Umumnya broiler yang tidak divaksinasi, begitu ada kontak dengan virus lapang, serangan susah dielakkan. Kematian pun tak dapat dihindari.

Sementara itu, gejala perdarahan yang ekstensif tidak dijumpai pada ayam petelur dan ayam pedaging. Biosecurity mulai kendor.

Kasus AI pada ayam layer peternakan komersial, membuat peternak sangat tegang. Kematianayam meningkat. Antigen virus itu diperiksa di laboratorium FKH UGM, tipe virusnya masih HPAI H5N1.

Kasusnya ternyata tidak hanya terjadi pada ayam layer, tapi juga pada ayam broiler dan ayam buras pada peternakan rakyat. Walaupun tipe virus juga H5N1, susahnya gejala klinis dan patologi klinisnya tidak spesifik seperti kasus AI pada tahun 2003 dan 2004.

Perubahan Molekular Serang Otak

Terjadinya variasi gejala dan patologi ayam pada kasus 2007 ini, menurut Prof Charles karena ada pergerakan dinamika molekularnya. Ada perubahan variasi 1-2 asam amino. 1-2 isolat dicurigai telah mengalami perubahan ini. Untuk penelitian ini diperlukan standar emasnya, standar penelitian terbaik.

Menurut Prof Charles, penelitian terhadap kasus demi kasus, terutama tererhadap faktor selular dan bioselular virus, tidak bisa dengan pola dan cara seperti yang telah dilakukan, begitu sajak terus-menerus. Perlu diteliti lebih dalam terhadap gen H dan N-nya, protein-protein lain, reseptor-reseptornya dan lain-lain yang sejauh ini belum dilakukan mengingat terbatasnya dana.

Untuk penelitian lebih canggih memang diperlukan kerjasama dengan berbagai institusi yang lebih maju, misalnya Biologi Molekular Balitbangkes dan dibutuhkan praklarsa ahli-ahli biologi. Juga dibutuhkan program yang lebih maju dan penelitian-penelitian canggih lain mengingat isolat-isolat bahan hewan di Indonesia jumlahnya banyak sekali. Kita pun tidak bisa menekuni dan mengelola bidang ini secara sepotong-sepotong seperti yang terjadi saat ini.

Dr Drh CA Nidom MS dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya menuturkan kasus AI bergaya baru itu dalam analisanya sudah menyerang otak. Toksin atau racun dari virus itu sudah mengganggu termoregulator sekitar otak. Akibatnya suhu tubuh yang ditimbulkan sangat tinggi dan dengan sendirinya mengganggu metabolisme.

Menurut Dr Nidom, ada dua kemungkinan yang terjadi pada kondisi ayam, yaitu ayam itu dapat bertahan atau tidak dapat bertahan. Bila ayam dapat bertahan, produksinya akan turun. Sedangkan ayam yang tidak bertahan akan mati.

Dr Nidom saat ini sedang meneliti biomulekular dari virus tersebut, sesuai dengan kepakarannya di FKH Unair. Sementara ini mendeteksi ada hal aneh dengan perubahan itu. Saat ini tahap penelitian di laboratoriumnya, preparat virus masih ditanam pada telur, dan membutuhkan waktu sekitar 2-3 minggu untuk mendapatkan hasilnya.

Jadi sementara kita tunggu penelitian pakar bimolekular yang kini menjabat Wakil Dekan III FKH Unair ini. Untuk kali ini kita tahu kecurigaannya, dengan menyerangnya virus ke otak/susunan syaraf pusat, kemungkinan dapat terjadi perubahan protein dan DNA dari virus sehingga dapat menembus barier syaraf di otak, menganggu termoregulator dan muncullah panas tinggi itu!

Sedangkan menurut Drh Lies Parede MSc PhD, untuk pemeriksaan laboratorium itu, yang pertama kali dibutuhkan adalah data klinis dan histori-nya dari peternakan yang bersangkutan. Pihaknya (Balai Besar Penelitian Veteriner/Bbalitvet Bogor) juga mencari informasi dari daerah Jawa Barat.

Bila AI Gaya Baru itu terjadi, katanya, “Wah, bencana apa lagi yang menimpa Indonesia yah?” Ini hanya peringatan agar kita lebih waspada dan terus waspada!

Kembali ke Biosecurity

Munculnya kasus-kasus yang mengejutkan itu, menurut Prof Charles Ranggatabbu karena biosecurity mulai kendor. Terjadi perbedaan yang nyata antara layer yang divaksinasi dan biosecurity ketat dengan biosecurity yang jebol sekaligus tidak dilakukan vaksinasi. Pada kondisi yang terakhir, kematian meningkat sangat tinggi.

Pada kasus dengan tipe virus yang sama-sama HPAI ini, Prof Charles menekankan penanggulangan dan pengendaliannya dengan 9 Strategi Pengendalian AI yang sudah dikenal dan ditetapkan oleh pemerintah. “Tetap kerjakan 9 strategi pendendalian AI itu,” tegasnya.

Untuk membuka ingatan, 9 strategi itu adalah:1. Peningkatan Biosecurity2. Vaksinasi3. Depopulasi (pemusnahan terbatas) di daerah tertular4.

Pengendalian lalulintas unggas,produkunggas dan limbah peternakan unggas5. Surveilans dan penelusuran6. Pengisian kandang kembali7. Stamping-out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular baru8. Peningkatan kesadaran masyarakat9. Monitoring dan evaluasi

Prof Charles mengingatkan bila ada kasus janganlah gegabah. Lalu jangan menjual hidup-hidup yang ayam terserang AI. Kotoran ayam yang sudah disimpan 1 minggu, harus dikeluarkan. Juga ketatkan kontrol lalu lintas. “Biosecurity adalah andalan. Tanpa itu ayam akan kena AI lagi,” tekan Charles. (Untung Satriyo, Yonathan Rahardjo)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls