Ketika Ditemukan Kasus Flu Burung pada Manusia Pertama di Bali

Infovet

Ketika Ditemukan Kasus Flu Burung pada Manusia Pertama di Bali


((Departemen Kesehatan mengkonfirmasi bahwa telah terjadi kasus flu burung pada manusia di Bali. Ini merupakan kasus pertama pada manusia yang terkonfirmasi di Bali. Kita pun kilas balik sejarah dan konsep ketahanan tubuh ayam. ))

Warga Dusun Dangin Tukad Aya, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Ni Luh Putu Sri Widiantari, 29 tahun, yang positif terinfeksi virus H5N1 penyebab flu burung, meninggal dunia, Minggu (12/8), setelah dirawat di RS Sanglah. Kasus tersebut merupakan yang pertama di Bali. Demikian disampaikan Bayu Krisnamurthi, Ketua Pelaksana Harian Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI) kepada Infovet saat jumpa pers di Jakarta, Senin (13/8).

“Kami memahami kebutuhan masyarakat baik dari dalam maupun luar negeri mengenai kasus suspek ini. Sebuah tim sudah berada dilapangan dimana para pakar dari FAO dan WHO sedang menyelidiki kasus ini,” jelas Bayu.

Dari pantauan Infovet, hingga Selasa (14/8), empat anggota Tim Depkes dan seorang investigator Konsultan WHO mengambil sampel darah sembilan orang terdekat korban, seperti suami, nenek, kakek almarhumah. Sampel hendak diuji di laboratorium Depkes di Jakarta.

Kasus itu disorot Depkes dan WHO karena penderita meninggal dan sebelumnya, Dian (5), yang merupakan anak korban, juga meninggal dunia. “Ini jadi pertanyaan, apakah anak korban juga terduga virus H5N1. Kami belum bisa menyimpulkan apakah virus ini mulai menular antarmanusia. Ini perlu penelitian lebih serius,” kata Kepala Sub- dinas Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Dinas Kesehatan Bali I Ketut Subrata.

Dia menjelaskan, Dian meninggal pada 3 Agustus, di saat yang sama, Widiantari menderita gejala sakit. Berdasarkan keterangan RSUD Negara, Dian meninggal akibat infeksi paru-paru. Sementara seorang anak perempuan berumur 2 tahun 9 bulan dari dusun yang sama juga sedang dibawah pengawasan. Sampel dari anak ini sudah dikirim ke Jakarta untuk diperiksa.

Hingga berita ini diturunkan, kasus penularan flu burung pada manusia di Indonesia telah menyerang 103 penderita, 82 di antaranya meninggal dunia. Angka kematian manusia akibat terinfeksi flu burung 79,6 persen. Kabupaten Jembrana sudah ditetapkan sebagai wilayah kejadian luar biasa flu burung. Ratusan unggas dimusnahkan.

Sebenarnya keberadaan virus AI telah terdeteksi di area tersebut sejak bulan sebelumnya dan sejak 19 Juli 2007 telah dilakukan pemusnahan terbatas di daerah tersebut serta pemusnahan lanjutan telah mulai dilakukan sejak beberapa hari yang lalu.


Gubernur Kecewa pada Bupati Jembrana

Ditempat terpisah, Gubernur Bali Dewa Beratha mengaku kecewa terhadap Bupati Jembrana, dan menganggap kasus tersebut sebagai sebuah kecolongan. Oleh karena itu, Gubernur meminta Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan Bali dan Jembrana memantau aktivitas di sekitar rumah korban.

Widiantari mulai menderita sakit pada 3 Agustus lalu dengan gejala panas, batuk berdahak, dan menggigil. Pada 6 Agustus, ia berobat ke petugas kesehatan, lalu ke dokter. Ia sempat dirawat di RSU Daerah Negara sebelum dirujuk ke RS Sanglah dengan diagnosis pneumonia berat.

Penderita dirawat di RS Sanglah pada 10 Agustus dengan panas 40 derajat Celsius. Tetangga Widiantari, PN (2 tahun 9 bulan) juga diduga terinfeksi H5N1 dan dirawat di RS Sanglah sejak Minggu lalu.

Dewa Beratha juga memerintahkan agar seluruh unggas yang berada pada radius satu kilometer dari rumah korban dimusnahkan dan seluruh warga diperiksa kesehatannya. Ini untuk memastikan tidak adanya penularan lebih lanjut.

Tak lama berselang, Bupati Jembrana Gede Winasa mengelak bahwa kasus flu burung tersebut sebuah kecolongan. “Kami tidak ingin menuduh atau menjadikan siapa pun kambing hitam. Kami prihatin dengan kasus ini,” katanya. Ia menegaskan, biaya untuk pemberantasan flu burung pasca kasus Widiantari tidak terbatas. Bupati juga menyantuni keluarga korban sebesar Rp 5 juta.

Dari Sukabumi, Jawa Barat, Wakil Ketua Pelaksana Harian Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza Tri Satya Putri N mengimbau pemerintah agar tidak melihat kembali merebaknya flu burung pada unggas sebagai hal biasa. Hal itu dia sampaikan karena flu burung kembali menyerang unggas di peternakan-peternakan dan menyebabkan kematian massal. Tri Satya menilai, penanganan pemerintah masih lambat.


Sungguh Ironis...

Bayu juga menambahkan, petugas kesehatan dari dalam dan luar negeri juga memonitor lalu lintas semua jenis hewan dari dan ke daerah sekitar kasus dideteksi. Semua unggas dalam radius 1 kilometer dari lokasi disembelih dalam minggu ini. Bersama dengan UNICEF, kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat di daerah sekitar juga segera dilaksanakan.

Pihaknya bersama tim ahli dari Komnas FBPI segera bertolak ke Bali untuk melihat langsung langkah-langkah yang dilakukan untuk mengendalikan penyebaran pada unggas. “Dengan kejadian ini wisatawan diminta untuk tidak panik, tetapi mereka juga harus mengetahui informasi yang ada. Kasus pada manusia di Jakarta telah bisa dikendalikan dan kontrol ketat juga sedang diberlakukan di Bali,” jelas Bayu.

Lebih lanjut Bayu juga memaparkan langkah-langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko tertular virus flu burung:

1. Jangan sentuh unggas yang sakit atau mati. Jika telanjur, cepat-cepat cuci tangan pakai sabun dan laporkan ke kepala desa.
2. Cuci pakai sabun tangan dan juga peralatan masak Anda sebelum makan atau memasak. Masak ayam dan telur ayam sampai matang.
3. Pisahkan unggas dari manusia. Dan juga pisahkan unggas baru dari unggas lama selama 2 minggu.
4. Periksakan ke puskesmas jika mengalami gejala flu dan demam setelah berdekatan dengan unggas.

Yang menjadi pemandangan ironis adalah saat ini Bali telah ditetapkan sebagai wilayah dengan prioritas pertama dalam penanggulangan virus Avian Influenza oleh Departemen Pertanian. Sementara di saat yang sama terjadi kasus kematian akibat Flu Burung pertama di Pulau Dewata ini yang bisa jadi bisa memukul sektor pariwisata yang menjadi andalan devisa pendapatan daerah.


Kilas Balik ke Tahun 2004

Flu Burung yang makan korban manusia di Bali belum lama ini tersebut secara teoritis memang bisa terjadi, bila sebelumnya sudah diketahui ada Avian Influenza ketika pada 2004

Pemerintah pun pada 2004 sudah menyampaikan perkembangan wabah penyakit unggas menular (avian influenza) penyebarannya termasuk di Bali, meski pada saat itu hasil uji serologi dari Departemen Kesehatan terhadap peternak di Bali menunjukkan hasil reaksi negatif terhadap avian influenza/flu burung

Saat 2004 itu, Virus flu burung yang menjangkiti Indonesia termasuk Bali membuat semua pihak ekstra waspada. Sebab tak hanya unggas yang bisa kena virus ini. Manusia pun bisa kena. Hanya saja penularannya lewat unggas yang sudah terkena virus ini. Jembrana pun sempat dikagetkan dengan pemberitaan ribuan unggas mati karena flu burung.

Sejak tersiarnya kabar adanya virus flu burung sampai berita ribuan unggas di Jembrana mati pada 2004 itu, pemantauan terhadap peternak makin intensif. Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan melalui Bidang Peternakan turun ke lapangan. Data yang mereka temukan, tidak ada kematian ternak hingga ribuan ekor.

Kalau ada yang mati jumlahnya tak sampai ribuan. Peternakan yang sudah mereka sasar adalah Mitra Abadi Farm (20 ribu ayam petelur), Suwina, peternak di Sebual (3500 ayam petelur), Tantra peternak di Melaya (7000 ayam petelur) dan Adi Adnyana peternak di Negara (2000 ayam petelur).

Mengantisipasi lebih mewabahnya flu burung Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Jembrana mengeluarkan surat edaran no 524.3/140/Nak/PKL/2004 ini tentang wabah penyakit unggas. Surat edaran tersebut menekankan lima hal, yakni semua peternak unggas harus melaporkan tiap ada penyakit dan menutup lokasi peternakan yang sudah tertular.

Selain itu, tidak memberdayakan unggas yang sakit dari peternakan yang sudah tertular, melakukan pemusnahan unggas yang sakit dan mati dengan cara dibakar atau ditanam, terakhir melakukan sanitasi (desinfeksi) terhadap unggas, kandang dan alat ternak lainnya dengan venol, Na/K, dan hipo klorit.

Selain surat edaran, para peternak juga dihimbau melakukan mencegahan di kandang masing-masing. Peternakan terbesar yang ada di Jembrana, Mitra Abadi Farm sampai melakukan isolasi kandang.

''Hal ini kami lakukan agar mereka yang ke luar masuk diperhatikan dan mengurangi penyebaran virus. Kami pun akan membelikan masker untuk tujuh karyawan yang bertugas di kandang,'' papar I Ketut Sudiasa, pemiliki kandang yang terletak di banjar Kebon, kelurahan Baler Bale Agung, Negara ini.

Pada 2004 itu, Kabid Peternakan IGN Sandjaja menambahkan, isolasi kandang harus dilakukan untuk mencegah penyebaran virus, seandainya kandang sudah terjangkit virus. ''Mereka yang masuk kandang wajib memakai masker dan melakukan cuci hama,'' tandasnya.

Hal ini dilakukan karena penyebaran virus melalui kontak alat dengan manusia, melalui angin dan makanan. Obat untuk virus ini belum ditemukan, yang ada adalah vaksin.


Gumboro

Sebelumnya, Januari 2004, Pihak Dinas Kesehatan Propinsi Bali bersama Dinas Kesehatan Jembrana dan Bid Peternakan pun sudah melakukan pemantauan di lokasi peternakan milik Sudiasa. Apa yang dilakukan ini untuk mengetahui apakah ada masyarakat sekitar lokasi kandang ayam terkena imbas virus.

Sampai saat itu belum ditemukan adanya orang yang terkena virus flu burung di Jembrana. Komisi B DPRD Jembrana bersama Bid Peternakan direncanakan turun lagi ke lapangan.

Soal kekhawatiran terjangkitnya flu burung juga menghantui para peternak. ''Saya yang tiap hari bergelut dengan ayam juga khawatir. Kalau ada pekerjaan lain saya mau kerja yang lain saja,'' ujar Ketut Winarsa, salah seorang pengelola peternakan ayam pedaging di Banjar Dangin Berawah, Perancak, Negara januari 2004.

Kebetulan kandang ayam yang dimiliki Putu Budiastra ini sedang kosong. Mereka baru saja panen dan belum tahu apakah akan melanjutkan usaha ini sehubungan dengan adanya virus flu burung. ''Melanjutkan atau tidak terserah bos saja. Kalau ternak ayam lagi, ya saya kerja kalau nggak ya nggak apa-apa,'' ujar Winarsa yang didampingi istrinya, Ni Wayan Sutarmi yang sampai 2004 sudah tiga tahun mengelola peternakan ayam milik Budiastra.

Salah seorang adik Sudiasa pun mengakui ada kekhawatiran virus flu burung ini. Walaupun sudah disemprot desinfektan, rasa khawatir juga masih ada. Soal ayam-ayam yang mati, Sudiasa dan Winarsa mengakui ada yang mati, namun jumlahnya tidak sampai ribuan. ''Tiap hari paling-paling ada tiga ekor yang mati. Itu pun langsung kami bakar di dapur khusus,'' papar Sudiasa.

Sementara Winarsa mengatakan dari 5000 ekor ayam pedaging, yang mati dalam waktu 36 hari itu sekitar 300-400 ekor. ''Matinya ayam itu tidak bersamaan, penyebabnya juga bukan virus flu burung tetapi gumboro,'' tandasnya. Soal kebersihan kandang pun dia akui sudah dilakukan dengan baik. Tiap dua hari kandang dibersihkan dan kotoran pun sudah ada yang memesan untuk dijadikan pupuk.


Peneguhan oleh FKH Universitas Udayana

Pada tahun 2004 itu pun terjadi peneguhan tentang adanya kasus AI di Bali. Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana sudah mengisolasi virus Avian Influenza (AI) pada ayam kampung di Bali.

Kasus yang ditemukan tim ahli FKH Unud tersebut terjadi pada ayam kampung milik seorang peternak di Desa Kerobokan, Kota Madya Denpasar yang pada tanggal 16 Juni 2004 yang menunjukkan gejala tidak mau makan dan minum, bulu kusam, lemah, pucat, inkoordinasi dan kepala menunduk.

Adapun tim dari FKH Unud itu adalah GNK Mahardika, M Sibang, M Suamba, KA Adnyana, NMS Dewi, KA Meidiyanti, dan YA Paulus. Pada kasus yang dilaporkan Jurnal Veteriner FKH Universitas Udayana itu, bedah bangkai ditemukan perdarahan titik atau menyebar di bawah kulit, trakhea dan paru-paru, proventrikulus dan seka tonsil.

Selanjutnya, suspensi material paru-paru, seka-tonsil, dan otak ayam contoh diinjeksikan pada ruang alantois telur ayam bertunas umur 10 hari. Sekitar 20 jam paska injeksi semua embryo telah mati dan mengalami perdarahan seluruh tubuh serta membrannya.

Sumber yang sama menyatakan, aktivitas hemaglutinasi dapat dideteksi dari cairan alantois dengan uji haemaglutinasi (haemagglutination assay/ HA). Aktivitas tersebut dapat dihambat oleh antibodi standar terhadap AI tetapi tidak dapat oleh antibodi terhadap ND dengan menggunakan teknik hambatan hemaglutinasi (haemaglutination inhibition/HI) yang baku.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa agen yang terlibat adalah virus AI. Pengujian dari agen tersebut untuk dijadikan sebagai bibit untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

Ternyata, 3 (tiga) tahun setelah tahun 2004 itu, kini kita mendapati kenyataan berbeda dengan penyebaran virus Avian Influenza, menurut berita Komnas Pengendalian Flu Burung itu, telah menyerang manusia.

Maka berbagai wacana tentang AI di Bali pun kembali bermunculan. Namun hendaknya semua tidak berhenti cuma sampai pada wacana semata. Menjadi tugas kita untuk terus melakukan evaluasi dan perbaikan dalam pengendalian penyakit yang disebabkan oleh virus yang penuh liku-liku ihwal penguasaan konsep tentang ketahanan tubuh ayam ini. (wan/YR/berbagai sumber)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls