Fokus Infovet Edisi 165 April 2008
TANGANI KOLERA BERSAMA PRAKTISI BOGOR
(( Jelasnya, profesionalime penanganan Kolera di peternakan, mutlak dibutuhkan. ))
Karena kondisi harga pakan meningkat, sementara DOC sulit, maka berakibat pemasaran obat pun turun. Mulai Januari 2008 itulah terjadi penurunan pemasukan DOC pun turun, populasi ayam turun, pengambilan antibiotik dan vitamin turun. Pengaruh penyakit biasanya ada beberapa penyakit. Yang sering terjadi adalah penyakit Gumboro, CRD dan Kolibasilosis. Adapun kolera terjadi beberapa kasus pada ayam layer. Demikian banyak diungkap oleh petugas teknis kesehatan hewan di lapangan.
Maka Infovet pun mengkonfirmasikannya pada narasumber di lapangan. Kali ini kita berjumpa dengan Drh Yuli Hernanto salah satu area supervisor PT Sanbe Farma Divisi Veteriner & Akuakultur di Bogor. Menurut Hernanto, penyakit Kolera banyak terjadi pada puncak produksi, karena pada saat ini kejadian stres paling tinggi. "Serangan kolera pada ayam petelur lebih banyak dijumpai pada waktu tingkat stress-nya tinggi. Biasanya pada saat awal dan puncak produksi waktu ayam berumur 25 sampai dengan 30 minggu,” katanya.
Menurut Drh Yuli Hernanto, untuk mengetahui ayam terserang kolera, tanda-tandanya adalah ayam berak hijau yang tampak pada warna kotorannya yang mengotori air, pakan dan lain-lain, keluar cairan dari mulut dan tubuh ayam, nafsu makan ayam turun yang dapat dilihat juga, pial bengkak berwarna biru. Pada saat bangkai ayam dibedah, tampak hatinya membesar, perdarahan pada hati, lambung (proventrikulus).
”Diagnosa banding kolera ini adalah tetelo alias New Castle Disease,” tambah Drh Yuli Hernanto Dengan memperhatikan tanda-tanda penyakit seperti kotoran yang berwarna hijau dan pial yang berwarna kebiruan, disertai dengan penurunan produksi, adanya telur yang pecah di dalam perut ayam serta hati yang terlihat seperti belang-belang, dokter hewan ini menaruh kecurigaan pada kolera
Menurutnya, kasus Kolera ini biasanya ditangani dengan Amoksilin dan Cilistin. Sedangkan selain obat-obatan, maka sanitasi lingkungan dijaga ketat dengan desinfeksi dan penyemprotan rutin setiap bulan.
Adapun praktisi kesehatan hewan di lapangan yang lain yang dijumpai Infovet di Bogor adalah Puji Hartono SPt, juga salah satu area supervisor PT Sanbe Farma Divisi Veteriner & Akuakultur di Bogor. Sudah tentu untuk mengetahui adanya kejadian kolera pada ayam di peternakan itu bukan sekedar cerita atau baca buku, namun seperti petugas lapangan yang ini, ia berkunjung di peternakan-peternakan pelanggan perusahaannya.
Puji Hartono SPt mengatakan setiap minggu ia menjadual kunjungan ke peternakan dan berhubungan dengan petugas kesehatan hewan di peternakan yang dikunjungi. Di situlah ia melakukan kontrol peternakan, dan ada kalanya menjumpai kasus penyakit. Ia pun menganalisa kasus, untuk kemudian setelah dianalisa ia memberi advis dan treatment serta perbaikan-perbaikan.
Untuk akhirnya bila ia menganjurkan harus adanya pemberian obat, ia mengatakan itu pn harus memperhatikan banyak faktor, misalnya kandang dan suhu. Untuk aplikasi pemberian obat pun juga perlu diskusi dengan petugas kesehatan hewan peternakan pada setiap kunjungan. Jelasnya hal ini, kata Puji Hartono. ”Untuk mencari solusi yang terbaik bagi kandang yang dikunjungi. Tidak boleh sepihak.”
Hal itu pulalah yang dilakukannya bila menghadapi kasus Kolera ayam di lapangan. Menurutnya, kasus kolera dan kolibasilosis lebih sering muncul karena permasalahan air, di mana pada musim penghujan, sekam kandang acapkali basah. Padahal, ayam juga suka ke lokasi yang basah. ”Untuk itu treatment sekam harus diperhatikan,” katanya. Bila ayam sudah mengalami kembung, Puji Hartono mengatakan, bahwa hal ini sudah banyak bakteri yang berkembang di dalam tubuh ayam. Ia pun menganjurkan peternak memberikan antibiotik pada ayam, pada kasus pencernaan ayam yang jelek ini.
Jelasnya, profesionalime penanganan Kolera di peternakan, mutlak dibutuhkan. (YR)
TANGANI KOLERA BERSAMA PRAKTISI BOGOR
(( Jelasnya, profesionalime penanganan Kolera di peternakan, mutlak dibutuhkan. ))
Karena kondisi harga pakan meningkat, sementara DOC sulit, maka berakibat pemasaran obat pun turun. Mulai Januari 2008 itulah terjadi penurunan pemasukan DOC pun turun, populasi ayam turun, pengambilan antibiotik dan vitamin turun. Pengaruh penyakit biasanya ada beberapa penyakit. Yang sering terjadi adalah penyakit Gumboro, CRD dan Kolibasilosis. Adapun kolera terjadi beberapa kasus pada ayam layer. Demikian banyak diungkap oleh petugas teknis kesehatan hewan di lapangan.
Maka Infovet pun mengkonfirmasikannya pada narasumber di lapangan. Kali ini kita berjumpa dengan Drh Yuli Hernanto salah satu area supervisor PT Sanbe Farma Divisi Veteriner & Akuakultur di Bogor. Menurut Hernanto, penyakit Kolera banyak terjadi pada puncak produksi, karena pada saat ini kejadian stres paling tinggi. "Serangan kolera pada ayam petelur lebih banyak dijumpai pada waktu tingkat stress-nya tinggi. Biasanya pada saat awal dan puncak produksi waktu ayam berumur 25 sampai dengan 30 minggu,” katanya.
Menurut Drh Yuli Hernanto, untuk mengetahui ayam terserang kolera, tanda-tandanya adalah ayam berak hijau yang tampak pada warna kotorannya yang mengotori air, pakan dan lain-lain, keluar cairan dari mulut dan tubuh ayam, nafsu makan ayam turun yang dapat dilihat juga, pial bengkak berwarna biru. Pada saat bangkai ayam dibedah, tampak hatinya membesar, perdarahan pada hati, lambung (proventrikulus).
”Diagnosa banding kolera ini adalah tetelo alias New Castle Disease,” tambah Drh Yuli Hernanto Dengan memperhatikan tanda-tanda penyakit seperti kotoran yang berwarna hijau dan pial yang berwarna kebiruan, disertai dengan penurunan produksi, adanya telur yang pecah di dalam perut ayam serta hati yang terlihat seperti belang-belang, dokter hewan ini menaruh kecurigaan pada kolera
Menurutnya, kasus Kolera ini biasanya ditangani dengan Amoksilin dan Cilistin. Sedangkan selain obat-obatan, maka sanitasi lingkungan dijaga ketat dengan desinfeksi dan penyemprotan rutin setiap bulan.
Adapun praktisi kesehatan hewan di lapangan yang lain yang dijumpai Infovet di Bogor adalah Puji Hartono SPt, juga salah satu area supervisor PT Sanbe Farma Divisi Veteriner & Akuakultur di Bogor. Sudah tentu untuk mengetahui adanya kejadian kolera pada ayam di peternakan itu bukan sekedar cerita atau baca buku, namun seperti petugas lapangan yang ini, ia berkunjung di peternakan-peternakan pelanggan perusahaannya.
Puji Hartono SPt mengatakan setiap minggu ia menjadual kunjungan ke peternakan dan berhubungan dengan petugas kesehatan hewan di peternakan yang dikunjungi. Di situlah ia melakukan kontrol peternakan, dan ada kalanya menjumpai kasus penyakit. Ia pun menganalisa kasus, untuk kemudian setelah dianalisa ia memberi advis dan treatment serta perbaikan-perbaikan.
Untuk akhirnya bila ia menganjurkan harus adanya pemberian obat, ia mengatakan itu pn harus memperhatikan banyak faktor, misalnya kandang dan suhu. Untuk aplikasi pemberian obat pun juga perlu diskusi dengan petugas kesehatan hewan peternakan pada setiap kunjungan. Jelasnya hal ini, kata Puji Hartono. ”Untuk mencari solusi yang terbaik bagi kandang yang dikunjungi. Tidak boleh sepihak.”
Hal itu pulalah yang dilakukannya bila menghadapi kasus Kolera ayam di lapangan. Menurutnya, kasus kolera dan kolibasilosis lebih sering muncul karena permasalahan air, di mana pada musim penghujan, sekam kandang acapkali basah. Padahal, ayam juga suka ke lokasi yang basah. ”Untuk itu treatment sekam harus diperhatikan,” katanya. Bila ayam sudah mengalami kembung, Puji Hartono mengatakan, bahwa hal ini sudah banyak bakteri yang berkembang di dalam tubuh ayam. Ia pun menganjurkan peternak memberikan antibiotik pada ayam, pada kasus pencernaan ayam yang jelek ini.
Jelasnya, profesionalime penanganan Kolera di peternakan, mutlak dibutuhkan. (YR)