Ketika Kasus Flu Burung Tutupi Rabies

Liputan Khusus Infovet edisi 171 Oktober 2008

Ketika Kasus Flu Burung Tutupi Rabies


(( Jangan remehkan kasus Rabies meski tertutup kasus Fu Burung. ))

Dalam melakukan surveilans AI pada burung liar, Merk vaksin yang protektif terhadap penyakit rabies ternyata dibutuhkan karena dalam surveilans itu petugas sering harus membebaskan kelelawar yang terperangkap di jaring; sementara kelelawar adalah salah satu penyebar Rabies.

Pengalaman Drh Zulfi Arsan salah seorang anggota milis dokter_hewan itu dijawab salah seorang anggota yang lain dengan informasi untuk vaksin rabies manusia bisa ditanyakan di Depkes kantor P2M (Pemberantasan Penyakit Menular) jalan Percetakan Negara bagian Penyakit Bersumber Binatang seberang Rutan Salemba atau di RS Sulianti Saroso di dekat Tanjung Priok Jakarta.

Dr Drh Tri Satya Putri Naipospos ahli Indonesia yang bekerja di Badan Kesehatan Dunia di Thailand menyatakan wajar bila isu rabies tertutup isu avian influenza. Namun, meski Rabies cuma satu diantara beribu masalah di tanah air dan tidak banyak yang bisa diharapkan menjelang Pemilu 2009 kasus ini juga perlu dicermati untuk kesiapsiagaan antara lain dengan melindungi Vaksinator rabies di lapangan.

Menurut seorang anggota milis itu, Galiman, mungkin hampir 90 persen petugas lapangan terkait dengan penanggulangan rabies di Indonesia belum diproteksi atau belum divaksin Rabies (VAR) akibat kesalahan prosedur operasional yang sangat mendasar.

Di negara lain belakangan ini rabies meningkat di China di mana, "Kasus rabies meningkat pada manusia dikarenakan terlambat dilakukan VAR (vaksin anti rabies) dan SAR (serum anti rabies)," kata Galiman seraya menambahkan di Amerika keberadaan VAR baik HD (human diploid )atau verocell infonya stok sedang mengalami defisit secara nasional.

Di tanah air, kasus terbaru rabies antara lain di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur. "Terakhir memang muncul kasus rabies yang tadinya sudah dinyatakan bebas di NTT, terus di Lebak Banten dengan kasus gigitan pada manusia, serta di Kabupaten Sukabumi wilayah Selatan terakhir ini," kata ahli kesehatan masyarakat veteriner Dr Drh Denny Lukman MSc dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor.

"Sebagai penyakit zoonosis, Rabies penting untuk mendapatkan perhatian serius dari kita, pemerintah dan masyarakat," kata Tri Satya Putri dilanjutkan tutur Dr Denny Lukman, "Ini memang mesti dapat perhatian serius dari pemerintah dan dokter hewan (pemerintah dan non pemerintah). Masih banyak tantangan zoonosis ke depan bagi negeri kita ini. Seperti pernyataan kolega dokter hewan di dunia, terkait One World One Health, sudah saatnya dokter hewan bekerjasama aktif dengan dokter dan profesi medik lainnya dalam mengantisipasi zoonosis."


Jawa Barat

”Sekarang Jawa Barat sudah tidak bebas rabies lagi,” pernyataan Kepala Dinas Peternakan Jawa Barat Rachmat Setiadi kepada waratawan belum lama ini menunjukkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencabut status bebas rabies untuk wilayah Jawa Barat yang disandang sejak tahun 2004.

Rachmat Setiadi mengatakan pencabutan status bebas rabies itu karena munculnya kasus rabies di Sukabumi pertengahan 2008 di mana belasan warga dilaporkan positif terserang Rabies akibat serangan gigitan anjing liar. Sejumlah serangan di Garut dan Tasikmalaya tidak mengakibatkan penyakit anjing gila pada orang.

"Virus rabies diidap anjing liar di wilayah Sukabumi diduga berasal dari anjing hutan yang merambah ke permukiman penduduk akibat kekurangan makanan di musim kemarau," kata Rachmat seraya menambahkan kemungkinan terjadi perkelahian antara anjing liar dengan anjing hutan yang mencari makan di perkampungan penduduk.

Untuk mengatasi masalah itu, Rachmat Setiadi mengatakan petugas Dinas Peternakan sudah diterjunkan ke wilayah-wilayah yang terdapat Rabies untuk memburu anjing liar guna dimusnahkan dengan racun, termasuk anjing hutan yang turun ke perkampungan penduduk.

Kata Rachmat, bekerja sama dengan camat setempat petugas juga akan memvaksinasi anjing peliharaan yang ada di wilayah yang terlaporkan muncul Rabies.


Nusa Tenggara Timur

Sejumlah 178 warga di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) digigit anjing rabies dua bulan terakhir dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium di Maros, Sulawesi Selatan, delapan anjing positif terjangkit rabies. Demikian Drh Maria Geong petugas penyuluh rabies wilayah Flores di Kupang kepada wartawan belum lama ini.

Drh Maria Geong mengharapkan masyarakat di Pulau Flores terus waspada terhadap anjing rabies terkait populasinya yang terus meningkat hingga 20.000 ekor. Yang perlu juga jadi perhatian adalah kedekatan masyarakat Pulau Flores serta pulau-pulau lain di Flores bagian timur dengan anjingnya sebagai "teman" untuk menjaga rumah dan ladang dari serangan hama babi hutan serta monyet yang membuat mereka tak sampai hati membunuh anjing-anjingnya meski di antaranya telah terjangkit penyakit rabies,

Drh Maria Geong mengungkap, tanda-tanda anjing yang terjangkit rabies itu terdengar dari suaranya saat menggonggong yang tiba-tiba berubah melonglong dan mengeluarkan air liur berlebihan. Anjing juga tampak kebingungan dan terus menggigit benda apa saja yang ditemui. "Jika sudah ada tanda-tanda seperti itu, kami langsung mengejar dan membantainya dengan parang atau tombak guna menghindari gigitan terhadap warga," kata Valens Masan salah seorang warga pemilik anjing.

Kasus rabies ini sudah berulang kali diberantas oleh Dinas Peternakan, namun tetap saja tidak berhasil karena keterbatasan vaksin anti rabies. "Kasus Rabies di NTT memang membutuhkan penanganan yang serius," kata Drh Indrasnowo seraya menambahkan, "Tantangan tersebut harus kita pecahkan bersama. Banyak kendala yang dihadapi oleh petugas di NTT dalam penanggulangan Rabies; keterbatasan vaksin rabies, masalah geografis, kultur, dana dan mungkin masih ada lagi lainnya. Hal ini membutuhkan konsentrasi kita semua untuk memecahkannya."

Menurut Drh Indrasnowo, seandainya jumlah vaksinnya mencukupi tetapi masalah rantai dinginnya terkendala akibat masalah geografis, hal ini juga akan menyebabkan kekurangberhasilan vaksinasi. Katanya, mungkin ada baiknya untuk dikaji mengenai penggunaan vaksinasi rabies injeksi dan peroral untuk anjing-anjing di NTT.

Seorang Dokter Hewan anggota milis berinisial Galiman pun mengungkap, "Dengar-dengar yang paling krusial penyelesaian rabies di Flores tidak lagi masalah vaksin (signifikansinya kecil). Kendala operasional (budgeter) apapun kegiatannya juga sangat berperan."

Namun, lanjutnya, "Katanya kendala yang paling besar adalah sosio-humanisme. Kebinekaan suku membuat ada 'ego' tersendiri dalam penyelesaian berbagai masalah di
masyarakat. Demikian pula masalah rabies. Anjing sudah benar-2 menjadi companion, teman hidupnya, tapi di beri kebebasan hidup, bergaul, tidak bermaksud meliarkan atau menelantarkan."


Pengalaman di Medan

Di milis dokter_hewan, Drh Lukas Agus Sudibyo Direktur Pemasaran PT Romindo Primavetcom pun mengatakan pengalamannya sekitar pertengahan tahun 1979, sebagai Drh baru di Medan ia kedatangan pasien kucing tetangga dengan gejala lemah dan hipersalivasi. "Saya tidak menduga kearah Rabies (sudah stadium lanjut) sehingga pada waktu memeriksa tangan saya yang luka kontak dengan liur kucing tersebut," kata Drh Lukas.

Keesokan harinya kucing tersebut mati dan bangkainya ia minta untuk diperiksakan ke BPPH Medan dan ternyata kucing tadi positif RABIES. Drh Lukas mengaku betul-betul merasa takut, stres dan ngeri membayangkan resiko yang harus ia hadapi.

Cerita Drh Lukas, "Drh. Mastur, staff BPPH kala itu menyarankan saya untuk menemui Kepala BPPH Medan untuk minta vaksin Rabies manusia buatan Jepang yang dikhususkan untuk pegawai BPPH. Akan tetapi Kepala BPPH Medan tidak bersedia memberikan vaksin tersebut. Lalu saya mencoba mencari vaksin ke apotek-apotek di Medan tapi hasilnya nihil."

Sore harinya Drh Lukas telpon ke kantor pusatnya (PT Romindo Primavetcom, red) di Jakarta dan kebetulan atasan Drh Lukas masih dikantor lalu ia ceritakan masalahnya ke atasan itu. Atasan Drh Lukas menjanjikan bahwa besok siang vaksin Rabies HDCV buatan Institue MERIEUX Perancis pasti sudah sampai di Medan.

Ternyata vaksin Rabies HDCV tersebut dibawa oleh salah seorang staf kantor pusat ke Medan dan langsung disuntikkan oleh dokter. Drh Lukas betul-betul kagum dan berterima kasih atas perhatian perusahaan tempat saya bekerja terhadap pegawainya. "Puji syukur kepada TUHAN YME saya terhindar dari ancaman Rabies," katanya.

Drh Lukas tidak bisa bayangkan seandainya ia tidak membawa bangkai kucing tadi ke BPPH Medan untuk diperiksa, tentunya ia tidak akan melakukan tindakan pengobatan atau pencegahan apa-apa. "Juga apa jadinya kalau kita tidak punya koneksi untuk mendapatkan vaksin Rabies untuk manusia," ujar Drh Lukas.

Dari pengalaman pribadi tersebut, Drh Lukas sangat mendukung untuk dilakukan vaksinasi Rabies pada vaksinator ataupun Drh praktek, karena kita tidak tahu resiko yang akan dan harus dihadapi pada saat kita berhadapan dengan pasien (anjing dan kucing).

"Semoga kita tetap dapat melestarikan motto "MANUSYA MRIGA SATWA SEWAKA" menjaga kesejahteraan manusia melalui kesehatan hewan," tutur Drh Lukas di milis dokter_hewan, yang kebetulan Hari Rabies Dunia jatuh pada tanggal 28 September.

Drh Yunianto Kartowinoto pun mempertanyakan sebuah pekerjaan rumah buat kita semua, "Apakah daerah-daerah zona bebas Rabies yang berlaku di beberapa daerah di Indonesia sudah di audit lagi?"(YR/ milis dokter_hewan)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls