Moving to New York City

A move to NYC is something I've been considering for quite some time now. Staying here, or rather not moving to NYC, simply became untenable for me.
NYC was always a place of fascination and inspiration for me. I think proferring an explanation for a move to New York is tautological - I mean it's New York, right?!
I'll be living in Brooklyn, facing the harbour just south of Manhattan, with a view of the Statue of Liberty and her colossal, oxidized, copper torch raised to the skies, an indelible image from my childhood...

My move is slated for the 1st of August, 2008.

More to follow...



My view of her isn't this good.

Pro/PreBiotik, Asam Organik dan Enzim

(( Penciptaan produk-produk zat aditif baru dengan nilai ekonomis tinggi serta mampu bersaing di pasar masih terbuka lebar bagi industri pakan dengan nilai bisnis yang cukup besar. ))

Beberapa alternatif zat aditif pengganti antibiotik telah ditawarkan bagi peternak untuk memicu produksi dan reproduksi seperti pro- dan prebiotik, asam-asam organik, minyak esensial (essential oil) dan berbagai jenis enzim.

Senyawa-senyawa aditif tersebut terbukti mampu meningkatkan produksi ternak tanpa mempunyai efek samping bagi ternak dan konsumen yang mengkonsumsinya. Bagaimana menjelaskan masing-masing?


Pro- dan Prebiotik

Lingkungan menyenangkan untuk pertumbuhan bakteri menguntungkan (penurunan pH dengan memproduksi asam laktat) akan tercipta dengan mensuplai probiotik pada ransum ternak.

Bakteri asam laktat seperti Lactobacillus bulgaricus, Lactobacilus acidophilus, Bifidobacteria thermophilum dan jenis fungi seperti Saccharomyces cerevisiae adalah contoh-contoh probiotik yang telah diproduksi secara komersial.

Probiotik pun dapat mengurangi produksi racun dan menurunkan produksi amonium dalam saluran pencernaan. Fungsi zat aditif ini tidak jauh berbeda dengan antibiotik yaitu mengatur komposisi mikroflora dalam saluran pencernaan.

Adapun prebiotik adalah oligosakarida yang tidak dapat dicerna oleh hewan monogastrik (ayam dan babi). Senyawa ini digunakan sebagai substrat untuk merangsang pertumbuhan bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli.

Pemberian 0,1 – 0,5% dalam ransum dapat meningkatkan bakteri yang menguntungkan dan menurunkan populasi bakteri yang merugikan.

Dalam penerapannya, penggunaan pro- dan prebiotik bukan merupakan hal baru dalam dunia peternakan.


Asam-asam Organik

Perkembangan biotekhnologi yang begitu pesat mengilhami industri-industri pakan ternak untuk memproduksi asam-asam organik dalam bentuk komersial seperti asam asetat, propionat laktat dan citrat yang dikemas dalam bentuk cair.

Asam-asam organik sebenarnya diproduksi secara otomatis dalam tubuh ternak melalui proses fermentasi selanjutnya digunakan sebagai sumber energi.

Penambahan asam-asam organik dalam pakan ternak dapat meningkatkan produktifitas ternak. Peningkatan performance ternak terjadi melalui penciptaan lingkungan yang serasi bagi perkembangan mikroflora menguntungkan.

Dengan lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri tertentu (melalui penurunan keasaman) dapat mengaktifkan serta merangsang produksi enzim-enzim endegenous dan berakibat meningkatnya absorbsi nutrisi dan konsumsi pakan untuk pertumbuhan, produksi dan reproduksi.


Minyak Esensial (Essential oil)

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keaneka ragaman sumber daya alam hayati. Berbagai hasil penelitian menunjukkan potensi Indonesia melalui penambahan minyak esensial dalam pakan ternak.

Penambahan minyak esensial dalam pakan ternak ini dapat memperbaiki performance ternak melalui meningkatnya nafsu makan ternak, meningginya produksi enzim-enzim pencernaan serta stimulasi antiseptik dan antioksidan dari minyak atsiri tersebut.

Saat ini dikenal lebih kurang 2600 jenis minyak esensial yang dihasilkan melalui ekstraksi berbagai jenis tanaman. Jamak diketahui bahwa setiap tanaman mempunyai komponen bioaktif yang spesifik.

Di dalam tubuh makhluk hidup senyawa bioaktif tersebut mempunyai aktifitas microbial, sebagai antioksidan, bersifat antibotik dan juga meningkatkan kekebalan tubuh.

Beberapa contoh minyak esensial yang terdapat pada tanaman misalnya cinnamaldehyde (cinnamon), eugenol (clove), allicin (garlic) dan methol (peppermint).


Enzim

Walaupun dalam tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri sesuai dengan kebutuhan, penambahan enzim pada ransum kadang kala masih dibutuhkan. Saat ini telah terindentifikasi lebih kurang 3000 enzim.

Enzim sendiri merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pemecahan senyawa-senyawa yang komplek menjadi sederhana.

Beberapa faktor menjadi pemicu munculnya kebutuhan ini. Misalnya, antinutrisi faktor pada bahan pakan (lekctins dan trypsin inhibitor), rendahnya efesiensi kecernaan bahan pakan, dan ketidak tersediaan enzim tertentu dalam tubuh ternak.

Xylanase dan ß-glucanase adalah contoh-contoh enzym yang digunakan pada ternak monogastrik untuk meningkatkan daya cerna ternak.

Penambahan enzim protease dapat untuk mengatasi rendahnya kemampuan ternak muda untuk mencerna protein pada kacang kedele (glycin dan ß-conglycin).

Bahan-bahan baku pakan yang kaya karbohidrat seperti gandum, barley, jagung dan lainnya, mengikat unsur phosphor dalam bentuk asam phytat (myo-inositol hexaxy dihidrogen phosphat) sehingga tidak mampu dicerna oleh ternak. Phytase sebagai enzim yang mampu meningkatkan penyerapan posphor dapat dipikirkan sebagai alternatif.

Dengan mensuplai phytase yang berasal dari Aspergillus atau Trichoderma strains dalam ransum ternak dapat meningkatkan ketersediaan phospor, Ca, Zn dan asam amino bagi ternak. Polusi lingkungan melalui Eutropication juga dapat dicegah dengan penambahan phytase dalam pakan ternak.

Penciptaan produk-produk zat aditif baru dengan nilai ekonomis tinggi serta mampu bersaing di pasar masih terbuka lebar bagi industri pakan dengan nilai bisnis yang cukup besar. (Samadi/Inovasi/YR)

Antibiotik dalam Pakan Ternak

(( Dengan klasifikasi jenis mikro-organisma dalam saluran pencernaan manusia, diketahui peranan penting berbagai genera mikroflora bagi kehidupan makhluk hidup yang dapat diseimbangkan dengan antibiotika. Lalu, mengapa ada pelarangan penggunaan Antibiotik pada pakan ternak? ))


Sejujurnya, dengan berbagai kasus mutu yang kita jumpai di lapangan, Indonesia masih bermasalah dalam soal jaminan pasti bagi konsumen untuk mengkonsumsi produk-produk ternak yang terbebas dari pencemaran?

Makanan sebagai salah satu faktor yang bisa meningkatkan angka harapan hidup suatu negara, masih acap dibelit persoalan kesadaran yang kurang dari para konsumen terhadap produk ternak yang terbebas dari residu kimia (antibiotik, alfatoksin, dioxin) dan mikrobiologi berbahaya (salmonella, enterobacteriaceae dan BSE-carriers).

Acapkali kita mesti menengok dengan apa yang terjadi di negara-negara maju, di mana di sini kualitas kontrol bahan pakan terus dilakukan oleh pemerintah secara berkala
melalui system HACCP (hazard analyis and critical control points) sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah tersusun secara sistematis dan disepakati bersama.


Antibiotik dalam Pakan Ternak

Sejak ilmuan berkebangsaan Rusia Metchnikoff (1908) berhasil mengklasifikasi jenis mikro-organisma yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia, makin terkuak lebar peranan penting akan berbagai genera mikroflora bagi kehidupan makhluk hidup.

Keseimbangan antara bakteri-bakteri yang menguntungkan dan merugikan dalam saluran pencernaan sepatutnya menjadi perhatian lebih demi terciptanya hidup yang sehat bagi manusia dan produksi yang tinggi bagi ternak.

Keseimbangan populasi bakteri dalam saluran pencernaan (eubiosis) hanya dapat diraih apabila komposisi antara bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli dan yang merugikan seperti Clostridia setidaknya 85% berbanding 15%.

Dengan komposisi tersebut fungsi “barrier effect“ mikroflora yang menguntungkan dalam tubuh makhluk hidup dengan cara mencegah terbentuknya koloni bakteri phatogen (colonisation resistence) bisa teroptimalkan.

Ketidakseimbangan populasi antara bakteri yang menguntungkan dan merugikan (dysbiosis) berakibat turunnya produksi ternak.

Salah satu cara memodifikasi keseimbangan bakteri di dalam saluran pencernaan adalah dengan pemberian antibiotik. Antibiotik dipercayakan dapat menekan pertumbuhan bakteri-bakteri phatogen yang berakibat melambungnya populasi bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan.

Tingginya mikroflora menguntungkan tersebut dapat merangsang terbentuknya senyawa-senyawa antimikrobial, asam lemak bebas dan zat-zat asam sehingga terciptanya lingkungan kurang nyaman bagi pertumbuhan bakteri phatogen.

Namun disayangkan penggunaan antibiotik berakibat buruk bagi ternak dikarenakan resistensi ternak terhadap jenis-jenis mikro-organisme phatogen tertentu. Hal ini telah terjadi pada peternakan unggas di North Carolina (Amerika Serikat) akibat pemberian antibiotik tertentu, ternak resisten terhadap Enrofloxacin yang berfungsi untuk membasmi bakteri Escherichia coli.

Di bagian lain residu dari antibiotik akan terbawa dalam produk-produk ternak seperti daging, telur dan susu dan akan berbahaya bagi konsumen yang mengkonsumsinya.

Seperti dilaporkan oleh Rusiana dengan meneliti 80 ekor ayam broiler di Jabotabek menemukan 85% daging ayam broiler dan 37% hati ayam tercemar residu antibiotik tylosin, penicilin, oxytetracycline dan kanamycin.

Penggunaan senyawa antibiotik dalam ransum ternak pun menjadi perdebatan sengit oleh para ilmuan akibat efek buruk yang ditimbulkan tidak hanya bagi ternak tetapi juga bagi konsumen yang mengkonsumsi produk ternak tersebut melalui residu yang ditinggalkan baik pada daging, susu maupun telur.

Beberapa negara tertentu telah membatasi penggunaan zat aditif tersebut dalam pakan ternak seperti di Swedia tahun 1986, Denmark tahun 1995, Jerman tahun 1996 dan Swiss tahun 1999.

Selanjutnya pada 1 Januari 2006 Masyarakat Uni Eropa berdasar regulasi nomor 1831/2003 menetapkan tonggak pemusnahan berbagai macam antibiotik di mana selama beberapa dekade belakang merupakan substans yang kerap digunakan oleh peternak di berbagai belahan dunia.

Tidak dapat dipungkiri sejak digunakannya antibiotik sebagai senyawa promotor pertumbuhan dalam pakan ternak, telah terjadinya peningkatan pendapatan peternak berkat kemampuan senyawa tersebut mengkonversikan nutrisi dalam pakan secara efisien dan efektif.

Akan tetapi, pelarangan tersebut tidak menyeluruh hanya terbatas pada jenis antibiotik tertentu misalnya avoparcin (Denmark), vancomycin (Jerman), spiramycin, tylosin, virginiamycin dan chinoxalins (Uni Eropa).

Hingga kini, hanya tersisa empat antibiotik yang masih diizinkan penggunaannya dalam ransum ternak pada masyarakat Eropa yaitu flavophospholipol, avilamycin, monensin-Na dan salinomycin-Na.

Berbagai upaya telah dilakukan bertahun-tahun untuk mencari bahan tambahan dalam pakan ternak sebagai pengganti antibiotik yang berbahaya tersebut.


Bahan Aditif Pengganti Antibiotik

Konsep pakan ternak berdasarkan kualitas semata (kebutuhan energi dan protein ternak) mulai ditinjau ulang oleh nutritionis akhir-akhir ini. Tuntutan konsumen akan produk ternak yang sehat, aman dan terbebas dari residu berbahaya telah mengajak ilmuan untuk mencari alternatif sumber-sumber pakan baru sekaligus zat aditif yang aman.

Konsumen rela membayar dengan biaya berlipat demi mendapat makanan yang sehat, aman dan terbebas dari residu kimia. Produk pertanian dan peternakan alami tanpa menggunakan secuilpun bahan kimia dalam bahasa Jerman dikenal “okologische produkte” mulai mempunyai pasar tersendiri. “Feed quality for food safety“ merupakan slogan yang acap di dengungkan dimana-mana pada masyarakat Eropa termasuk Jerman.

Kerja keras berbagai pihak dalam usaha menemukan zat aditif pengganti antibiotik telah membuahkan hasil yang tidak begitu mengecewakan. Senyawa-senyawa aditif tersebut terbukti mampu meningkatkan produksi ternak tampa mempunyai efek samping bagi ternak dan konsumen yang mengkonsumsinya.

Beberapa alternatif zat aditif pengganti antibiotik telah ditawarkan bagi peternak untuk memicu produksi dan reproduksi seperti pro- dan prebiotik, asam-asam organik, minyak esensial (essential oil) dan berbagai jenis enzim. (Samadi/ Inovasi/ YR)

BUKAN SEKEDAR MENGENANG SILASE KOMPLIT

Edisi 168 Juli

BUKAN SEKEDAR MENGENANG SILASE KOMPLIT

(( Soal silase bukanlah sekenar mengenang ada teknologi macam ini untuk pakan ternak kita. Tapi patut untuk dilakukan. ))

Lingkungan yang relatif panas pada musim kemarau menyebabkan sebagian ternak akan ‘enggan makan’ sehingga secara kuantitas asupan zat makanan (nutrient) yang masuk dalam tubuh juga kurang.

Persediaan pakan silase bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak musim kemarau. Paling tidak dengan menerapkan teknologi ini dapat memberikan solusi pemenuhan pakan di musim kemarau sekaligus dapat mempertahankan kualitas asupan gizi untuk ternak.

Pembuatan silase komplit dapat dijadikan salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau sekaligus memperbaiki kualitas gizi pakan ternak. Pada kondisi hijauan melimpah di musim penghujan, bahan pakan hijauan baik berupa HMT maupun sisa tanaman pangan diperam dengan penambahan bahan konsentrat akan dapat tahan sampai 4-8 bulan.

Demikian A Sofyan dan A Febrisiantosa Peneliti UPT. BPPTK - LIPI Yogyakarta dalam suatu sumber menjawab problematika umum usaha peternakan di negara-negara tropis seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi terutama pada musimkemarau yang berdampak langsung pada sistem metabolisme dan termoregulasi pada tubuh ternak.

Saat panas seperti itu, sering dijumpai kasus ’kanibalisme’ sapi yakni sapi ’makan’ sapi. Hal ini terjadi karena kondisi persediaan pakan terutama di daerah yang tidak punya banyak tanaman HMT-nya sebagai sumber asupan nutrient.

Padahal, asupan nutrient ini berperan penting untuk mencukupi kebutuhan pokok (maintenance), perkembangan tubuh dan untuk kebutuhan bereproduksi. Implikasi dari kondisi asupan gizi ternak yang kurang, tak jarang dijumpai ternak dengan pertambahan berat hidup (average daily gain/ADG) yang masih sangat jauh dari hasil yang diharapkan baik di tingkat peternakan rakyat maupun industri.

A Sofyan dan A Febrisiantosa mengatakan, ada 2 masalah utama yang menyebabkan pakan ternak khususnya pakan ternak ruminansia yang diberikan tidak memenuhi kecukupan jumlah dan asupan
nutrient.

Masalah pertama adalah bahan pakan pada umumnya berasal dari limbah pertanian yang rendah kadar protein kasarnya dan tinggi serat kasarnya. Tingginya kadar serat ini yang umumnya didominasi komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek) yang sulit dicerna (McDonald et al., 2000).

Masalah lainnya adalah ketersedian pakan yang tidak kontinyu. Ini dikarenakan langkanya bahan pakan terutama di musim kemarau. Untuk mengatasi masalah tersebut berbagai terobosan telah dilakukan. Untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan ternak yang umum dilakukan adalah dengan memebuat menjadi hijauan kering (hay), penambahan urea (amoniasi) dan awetan hijauan (silase).

Pengolahan bahan pakan dengan pengeringan sangat tergantung dengan musim/panas matahari sedangkan pengolahan dengan amoniasi (penambahan urea) acapkali terjadi kausus toksikasi karena tingginya amonia. Teknologi yang sekarang berkembang adalah pembuatan pakan tidak hanya sekedar awet (silase) tapi juga kadar nutrient sesuai dengan kebutuhan gizi ternak.

Dikarenakan sebagian besar pakan sapi mengandung serat yang tinggi, pengolahan bentuk silase memiliki beberapa keunggulan. Silase merupakan hijauan yang diawetkan dengan cara fermentasi dalam kondisi kadar air yang tinggi (40-80 persen).

Menurut A Sofyan dan A Febrisiantosa, keunggulan pakan yang dibuat silase adalah pakan awet (tahan lama), tidak memerlukan proses pengeringan, meminimalkan kerusakan zat makanan/gizi akibat pemanasan serta mengandung asam-asam organik yang berfungsi menjaga keseimbangan populasi mikroorganisme pada rumen (perut) sapi.

Konsep teknologi silase yang dikembangkan selama ini masih bersifat silase tunggal (single silage) dan proses pembuatannya dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen).

Dalam praktek di lapangan, konsep silase ini cukup terkendala karena selain meminta tempat simpan (pemeraman) yang cukup vakum juga silase yang dihasilkan jika diberikan ke ternak hanya memenuhi 30-40 persen kebutuhan nutrisi ternak.

Menurut B A Sofyan dan A Febrisiantosa, berbeda dengan silase tunggal, silase komplit memiliki beberapa keunggulan.

1) Lebih mudah dalam pembuatannya karena tidak perlu memerlukan tempat pemeraman yang an-aerob, cukup dengan semi aerob.
2) Kandungan gizi yang dihasilkan juga lebih tinggi, dapat memenuhi 70-90 persen kebutuhan gizi ternak sapi.
3) Memiliki sifat organoleptis (bau harum, asam) sehingga lebih disukai ternak (palatable).

Prinsip pembuatan pakan komplit dalam bentuk silase ini seperti proses fermentasi pada umumnya. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari 3 kelompok bahan yakni kelompok bahan pakan hijauan, kelompok bahan pakan konsentrat dan kelompok bahan pakan aditif.

Bahan pakan hijauan disini dapat berupa bahan pakan dari hijauan makanan ternak (HMT) seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput kolonjono (Panicum muticum), Tanaman Jagung (Zea mays) dan rumput-rumput lainnya.

Selain dari HMT, limbah-limbah dari sisa panen seperti jermai padi, jerami kedelai juga dapat digunakan. Bahan pakan ini sebagai sember serat utama. Kelompok bahan pakan konsentrat dapat berupa dedak padi/bekatul, onggok (ampas tapioka), ampas sagu, ampas tahu dan lain-lain.

Bahan pakan konsentrat ini selain untuk memperbaiki kandungan nutrisi dari pakan yang dihasilkan juga berfungsi sebagai substrat penopang proses fermentasi (ensilase). Kelompok ketiga adalah bahan-bahan aditif. Bahan aditif disini dapat terdiri dari campuran urea, mineral, tetes dan lain-lain.

Begitulah, akhirnya A Sofyan dan A Febrisiantosa mengatakan faktor kuantitas dan kualitas pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan karena hampir 2/3 biaya produksi berasal dari pakan. Oleh karena itu, perhatian terhadap asupan zat makanan ke ternak akan sangat menentukan keberhasilan budidaya peternakan.

Jadi soal silase bukanlah sekenar mengenang ada teknologi macam ini untuk pakan ternak kita. Tapi patut untuk dilakukan. (Inovasi/ YR)

Impor Bahan Baku Pakan yang Bermasalah

(( Impor bahan baku pakan ternak saja sudah merupakan masalah bagi negeri yang kaya raya dengan kekayaan alam termasuk untuk pakan ternak. Dengan terhambatnya pakan ternak impor masuk ini, bertambahlah masalah. ))

Bukan rahasia umum negeri ini pun pengimpor tiga jenis bahan baku komponen utama pemberi protein bagi pertumbuhan ternak. Tiga bahan baku ini adakah tepung daging dan tulang (meat and bone meal), tepung daging unggas (poultry meat meal), dan feather meal, yakni tepung bulu yang sebagai bahan pakan alternatif biasanya berasal dari bulu unggas, khususnya bulu ayam.

Rata-rata nilai impor tiga jenis bahan baku itu sebulan sekitar 75.000 ton. Beban biaya tambahan semakin besar karena importir juga harus membayar sewa gudang swasta dan biaya pemindahan yang totalnya mencapai Rp 11 juta. Total kerugian akibat lambannya pengurusan SPP tiap kontainer sebanyak Rp 37 juta per ton.

Sebegitu jauh kita mengimpor nahan baku pakan ternak tersebut, minggu kedua Juni 2008bahan baku pakan itu terhambat masuk, sekitar 75.000 ton bahan baku pakan ternak tidak bisa dibongkar dan terancam dilelang.

Hal ini karena sebanyak 97 berkas surat persetujuan pemasukan (SPP) bahan baku pakan atau rekomendasi impor hingga Jumat (13/6) menumpuk di Departemen Pertanian atau Deptan.

"Keterlambatan pengurusan SPP bisa terjadi karena petugas atau direktur yang berwenang menandatangani tugas keluar atau dokumen kurang lengkap," ungkap Direktur Jenderal Peternakan Deptan Tjeppy D Sudjono.

"Biaya tambahan yang harus dikeluarkan akibat terhambatnya proses administrasi cukup besar," tambah Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan Ternak Fenni Firman Gunadi.

Perhitungan industri pakan ternak menunjukkan, pada pekan pertama hingga keenam total demurrage yang harus dikeluarkan importir mencapai 2.800 dollar AS untuk tiap kontainer 20 kaki.Nilai riil kerugian yang harus ditanggung akibat demurrage (biaya kelebihan waktu dalam pemakaian kontainer), biaya sewa gudang, dan pemindahan barang mencapai Rp 112,5 miliar sebulan. Demikian Ketua Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia Anton J Supit.

Akibatnya, kata Anton, ”Biaya tinggi tersebut pada akhirnya harus ditanggung oleh peternak dan masyarakat konsumen.”

Sebetulnya, terhambatnya surat persetujuan pemasukan (SPP) di Direktorat Jenderal Peternakan terjadi sejak 2 Mei 2008 hingga. Pemohon SPP tidak terproses setelah kapal merapat 14 Mei 2008. Bahkan, sudah ada barang yang waktu bebas demurrage-nya habis.Demikian Ketua Umum Forum Masyarakat Perunggasan Don Utoyo.

Sampai minggu pertama Juni 2008, tercatat sebanyak 107 berkas SPP terhambat di Deptan. Setelah mendapat protes dari kalangan pengusaha pakan ternak, pada 9 Juni 2008 Deptan menandatangani sepuluh berkas SPP. Hingga minggu ke dua Juni 2008, masih terdapat 97 berkas SPP yang belum ditandatangani.

Impor pakan ternak saja sudah merupakan masalah bagi negeri yang kaya raya dengan kekayaan alam untuk pakan ternak. Dengan terhambatnya pakan ternak impor masuk ini, bertambahlah masalah. Sampai kapan berakhir? (Kps-MAS/ YR)

Grieving pet owners

A comment on a previous post prompted me to do some research on the services available for grieving pet owners. Losing a loving, devoted companion can be devastating. One must remember that grieving for a pet is normal, and likely necessary for most people.
It is imperative that pet owners who have lost a pet not lay blame on themselves, or others. Part of the grieving process is accepting the death process (whether natural, through illness, or accident), to know that the pet has brought immeasurable and irreplaceable joy to one's life. Once the grieving is over, one must pick up, move on, and thereafter always have but joyous memories of the pet that we loved so much. I'm getting teary-eyed already!
Please click here to read more about services available for grieving pet owners.
You are not alone: know that at some point in our lives, we will all likely become a grieving pet owner.

Isaac, one of my cats. I love this guy. Thanks to Ron Findlay for the fantastic photo.

Dogs aren't laptops... anywhere.

A California lawmaker introduced a bill that would prevent citizens from driving with their dogs on their laps. He says pets distract motorists and puts them, and passengers, at risk. Absolutely true. Very importantly, this is also a risk for the dogs. With windows rolled all the way down, these dogs now have it much easier to jump out.... and many do. Imagine losing a dog on the highway because you had your dog on your lap with the window down too low. I've seen such cases so many times and once, right in front of me. The dog was unharmed because the car was moving so slowly, but still....


If you don't want your dog, or you, to look like this, don't drive with your dog on your lap and keep the windows at a level where the dogs cannot jump out.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls